Saran KPK ke Jokowi-DPR Soal Eks Koruptor ke Pilkada

KPK menilai harusnya Presiden Jokowi dan DPR bersinergi membuat UU soal eks koruptor maju dalam Pilkada.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (tengah) dan Saut Situmorang (kanan) bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kiri) bersiap untuk memberikan keterangan perihal operasi tangkap tangan di Lapas Sukamiskin di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). (Foto: Ant/Rivan Awal Lingga)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai harusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR bersinergi membuat Undang Undang larangan eks koruptor maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Itu jika legislatif dan eksekutif menganggap hal ini penting.

Jadi, bisa dikatakan "bola"-nya ada di tangan Presiden dan DPR.

"Mestinya Presiden bersama DPR serius melihat ini. Jadi, kalau memang serius membatasi terpidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah maka mestinya Presiden dan DPR yang harus membuat undang-undangnya membatasi tersebut," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa 10 Desember 2019, seperti dilansir dari Antara.

Ia menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui paraturan KPU sebenarnya sudah berupaya untuk membatasi hak mantan terpidana korupsi itu menjadi kepala daerah.

"Tetapi kemudian dibatalkan di Mahkamah Agung dan salah satu pertimbangan saya kira pada saat itu adalah karena soal pembatasan terkait dengan Hak Asasi Manusia," ujar Febri.

Oleh karena itu, kata dia, jika ingin menciptakan Pilkada yang lebih berintegritas maka "bola"-nya saat ini ada di tangan Presiden dan DPR RI apakah dapat membatasi mantan terpidana korupsi maju Pilkada.

"Jadi, bisa dikatakan "bola"-nya ada di tangan Presiden dan DPR sebenarnya kalau kita bicara soal bagaimana merumuskan Pilkada yang lebih berintegritas dengan misalnya membatasi calon terkait narapaidana kasus korupsi," ujar dia.

Di sisi lain, kata Febri, KPK juga semaksimal mungkin berupaya menjalankan kewenangan sebagai lembaga penegak hukum untuk menuntut pencabutan hak politik kepada setiap kepala daerah yang terlibat korupsi.

"Kalau ada kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi maka kami juga menuntut pencabutan hak poltik misalnya lima tahun setelah putusannya selesai dilaksanakan sehingga harapannya publik bisa lebih "terbebaskan" untuk beban memilih para terpidana kasus korupsi selama jangka waktu tertentu tetapi domain kewenagan penindakan KPK tentu hanya sebatas itu," tuturnya.

Sebelumnya, KPU membuat PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.

KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi, dan aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4.

Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa "Dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.

Lalu dalam pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi. []

Berita terkait
Peluang Dewas KPK Dipilih Selain Jokowi
Pemilihan nama yang bakal menjabat sebagai Dewas KPK merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Namun, ada peluang lain terkait penunjukan tersebut
Lantik Prabowo Jadi Menhan, Jokowi 'Kubur' Kasus HAM
Koordinator KontraS, Yati Andriyani mengkritik langkah Presiden RI Jokowi yang melantik Prabowo jadi Menteri Pertahanan (Menhan), lupa dengan HAM.
Hari Antikorupsi, PKS: Jokowi Utang Perpu KPK
Di Hari Antikorupsi Sedunia, politikus PKS Mardani Ali Sera menilai Presiden Jokowi memiliki utang yang belum dibayar yaitu penerbitan Perpu KPK.
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan