Semakin Sulit Mengungkap Manipulasi Deepfake

Sejalan dengan makin majunya teknologi, manipulasi foto atau video juga makin canggih, sehingga makin sulit diungkap
Video "deepfake" Barack Obama (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Sejalan dengan makin majunya teknologi, manipulasi foto atau video juga makin canggih, sehingga makin sulit diungkap. Seperti apakah detektor yang tepat? Christian Bachmann melaporkannya untuk DW.

Zaman sekarang, sebuah foto sudah cukup untuk membuat video palsu. Itu sebenarnya mengesankan. Karena dengan inteligensia artifisial, program khusus dalam tiga menit bisa membuat foto manapun tampak hidup seperti video, dan mengontrolnya dari jarak jauh.

Video palsu bahkan ada yang bisa dibuat dalam waktu kurang dari tiga menit. Itu menunjukkan apa yang sudah bisa dicapai teknologi ini, di zaman sekarang.

Ahli teknologi media, Touradj Ebrahimi, dan timnya yang terdiri dari sejumlah spesialis terutama berusaha mendeteksi "deepfake", atau kepalsuan mendalam semacam ini, secara otomatis. Ini sangat penting bagi masa depan.

Model wireframe hijauModel wireframe hijau menutupi wajah bagian bawah aktor selama pembuatan video reanimasi wajah sintetis, yang dikenal sebagai deepfake, di London, Inggris, 12 Februari 2019 (Foto: voaindonesia.com - Reuters TV via REUTERS)

"Detektor 'deepfake' tidak akan sempurna. Tapi akan bisa mengungkap kepalsuan dalam sebagian besar video palsu. Kerap itu sudah cukup,“ demikian diungkap Touradj Ebrahimi dari Multi Signal Processing Group, EPFL.

1. Detektor Harus Makin Canggih

Ia menambahkan, yang penting, detektor ini harus mampu terus mengembangkan diri selangkah dengan perkembangan teknologi "deepfake." Jadi terus-menerus membandingkan dan memperbaiki diri.

"Deepfake" juga jadi masalah bagi perekonomian. Tepatnya, mengungkap gambar palsu sekarang semakin penting. Apalagi dalam urusan seperti penipuan asuransi. Oleh sebab itu, para ahli gambar mencari jalan untuk bisa melacak tanda-tanda tertentu dalam sebuah gambar, yang bisa mengatakan dengan jelas, bahwa sebuah gambar palsu.

Piranti lunak cerdas yang bisa mengungkap kepalsuan mendapat sejumlah besar gambar dan video palsu, dan belajar untuk mengenali anomali. Begitu sebuah tanda kepalsuan terdeteksi, sebuah kotak berwarna merah menunjukkan, pada gambar itu ada yang dimanipulasi.

Ebrahimi menjelaskan juga, "Sekitar enam bulan lalu, video 'deepfake' masih bisa dideteksi dengan mudah. Gambarnya agak terganggu, jadi bisa dilihat dengan mudah, ada yang tidak benar.“

Tapi sekarang, video-video itu sudah hampir sempurna. “Hanya dalam waktu 3 sampai 9 bulan, 99,9% orang tidak akan sadar lagi, jika mereka melihat video palsu" ditegaskan Ebrahimi.

2. Informasi Palsu Tersebar Lewat Media Sosial

Jadi ini masa-masa kelam bagi para pengecek fakta. Di layanan pengecekan fakta Mimikama, "deepfake" belum jadi bagian pekerjaan sehari-hari. Tapi jika tidak ada program baru untuk mengenali video-video palsu tentu akan sulit, begitu dikatakan pakar media André Wolf.

"Harapan saya, kami juga akan memperoleh alat kerja lebih baik di masa depan, jika teknik semakin mudah dan tambah baik, supaya kami bisa mengenali kepalsuan dengan mudah."

Associate professor ilmu komputerAssociate professor ilmu komputer di University of Southern California, AS, Hao Li, memamerkan video \'deepfake\' dengan mantan Perdana Menteri Inggris, Theresa May, selama pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) ke-50 di Davos, Swiss, 22 Januari 2020. (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Karena begitu banyak informasi palsu menyebar cepat lewat media sosial, sebagai pengguna, orang harus kenal beberapa aturan penting.

3. Pengguna Harus Kritis

Awalnya, selalu tergantung setiap orang, kata André Wolf dari Mimikama. “Saya harus kenal diri saya dan bagaimana saya mengkonsumsi media. Karena kita tertipu terutama dalam topik-topik yang kita suka. Juga pada media-media tertentu, yang kita percaya.“

Hal ke dua adalah, kita harus meneliti, siapa penulisnya, jadi dari mana asalnya. Orang juga harus mampu menggunakan mesin pencari di internet, sehingga bisa mengadakan perbandingan. Ini tentu juga terkait pencarian gambar. Yang juga penting adalah konsumsi infomasi. “Jika suatu kabar rasanya terlalu dramatis, coba tanyakan dulu orang yang lebih mengerti bidang itu," saran André Wolf.

Tapi bukan itu saja. Lebih banyak penyuluhan juga diperlukan. "Tentu saja kita ingin, agar di sekolah-sekolah ada penyuluhan. Namun ada masalah lain lagi. Kita kerap mengatakan, di Facebook banyak berita palsu yang seliweran. Tapi itu letak masalahnya. Kaum remaja tidak menggunakan Facebook.“

Yang menggunakan Facebook adalah orang yang berusia antara 35 dan 55. Sekarang kita lihat masalahnya. Kita kurang mengadakan penyuluhan bagi orang dewasa." Sayangnya, salah duga hanya kelihatan setelah sesuatu terjadi. (ml)/dw.com/id. []

Deepfake, Teknologi Mutakhir Pembuat Video Hoaks

Twitter Kasih Label Cek Fakta untuk Cuitan Covid-19

Twitter Hapus Kampanye Trump kepada George Floyd

George Floyd Meninggal, Lady Gaga: DonaldTrump Gagal

Berita terkait
Deepfake Kian Biasa Dilakukan Makin Sulit Pula Dideteksi
Video palsu hasil olahan kecerdasan buatan, disebut deepfake, kian biasa dilakukan dan semakin sulit dideteksi, ada juga deepfake untuk tujuan baik
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura