Sederet Kesalahan Jokowi di Mata Akademisi UGM

Atas nama cinta, akademisi Universitas Gadjah Mada menyebutkan sederet kesalahan kebijakan Presiden Jokowi dalam banyak sektor.
Presiden Jokowi (kanan) dalam kunjunga kerja di Subang, Jawa Barat, Jumat, 29 November 2019. (Foto: Antara/M Ibnu Chazar)

Presiden Jokowi: Bergerak Serba Cepat

Sebagai pendukung setia Presiden Jokowi, sejak 2014, saya sangat mengapresiasi kinerja Presiden Jokowi yang ingin segala sesuatunya tuntas dalam waktu yang cepat. Saya sungguh mengapresiasi. Terima kasih Presiden Jokowi.

Memang benar, faktanya, Indonesia membutuhkan investasi dari luar negeri, dana segar guna menggerakkan perekonomian di tanah air. Fakta itu benar dan saya dukung sepenuhnya langkah Presiden Jokowi.

Regulasi-regulasi yang menghambat investasi dibabat habis, termasuk izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin analisis dampak lingkungan (AMDAL). Sejauh langkah ini ada kajian akademiknya, saya akan dukung sepenuhnya.

Kunci kebangkrutan bangsa ini pada tiga hal, yaitu tidak pernah paham permasalahan secara utuh, selalu gagal membangun sistem yang koordinatif, dan selalu gagal membangun sistem yang sustainable. Itu kuncinya. Akibatnya, segala sesuatunya jadi mahal.

Presiden Jokowi tidak cepat dalam semua sektor. Bahkan cenderung amat sangat lambat.

Dukungan saya ke Presiden Jokowi adalah dukungan kritis, artinya jika Presiden Jokowi salah, ya saya kritik. Kritik saya adalah kritik membangun, artinya saya selalu menyajikan alternatif solusi. Contoh: saya secara pribadi menolak pembangunan jalan tol, dengan argumen yang sudah sering saya sajikan di surat terbuka saya.

Saya mengusulkan sistem transportasi kerakyatan yang jauh lebih andal dan powerful dibandingkan jalan tol yaitu membangun jaringan kereta api, terutama di wilayah luar Jawa. Argumennya sudah sering saya sajikan di surat terbuka saya sebelumnya. Saya tidak mau menulis hal yang sama berulang kali. Membosankan.

Sayangnya, Presiden Jokowi tidak cepat dalam semua sektor. Bahkan cenderung amat sangat lambat.

Radikalisme di sekolah dan kampus terus saja terjadi. Pemerintah amat sangat lambat menangani hal ini. Deskriminasi atas kelompok yang secara populasi dikatakan minoritas terus saja terjadi di sekolah dan kampus. Pemerintah tak berkutik.

Saya tidak suka memakai istilah mayoritas dan minoritas. Pancasila tidak mengenal kedua terminologi tersebut. Musyawarah untuk mufakat atau musyawarah untuk sepakat. Bukan politik okol adu kekuatan berdasarkan jumlah massa. Itu namanya politik menang-menangan.

Intoleransi di masyarakat yang mengatasnamakan agama terus saja terjadi di beberapa daerah. Bahkan di daerah yang konon katanya Kota Budaya dan Pelajar. Menjungkirbalikkan kehidupan sosial dan kultural di masyarakat. Bupati angkat tangan, Gubernur memble, Pemerintah Pusat antara ada dan tiada.

Tidak usah saya sebutkan daerahnya. Saat ini, toleransi lebih dimaknai sebagai perampasan hak dasar manusia dalam beribadah sesuai agamanya, dibandingkan rasa saling menghormati dan menghargai demi keutuhan dan kerukunan sesama anak bangsa. Lagi-lagi, pemerintah tidak berkutik.

Bobroknya sistem pendidikan nasional: kehilangan jati diri sebagai bangsa dan proses pendidikan yang meninggalkan kaidah usia dan perkembangan pancaindera. Sekolah dan kampus bukan hanya ditujukan mencetak tenaga kerja, melainkan sebagai tempat terhormat mendidik anak bangsa agar berkepribadian luhur, berpikit terbuka, penuh toleransi dan siap beradaptasi di dunia kerja.

Sekolah dan kampus adalah tempat yang tepat melakukan revolusi mental. Sebagai pendidik, saya belum melihat konsep pemerintah yang mendasar dan bervisi jauh ke depan. Terlalu pragmatis untuk dikaji secara akademik. Lagi-lagi pemerintah lambat sekali memperbaiki bobroknya sistem pendidikan nasional.

Kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial, amat sangat lambat ditangani pemerintah. Fakta bisa dilihat sendiri di lapangan. Saya sedang tidak ingin berdebat soal fakta di lapangan. Saya ingin mendengarkan konsep pemerintah mengatasi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial, yang semakin hari semakin menyesakkan dada.

Ada kelompok orang gajinya Rp 3 miliar per bulan, sedang masih banyak guru honorer yang hanya digaji Rp 200 ribu per bulan. Ini bumi Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan bumi kapitalis: yang kaya semakin kaya, yang miskin harus tersungkur mati kelaparan.

Saya tidak ingin mengatakan pemerintah tidak berkutik, karena sejak 2014, saya belum pernah mendengar konsep pemerintah dalam mengatasi ketiga hal tersebut. Saya akan sabar menunggu konsep pemerintah.

Sebagai pendukung setia Presiden Jokowi sejak 2014, saya masih berharap Presiden Jokowi lincah bergerak cepat mengatasi permasalahan-permasalahan di atas. Karena, hal-hal tersebut menguasai hajat hidup orang banyak.

Mohon maaf jika ada kata saya yang kurang berkenan. Sangat susah bagi saya untuk berbohong, munafik, dan menjilat. Yang saya pikir hanyalah kepentingan nasional, tegaknya Pancasila, kokohnya Kebhinnekaan Indonesia, dan utuhnya NKRI."

*Akademisi Universitas Gadjah Mada

Berita terkait
Resep Hadapi Ekonomi Global ala Jokowi
Presiden Jokowi mengatakan Indonesia harus memiliki cara khusus untuk menghadapi kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
Tekad Jokowi Memberantas Mafia Migas
Presiden Joko Widodo mengatakan tekadnya untuk memberantas mafia migas (minyak dan gas bumi) untuk mengurangi impor BBM
Kinerja Jokowi Selama Lima Tahun Pemerintahan
Pemerintahan Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan berakhir. Selama lima tahun apa saja pencapaiannya?
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.