Seni Memenjarakan Plastik dalam Botol di Bogor

Sejumlah warga di kawasan RW 16, Perumahan Bojong Depok Baru 2 Kelurahan Sukahati, Cibinong, Bogor memiliki kegiatan berupa memenjarakan plastik.
Auranissa Leoni Putri, 20 tahun, remaja RW 16 Perumahan Bojong Depok Baru 2 Kelurahan Sukahati, Cibinong, Bogor, sedang memasukkan serpihan plastik bekas ke dalam botol. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Bogor- Beberapa warga menjinjing tas dan karung berisi kumpulan plastik bekas dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menggenggam botol plastik bekas. Mereka berjalan menuju lokasi yang dikelilingi sejuknya pohon bamboo, di kawasan RW 16, Perumahan Bojong Depok Baru 2 Kelurahan Sukahati, Cibinong, Bogor.

Sembari duduk di bangku bambu yang terletak di atas kolam ikan, mereka menggunting plastik bekas itu menjadi potongan kecil, Jumat, 15 Januari 2021. Embusan angin hendak menyapu serpihan plastik bekas yang tergeletak di atas karung. Tetapi, dengan gesit mereka menangkap serpihan yang hampir terbawa angin.

Para warga itu sedang membuat ecobrick, yaitu botol plastik bekas yang diisi dengan berbagai jenis plastik bekas yang bersih dan kering. Ide pembuatan ecobrick di daerah itu diprakarsai oleh Aang Hudaya, 32 tahun.

Ecobrick Bogor 2Aang Hudaya, 32 tahun, Founder Bogor Ecobrick Community, menyandarkan kedua tangannya pada ecobrick buatannya yang dijadikan sebagai kursi kecil. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Berdiam diri di rumah selama pandemi Covid-19, membuat Aang tersadar bahwa konsumsi plastik kian meningkat. Mulai dari penggunaan masker sekali pakai, sarung tangan sekali pakai, dan pembelian makanan atau belanja secara online yang sebagian besar dikemas menggunakan plastik.

Ancaman Nyata Plastik

Menurut pria kelahiran 1989 itu, kehidupan manusia tak bisa terlepas dari penggunaan plastik. Mulai dari bangun tidur hingga beraktivitas di luar rumah. Bahkan semakin hari penggunaan plastik semakin masif dan mendominasi sampah di dunia.

“Sampah plastik menjadi ancaman yang nyata bagi keberlangsungan hidup di dunia.

Sifat plastik yang sulit terurai, lanjut Aang, jika dibiarkan menggunung, akan mengancam kehidupan, baik di darat maupun di laut.

Aang mengaku pernah menemukan seekor penyu yang perkembangan tubuhnya terhambat akibat sampah plastik. Penyu itu berukuran besar, tetapi perutnya mengecil akibat terlilit oleh sampah plastik. Sejak itu, dia merasa ikut andil sebagai penyebab terjeratnya penyu oleh sampah plastik, karena masih menggunakan plastik tanpa memikirkan dampak jangka panjang.

Kejadian itu hanya salah satu dari sekian banyak korban sampah plastik, yang terekam kamera. Masih banyak yang tak tertangkap kamera. Bahkan tak hanya hewan yang terkena dampaknya, tetapi manusia itu sendiri dapat terkena imbasnya.

Baginya, kehidupan itu adalah tentang konektivitas. “Apa yang kita lakukan akan berdampak pada alam. Kalau kita baik ke alam, ya alam juga akan baik ke kita, begitu pun sebaliknya” kata pria lulusan Institut Pertanian Bogor itu.

Banyak orang yang berpikir bahwa membakar plastik dapat menyelesaikan permasalahan sampah dengan cepat. Fisik plastiknya memang hilang, namun molekul plastik yang beracun tetap ada. Ketika plastik bertemu dengan api atau sumber panas lain, plastik itu akan menjadi mikroplastik dan mengeluarkan aroma yang tak sedap. Saat itulah plastik mengeluarkan molekul yang penuh dengan racun.

Ecobrick bogor 3Kursi ecobrick buatan Aang Hudaya, yang dirangkai dari 19 botol ecobrick dengan metode Hexagon Milstein Module. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

“Nah, mikroplastik itu akan terbawa oleh udara dan terakumulasi di tanah. Gak kebayang kalau molekul itu diserap tanaman, tanamannya berbuah lalu kita konsumsi” ujar Aang sembari menggelengkan kepala.

Banyaknya masalah akibat sampah plastik membuatnya mencari solusi yang efektif untuk mengurangi sampah plastik. Bersama istri dan anaknya, dia mengawalinya dengan mengurangi hidup konsumtif.

