Jakarta - Hijriah merupakan penanggalan Islam yang dinisbatkan pada peringatan peristiwa hijrah atau pindahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Berbeda dengan kalender masehi yang menggunakan peredaran matahari, penanggalan Hijriah menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya. Bulan pertamanya adalah Muharram.
Muharam berasal dari kata yang artinya ‘diharamkan’ atau ‘dipantang’, yaitu bulan pelarangan melakukan peperangan dan pertumpahan darah.
Bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram memang empat bulan (Asyhurul Hurum) yang dilarang perang sebagaimana yang tertulis dalam Al-Baqarah ayat 217. Namun larangan itu kemudian dihapus berdasarkan At-Taubah ayat 36.
Imam Al Bukhari dalam tarikhnya, sebagaimana dinukil oleh Al Hafidz Jalaluddin as Suyuti dalam Tarikhul Khulafa‘, dengan riwayat dari Sa’id Ibnu Musayyib menyatakan:
أول من كتب التاريخ عمر بن الخطاب لسنتين ونصف من خلافته، فكتب لست عشرة من الهجرة بمشورة علي
Artinya: "Orang yang pertama kali menggunakan tanggal Hijriah adalah Umar Ibnu Khattab. Ia menetapkannya pada tahun 16 Hijriah setelah bermusyawarah dengan Ali Ibnu Thalib,"
Hal itu terjadi pada dua setengah tahun setelah Umar menjadi khalifah, menggantikan Abu Bakar as Sidiq.
Pada 638 Masehi, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy’ari mengirimkan surat kepada khalifah Umar Ibnu Khatab di Madinah.
Surat tersebut berisi antara lain, “surat-surat kita telah memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya, umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun.”
Umar akhirnya sepakat dengan usulan Abu Musa, kemudian dia membentuk tim untuk bermusyawarah penentuan tahun pertama yang selama itu digunakan tanpa angka tahun.
Tim tersebut diketuai sendiri oleh Umar dengan anggota enam sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman ibnu Affan, Ali ibnu Abi Thalib, Abdurrahman ibnu Auf, Sa’ad ibnu Abi Waqas, Talhah ibnu Zubair, dan Zubair ibnu Awam.
Dalam musyawarahnya, mereka beradu pendapat. Ada yang mengusulkan penghitungan tahun baru itu dimulai dari tahun kelahiran Nabi Muhammad pada tahun “Gajah” yang bertepatan dengan 571 Masehi.
Namun ada juga yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah pertama, yaitu bertepatan dengan 610 Masehi.
Akhirnya yang disepakati adalah usul Ali ibnu Thalib, yaitu memulai tahun baru dengan peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah yang bertepatan dengan 622 Masehi.
Ada tiga alasan yang diutarakan Ali ibnu Thalib. Pertama, dalam Al Quran ada banyak penghargaan Allah bagi orang yang berhijrah. Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah.
Kemudian ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijrah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan, dan hendaknya berhijrah pada kondisi yang lebih baik.
Sementara untuk permulaan bulan juga menjadi perdebatan. Ada yang mengusulkan Ramadan, Rabiul Awal, dan Muharram. Belakangan, hasilnya Muharram yang disepakati.
Umar yang mengusulkan bulan muharam. Hal itu tercatat dalam al Mausuah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah.
فقال عمر: بل بالمحرم، فإنه منصرف الناس من حجهم، فاتفقوا عليه
"Bahkan mulailah dengan Muharram, karena di bulan itu orang-orang baru selesai dari pelaksanaan ibadah haji. Maka para sahabat menyepakatinya."
Pemilihan muharam sebagai awal bulan hijriah juga dikaitkan dengan kenyataan sejarah bahwa tekad umat Islam dalam merencanakan hijrah itu terjadi pada bulan Muharram.
Dengan demikian, Muharram sangat erat terkait dengan hijrah. Demikian disimpulkan Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalany, dalam Fathul Bary.
Awal tahun baru Hijriah itu (1 Muharam, 1 Hijriah) bertepatan dengan 16 Juli 622 Masehi. Adapun tahun keluarnya keputusan itu, (638 Masehi), langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriah.
Dokumen tertulis bertarikh hijriah yang paling awal (dengan mencantumkan 17 hijriah) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Umar ibnu Khatab kepada seluruh penduduk Aelia (Yerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam, dari penjajahan Romawi. []
Baca juga: Idul Adha Mengingat Kisah Nabi Ibrahim