Sebut Quick Count Hoaks, BPN Laporkan 8 Lembaga

Sebut quick count hoaks, BPN Prabowo-Sandi laporkan 8 lembaga survei ke polisi.
Prabowo kembali mendekalarasikan kemenangannya versi real count internal BPN sebesar 62 persen. (Foto : Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta - Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melaporkan lembaga-lembaga survei ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena hasil hitung cepat atau quick count terkait Pemilu 2019 diklaim mengandung informasi hoaks yang menyesatkan publik.

Adapun, lembaga-lembaga survei yang dilaporkan yakni Charta Politika, LSI Denny JA, Voxpol, Poltracking, Indo Barometer dan SMRC.

"Kami dari BPN Prabowo-Sandi, khususnya tim advokasi dan hukum, ke KPU RI dalam rangka melaporkan berapa rekan-rekan atau lembaga survei yang berapa hari ini menyiarkan berita-berita yang tidak benar, hoaks, dan bahkan menyesatkan," ujar koordinator tim advokasi BPN Djamaludin Koedoeboen di kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis 18 April 2019.

Djamaludin menuding lembaga survei terlapor, bekerja tidak proporsional dan tidak profesional, lantaran mengungkap hasil quick count yang timpang sebelah, cenderung menguntungkan paslon capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Adanya beberapa lembaga survei yang sejak beberapa bulan berlalu telah berpihak kepada paslon capres tertentu, sebagaimana dugaan kami, bahkan terkesan menjadi tim sukses dari paslon tertentu," cetusnya.

Djamaludin berharap, KPU segera menindak lanjuti laporan yang dilayangkan oleh Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandiaga, agar lembaga survei tersebut tidak mengganggu kinerja KPU dalam melakukan penghitungan suara pemilu.

"Kami juga sangat menghargai dan menghormati KPU RI dan juga rekan-relan penyelenggara lainnya, agar tidak direcoki pekerjaannya," imbuhnya.

Penuntutan ini diupayakan Djamaludin, semata agar hasil quick count lembaga-lembaga survei yang ia laporkan tidak menggiring opini publik. Sebab, KPU sejatinya hingga kini masih terus melakukan rekapitulasi suara.

"Bisa berpotensi, bisa menimbulkan keonaran di tengah masyarakat, karena KPU belum mengumumkan tapi berbagai statement berbagai gaya yang disampaikan oleh rekan-rekan dari berbagai survei itu seolah-olah telah mengisi otak dan pikiran masyarakat," urainya.

Atas dasar itu, Djamaludin meminta KPU untuk menjatuhkan sanksi terhadap lembaga-lembaga survei yang telah ia laporkan.

Pada hari yang sama, Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAKH) juga melaporkan lembaga survei Perludem, Indo Barometer, CSIS, SMRC, Charta Politika, serta Poltracking Indonesia ke Bareskrim Polri.

Lembaga-lembaga survei tersebut dituding BPN telah melakukan kebohongan publik. "Jadi semua lembaga survei yang menyatakan unggul sekian-sekian itu kita laporkan, karena belum tahu kebenaran dan kepastiannya. Jadi kita tidak mau hoaks. Makanya tunggu dulu ada yang real, walapun mereka punya data tetapi tunggu dulu," ujar kuasa hukum Pitra Romadoni Nasution di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 18 April 2019.

Pitra menilai lembaga survei melanggar Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, Pasal 14 dan 15 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Makanya jangan membuat kebingungan masyarakat kita, ini sudah sangat dahsyat sekali loh penggiringan opini quick count ini. Apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini," ujar Pitra.

Menurut dia, lembaga-lembaga survei terlapor hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili secara keseluruhan pemungutan suara.

Baca juga:

Berita terkait