Sejarah Pawang Hujan, Tradisi Turun Temurun yang Ada di Indonesia

Pawang Hujan sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi akhir akhir ini ramai jadi perbincangan seluruh dunia
Aksi pawang hujan saat sesi latihan MotoGP Mnadalika 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok Tengah, Jumat, 18 Maret 2022. (Foto: Tagar/AFP/Sonny Tumbelaka)

Jakarta - Pawang Hujan sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi akhir akhir ini ramai jadi perbincangan seluruh dunia.

Akibat dari salah satu pawang hujan yang bernama Rara Istiani atau sering dipanggil mba Rara, di acara gelaran MotoGP Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 20 Maret 2022.

Ditengah tengah hujan di sirkuit Mandalika pawang hujan yang bernama Mba Rara ini melancarkan aksinya yang dimana banyak para pembalap serta crew MotoGP kagum dengan apa yang dilakukan Mba Rara tersebut, tentu saja aksi Mba Rara tersebut berhasil mencuri perhatian publik hingga menjadi sorotan media dari seluruh dunia.


Sejarah Pawang Hujan Di Indonesia

Pawang hujan sudah dikenal sejak zaman dahulu. Merupakan sebutan orang yang dipercaya dapat mengendalikan cuaca panas atau hujan.

Pada umumnya pawang hujan bertugas untuk mengendalikan cuaca serta memindahkan awan yang menyebabkan terjadinya hujan.

Dikutip dari tulisan berjudul Tradisi Nyarang Hujan Masyarakat Muslim Banten (Studi di Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang), ritual terkait hujan ini sudah berlaku turun temurun. Saking lamanya, tidak diketahui sejarah awal tradisi yang terus berakar hingga sekarang.

"Masyarakat tidak mudah meninggalkan kebiasaan nenek moyang mereka. Tingkah laku atau tradisi seperti itu terjadi dari generasi dahulu ke generasi berikutnya," tulis Eneng Purwanti dosen di Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Adab IAIN yang kini menjadi UIN sultan Maulana Hasnuddin, Banten.

Dan dalam tulisan yang terbit di jurnal AlQALAM tersebut dijelaskan, masyarakat sebetulnya percaya pada kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Namun, ikhtiar atau usaha tetap diperlukan untuk mewujudkan keinginan. Usaha diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan nyare'at dan doa yang dipanjatkan pawang.

Pawang hujan di Indonesia memiliki perbedaan yang disesuaikan dengan tradisi daerah masing-masing. Dalam tradisi Betawi, pawang hujan diyakini merupakan dewa-dewi yang turun ke bumi yang ditugaskan untuk memperbaiki kondisi alam yang tidak seimbang.

Pawang hujan juga sering di panggil di acara-acara besar yang diselenggarakan di luar ruangan seperti pernikahan, konser musik, acara kenegaraan dan acara yang lainnya


Cara Cara Ritual Pawang Hujan

Setiap pawang memiliki cara masing-masing. Ritual biasa dikerjakan dengan puasa putih atau berpuasa dengan hanya makan nasi putih dan minum air putih, sebelum acara diadakan.

Setelah itu, pawang hujan akan datang ke tempat tujuan memasang sepasang janur. Nah, janur ini diikat ke tiang yang menjadi pusat acara. Jika acara menggunakan panggung, maka janur diikatkan di dua tiang panggung. Jika acara dilakukan di gedung, pawang hujan akan mengikat janur di pintu masuk kanan dan kiri.

Praktik ritual pawang hujan lainnya ialah menggunakan sapu lidi yang ditusuk di atasnya bawang merah, bawang putih, dan cabai, sebagai medianya.

Menurut jurnal Objek Objek Dalam Ritual Penangkal Hujan oleh Imaniar Yordan Christy, tradisi tolak hujan juga dikenal dalam tradisi Kejawén (Jawa). Ritual dilakukan dengan mendirikan sapu lidi yang ditusukkan cabai dan bawang merah dengan diiringi bacaan bacaan doa.


Macam Macam Sesajen Pawang Hujan

Untuk ritual pawang huja ini ada beberapa sajen yang mesti disiapkan. Sajen tersebut ternyata memiliki makna tersendiri.

"Ritual penangkal hujan memerlukan sesaji atau sajen. Sajen yang paling penting adalah tumpeng. Tumpeng ini disebut sebagai tumpeng robyong yang mengandung simbol budaya," terang laporan tersebut.

Berikut ini beberapa sesajen yang sering diminta pawang hujan untuk menolak hujan.

1. Bumbu megono (gudangan): merupakan lukisan bakal (embrio) hidup manusia.

2. Kangkung: manusia semacam itu tergolong manusia linangkung (tingkat tinggi).

3. Cambah: benih dan bakal manusia yang akan selalu tumbuh.

4. Kacang panjang: dalam kehidupan semestinya manusia berpikir panjang (nalar kang mulur) dan jangan memiliki pemikiran picik (mulur mungkrete nalar pating saluwir), sehingga dapat menanggapi segala hal dengan kesadaran.

5. Tomat: kesadaran itu akan menimbulkan perbuatan yang gemar maksiat berupaya menjadi jalma limpat seprapat tamat.

6. Brambang: perbuatan yang selalu dengan pertimbangan.

7. Telur yang dilambangkan sebagai wiji dadi (benih), terjadinya manusia.

8. Bayem: karenanya bukan mustahil kalau hidupnya jadi ayem tentrem.

9. Lombok abang: akhirnya akan muncul keberanian dan tekad untuk manunggal dengan Tuhan.

10. Ingkung: cita-cita manunggal itu dilakukan melalui manekung.

Demikian sejarah asal usul pawang hujan yang merupakan tradisi turun temurun yang ada di Indonesia.[]


(Haykal)


Baca Juga:

Berita terkait
Usai MotoGP, Polsek Kawasan Mandalika Temukan Motor yang Tak Diketahui Pemiliknya
Motor Honda Vario warna putih silver dengan nomor polisi EA 4219 SH diamankan di Bungalow Bombora.
Gelaran MotoGP Mandalika 2022 Sukses dengan Layanan Listrik Tanpa Kedip
PLN siapkan 20 Uninterruptible Power System dengan daya total sebesar 2,52 MVA yang didatangkan dari Bima, Sumbawa, DKI Jakarta, NTT dan Papua.
BMKG: Hujan Berhenti di Sirkuit Mandalika Bukan Karena Pawang
Pawang huan hanya kearifan lokal yang tidak bisa dicampuradukkan dengan sains.