Jakarta - Jejak bahan kimia beracun dari sarung tangan vinil telah ditemukan di makanan cepat saji di Amerika Serikat (AS). Para peneliti mengatakan kelompok yang terpinggirkan memiliki risiko lebih tinggi daripada yang lain. Zulfikar Abbany melaporkannya untuk DW.
Sarung tangan karet telah menjadi sebuah kewajiban di mana-mana, sama halnya seperti masker wajah. Dua tahun lalu, para penata rambut atau pengelola kafe melayani Anda dengan kulit telanjang. Namun, sejak pandemi global semua itu berubah.
Kondisi yang sama terjadi di dapur restoran. Baik itu salad, hamburger, maupun kentang goreng, staf dapur kemungkinan besar memakai sarung tangan karet akhir-akhir ini.
Sarung tangan tersebut mungkin bisa melindungi diri dari infeksi virus, tetapi juga berpotensi mencemarkan makanan dengan bahan kimia beracun, sebuah temuan dasar dari studi baru yang diterbitkan dalam Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology.
1. Tidak ada yang namanya tidak beracun
Studi sebelumnya telah menyelidiki bagaimana mikroplastik dalam pasta gigi berakhir di lautan dan ikan yang kita makan. Kemasan plastik yang digunakan produsen makanan dan supermarket juga mengandung bahaya.
Namun, penulis studi terbaru ini mengatakan beberapa penelitian telah menemukan transfer bahan kimia dari sarung tangan karet (juga dikenal sebagai vinil) ke makanan yang disiapkan di restoran.
2. Masalah dengan senyawa ftalat
Dalam sebuah studi kecil "pendahuluan", para peneliti mengatakan mereka ingin mencatat tingkat ortho-phthalate dan plasticizer pengganti dalam makanan dan sarung tangan penanganan makanan dari restoran cepat saji di Amerika Serikat.
Phthalates (ftalat) dan plasticizer pengganti adalah bahan kimia yang ditambahkan ke sebuah bahan, seperti karet dalam sarung tangan vinil, untuk membuatnya lebih lentur atau lebih lembut saat disentuh.
Para peneliti menemukan jejak signifikan bahan kimia tersebut dalam hamburger, nugget ayam, burrito, dan makanan cepat saji lainnya.
Satu ftalat yang dikenal sebagai DBP (juga DnBP) telah digunakan dalam pelapis lantai PVC, perekat, dan bahkan tinta cetak. Namun, sudah dilarang digunakan dalam produk perawatan anak, mainan, dan kosmetik karena dianggap karsinogenik.
"Kami mendeteksi ortho-phthalates atau plasticizer pengganti di semua sampel makanan," tulis penulis penelitian. "DnBP adalah orto-ftalat yang paling sering terdeteksi dalam makanan sebesar 81%."
Mereka juga mendeteksi DEHT, plasticizer yang telah diperkenalkan untuk menggantikan bahan kimia yang lebih beracun, baik di sarung tangan maupun makanan yang mereka pelajari. DEHT digunakan dalam tutup botol, ban berjalan, bahan lantai, dan pakaian tahan air.
3. Sebuah pertanyaan tentang pemerataan kesehatan
Para peneliti mengutip sebuah proyek yang disebut TENDR, yang "menyimpulkan bahwa ada bukti substansial yang menghubungkan paparan ftalat dengan peningkatan risiko untuk belajar, perhatian, dan masalah perilaku anak-anak."
Wanita hamil dan komunitas kulit berwarna juga berisiko lebih tinggi terkena ftalat.
Ada bukti, tulis para peneliti, bahwa "kontaminasi bahan kimia pada makanan dapat berdampak tidak proporsional pada kelompok yang terpinggirkan." Mereka menyebutnya sebagai masalah pemerataan kesehatan.
"Daerah yang didominasi orang kulit hitam di New York City memiliki ketergantungan makanan cepat saji yang lebih tinggi daripada daerah yang didominasi orang kulit putih, dan lingkungan orang kulit hitam berpenghasilan tinggi memiliki paparan yang sama dengan lingkungan orang kulit hitam berpenghasilan rendah," tulis mereka.
"Lanskap makanan" seperti itu dapat memengaruhi "perilaku diet" komunitas, kata mereka.
4. Penelitian masih terbatas
Bukan hanya melalui makanan, beberapa penelitian menunjukkan anak-anak berisiko terkena ftalat ketika mereka menempelkan pensil di mulut dan mengisap penghapus.
Kontaminasi ftalat juga dapat merembes ke lingkungan dari penutup lantai dan bahan lainnya saat cuaca panas. Bahan-bahan ini ada di mana-mana.
Penelitian tentang efek ftalat dan plasticizer pengganti sedang meningkat. Penelitian ini hanyalah salah satu dari setidaknya dua penelitian di bulan Oktober ini. Satu lagi yang diterbitkan awal bulan ini menunjukkan bahwa ftalat dapat "dikaitkan dengan semua penyebab dan kematian kardiovaskular."
Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa pengetahuan dan ukuran studi terbatas. Studi terbaru tentang ftalat dalam makanan cepat saji ini menganalisis hanya 64 sampel makanan dan 3 pasang sarung tangan di satu lingkungan dekat lab mereka di Texas, AS (ha/vlz)/dw.com/id. []
Meski Lezat, 10 Bahaya Junk Food Bagi Pertumbuhan Anak
Penjelasan Bahaya Konsumsi Makanan Cepat Saji
5 Makanan yang Dapat Menyebabkan Jerawat
Hindari 5 Makanan Ini untuk Mengurangi Risiko Stroke