Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan sebanyak delapan aturan baru dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021, melalui Peraturan Mendikbud No. 1 Tahun 2021 yang mengatur terkait PPDB.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR, Senin, 31 Mei 2021.
"Pertama, perubahan batas usia SD minimal tujuh tahun dan presentase jalur zonasi SD 70 persen," katanya.
Kedua, kata Jumeri, pemerintah daerah kini bisa melibatkan sekolah swasta dalam PPDB yang mekanismenya diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah.
Ketiga, perpindahan kuota penyandang disabilitas dipindahkan dari jalur zonasi ke afirmasi. Jumeri berharap penyandang disabilitas lebih leluasa memanfaatkan kuota yang lebih besar untuk jalur afirmasi, yakni minimal 15 persen.
Yang disebut dengan daerah zonasi adalah domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada Kartu Keluarga yang diterbitkan paling singkat satu tahun.
Keempat, peserta PPDB tidak lagi bisa menggunakan surat keterangan domisili (SKD) sebagai pengganti Kartu Keluarga dalam persyaratan seleksi. SKD hanya diizinkan untuk kondisi tertentu, misalnya pada peserta yang terdampak bencana.
Kelima, jalur prestasi pada jenjang SMP, SMA dan seleksi SMK tidak lagi menggunakan nilai ujian nasional (UN), melainkan diganti dengan nilai rapor yang dilampirkan surat keterangan peringkat rapor dari sekolah asal.
Keenam, jalur perpindahan tugas orang tua memanfaatkan sisa kuota yang dapat dialokasikan sekolah tempat orang tua atau wali mengajar maksimal 5 persen.
Ketujuh, jenjang SMK harus memprioritaskan jalur afirmasi dan disabilitas minimal 15 persen dari kuota dan zonasi sekitar sekolah maksimal 10 persen kuota.
Kedelapan, jika daya tampung sekolah pada wilayah zonasi peserta tidak tersedia maka peserta bisa disalurkan ke sekolah di luar wilayah zonasi atau pemerintah daerah terdekat.
Jumeri juga mengatakan jalur zonasi yang diatur dalam Permendikbud berdasarkan domisili calon peserta didik. Hal ini ia tekankan untuk meminimalisasi polemik seperti yang terjadi di tahun lalu.
"Yang disebut dengan daerah zonasi adalah domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada Kartu Keluarga yang diterbitkan paling singkat satu tahun. Ini untuk mengurangi kehebohan seperti tahun-tahun sebelumnya," ucapnya.
Sampai saat ini, kata Jumari pelaksanaan PPDB daring belum maksimal di seluruh penjuru Indonesia. Ia mengatakan baru 14 provinsi yang bisa melakukan PPDB daring.
"Laporan tahun lalu untuk pelaksanaan PPDB tingkat provinsi yang bisa online 14 provinsi. Umumnya di Jawa, Bali, NTB, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara," ucapnya.
Sebanyak 20 provinsi lainnya melakukan campuran antara PPDB daring dan luar jaringan atau luring. Jumeri tidak menyebut secara rinci berapa jumlah provinsi yang melakukan PPDB luring.
- Baca Juga: Kemendikbudristek Luncurkan Program Pembelajaran untuk Guru PAUD
- Baca Juga: Kemendikbud Berharap Kampus Dapat Untung Bangun Startup
Namun di wilayah kabupaten atau kota, Jumeri mengatakan hanya 33 persen daerah yang melakukan PPDB daring, 43 persen lainnya melakukan PPDB campuran, dan 24 persen melakukan PPDB luring.
Ia juga menyampaikan kendala utama dalam penerapan PPDB daring adalah jaringan internet yang tidak stabil atau bahkan belum ada sama sekali di daerah tertentu. []