“Kalau kita bisa hidup dengan 3 barang, kenapa kita harus punya 5 barang. Beli barang sesuai kebutuhan saja, jangan berlebihan” ucapnya saat menjadi pembicara di pelatihan Ecobrick.

Dia juga perlahan mulai meninggalkan penggunaan plastik sesuai kemampuannya. Aang tak pernah menyalahkan siapa pun, termasuk produsen plastik. Hal terpenting baginya adalah bagaimana masyarakat itu bertanggung jawab atas perilakunya sendiri.

Pria kelahiran Garut itu, berharap agar masyarakat memikirkan solusi tepat untuk mengolah sampah plastik.

Orang tuanya dahulu, lanjut Aang, menggunakan daun jati sebagai pembungkus daging saat berbelanja di pasar. “Memang sekarang zamannya sudah berbeda, tapi saya ingin meniru bagaimana orang dahulu bisa mencintai alam dan saya rasa kita semua bisa melakukannya” tuturnya.

Aang tak henti mencari solusi untuk mengatasi masalah sampah plastik. Hingga akhirnya, dia mengetahui konsep ecobrick, yaitu botol plastik bekas yang diisi oleh berbagai jenis plastik bekas yang bersih dan kering. Ecobrick dibuat dengan kepadatan tertentu yang dapat berfungsi sebagai blok bangunan yang dapat digunakan kembali dan plastik penyimpanan.

Pada tahun 2018, dia menerapkan konsep itu di rumah. Aang mengumpulkan plastik bekas di rumahnya sebagai bahan untuk membuat ecobrick. Awalnya, dia hanya mempraktikkan konsep itu kepada istri dan anaknya.

Botol-botol ecobrick yang telah diselesaikan oleh keluarga Aang, dimanfaatkan untuk membuat meja dan kursi. Perubahan mulai dirasakan olehnya, sudah 2 tahun Aang tidak mengandalkan petugas kebersihan. Dia mampu mengolah sampah rumah tangga sendiri.

Ecobrick Bogor 4Para warga sedang mendorong plastik ke dalam botol menggunakan tongkat bambu. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Aang menyediakan 3 tempat sampah di rumahnya, yaitu tempat sampah organik, anorganik basah, dan anorganik kering.

Dia biasa mengolah sampah organik menjadi kompos. Tempat sampah Anorganik basah dikhususkan untuk plastik yang kotor, basah, dan sulit dibersihkan. Misalnya, bungkus minyak, saos, dan kecap.

“Kalau anorganik kering dikhususkan untuk campuran plastik yang bersih, kardus, kertas, kaca, dan lain-lain”

Setelah merasakan adanya perubahan, Aang ingin mengajarkan konsep ecobrick itu kepada masyarakat. Di tahun 2019, dia mendaftar program training of trainer ecobrick. Setelah lulus, dia membentuk komunitas yang diberi nama Bogor Ecobrick Community yang ditujukan sebagai pusat edukasi ecobrick. Dia sudah memberikan berbagai pelatihan di Jabodetabek baik secara online maupun offline.

“Saat pandemi seperti ini, saya lebih sering mengadakan pelatihan online, biasanya saya kasih arahan cara buat ecobrick, nanti ada pendampingan di grup Whatsapp selama 2 minggu” katanya.

Cara Membuat Ecobrick

Membuat ecobrick tergolong mudah, hanya saja perlu teknik khusus agar ecobrick padat dan bisa bertahan lama. Penggunaan ecobrick pun tak sembarangan, harus dibuat dengan tepat dan digunakan dengan tepat.

“Kalau bikinnya sudah benar, tapi penggunaannya salah, tetap saja akan jadi pencemar lingkungan” kata Aang sembari menampilkan ecobrick buatannya.

Prinsip ecobrick yang mengamankan sampah plastik di dalam botol, mengikuti prinsip bumi mendaur ulang dan menyimpan karbon di perut bumi untuk menghijaukan permukaan bumi kembali.

“Nah ecobrick ini mengikuti prinsip bumi, kita akan memenjarakan plastik di dalam botol. Oleh karena itu kalau buatnya tidak boleh asal” ujarnya.

Dalam membuat ecobrick, hanya diperlukan botol plastik bekas, sampah plastik bekas, gunting, timbangan digital, dan tongkat bambu seukuran 45 cm.

Semua jenis plastik bisa digunakan untuk bahan ecobrick, baik itu plastik kresek, bungkus makanan, kemasan minuman sachet, sikat gigi bekas, kancing baju yang rusak, plastik bekas minyak, mika, sedotan, dan lain-lain.

Tetapi, ada beberapa barang yang tidak boleh dimasukkan ke dalam botol plastik. Di antaranya, kain katun, logam, kertas, karton, kaca, dan bahan organik lainnya yang dapat terurai dengan sendirinya.

Hal utama yang harus diperhatikan, yaitu simpan, pisahkan, bersihkan, dan keringkan plastik. Plastik tidak boleh kotor atau basah karena dapat mendorong pertumbuhan mikrobiologis, sehingga ecobrick takkan bertahan lama.

“Cuci plastik jangan dijadikan aktivitas aneh, saya selalu mencuci plastik bersamaan saat nyuci piring” katanya.

Kedua, jika digunakan untuk keperluan komunitas, pilih botol dengan bentuk dan ukuran yang seragam. Supaya saat dirangkai, ketinggiannya sama, rongganya sama, dan lekukannya pun juga sama.

Biasanya ecobrick memakai botol berukuran 600 ml atau 1500 ml, namun untuk pemula bisa menggunakan botol di bawah 600 ml. Kalau digunakan untuk keperluan sendiri, gunakan jenis botol bekas yang tersedia saja.

Lalu, potong plastik menjadi kecil-kecil. Dilanjut dengan mengisi dasar botol dengan plastik satu warna, agar terlihat indah saat dijadikan meja atau kursi. Plastik yang digunakan untuk mengisi dasar botol, biasanya memakai plastik kresek dengan ketinggian 1 sampai 2 cm.

Ecobrick Bogor 5Auranissa Leoni Putri, 20 tahun, remaja RW 16 Perumahan Bojong Depok Baru 2 Kelurahan Sukahati, Cibinong, Bogor, sedang memadatkan serpihan plastik bekas ke dalam botol menggunakan tongkat bambu. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Kemudian, masukkan plastik bekas yang sudah dipotong-potong ke dalam botol menggunakan tongkat bambu yang ujungnya tumpul. Bagian yang didorong adalah samping botol agar cepat padat.

Setelah itu, timbang bobot botol yang sudah terisi plastik. Cara menimbangnya bertahap, setiap ketinggian 1/4, 1/2, 3/4 dan ketika penuh. Kalau ditimbang langsung dalam keadaan penuh, sedangkan berat botol belum mencapai target, sulit untuk membongkarnya lagi. Bobotnya 33% sampai 70% dari volume botol. Untuk botol 600 ml minimal beratnya 200 gr.

Terakhir, simpan ecobrick di tempat yang jauh dari cahaya matahari jika belum dirangkai menjadi modul. Tumpuk secara horizontal, dengan ujung mengarah ke luar. Hal ini untuk memudahkan kita dalam mengatur ecobrick berdasarkan warna dasar botol.

Trijoko, selaku Ketua RW 16, mengatakan bahwa pelatihan yang diberikan oleh Aang mampu mengedukasi warga, terutama sampah plastik yang masih dibuang ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah).

Menurutnya, ecobrick adalah solusi efektif yang bisa dilakukan semua warga baik orang dewasa maupun anak anak.

Dia berharap program ecobrick berhasil diterapkan di lingkungan RW 16. “Hari ini yang sudah ikut pelatihan, akan saya dorong untuk bisa memberikan ilmu ke masyarakat, paling tidak di rumah masing-masing dahulu” harap Trijoko.

Tak jauh dari Trijoko, perempuan berjaket biru menggunakan masker dengan warna senada, turut berpartisipasi dalam membuat ecobrick. Auranissa Leoni Putri namanya, dia merasa ecobrick dapat dijadikan kegiatan saat di rumah saja.

“Kalau menurut aku, ecobrick juga bisa melatih kesabaran sama fokus, karena bikinnya lama banget, kesulitannya tuh saat memadatkan plastiknya, butuh tenaga ekstra” ujar perempuan berusia 20 tahun itu sembari tertawa.

Dia juga berharap dengan adanya pelatihan tersebut, warga bisa lebih tersadar akan lingkungan di sekitarnya. []

(Nabila Tsania)

Berita terkait
Harun Yahya, Penjahat Seks yang Memiliki Seribu Kekasih
Adnan Oktar alias Harun Yahya dihukum penjara selama lebih dari seribu tahun. Ia memiliki hampir seribu kekasih dan menolak teori evolusi Darwin.
Rahasia Ratu Keraton Yogyakarta Dalam Mendidik Anak
Sebagai seorang permaisuri, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mempunyai cara tersendiri dalam mendidik kelima putrinya.
Malam dan Ketelitian, Rahasia Keindahan Batik di Yogyakarta
Ada sejumlah bahan yang harus ada dalam proses pembuatan kain batik. Salah satunya adalah malam dan canting. Selain itu juga perlu ketelitian.
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura