Rusia Andalkan China Hadapi Dampak Sanksi Barat

Moskow menyebut hampir setengah dari cadangan emas dan mata uang asingnya dibekukan sebagai buntut atas penerapan sanksi tersebut
Presiden Rusia, Vladimir Putin, berjabat tangan dengan Presiden China, Xi Jinping, selama pertemuan mereka di sela-sela KTT BRICS, di Brasilia, Brasil, 13 November 2019 (Foto: voaindonesia.com - Sputnik/Ramil Sitdikov/Kremlin via REUTERS)

Jakarta – Rusia, pada hari Minggu, 13 Maret 2022, mengatakan mereka mengandalkan China untuk membantunya menghadapi pukulan terhadap perekonomiannya akibat serentetan sanksi negara-negara Barat. Moskow menyebut hampir setengah dari cadangan emas dan mata uang asingnya dibekukan sebagai buntut atas penerapan sanksi tersebut.

“Kami memiliki sebagian cadangan emas dan valuta asing dalam bentuk mata uang China, yuan. Dan kami melihat tekanan apa yang diberikan oleh negara-negara Barat pada China untuk membatasi perdagangan (kami.red) dengan China. Tentu saja, ada tekanan untuk membatasi akses ke cadangan itu," kata Menteri Keuangan Anton Siluanov.

"Namun saya pikir kemitraan kami dengan China masih akan memungkinkan kami untuk mempertahankan kerja sama yang telah kami capai. Dan tidak hanya mempertahankan, tetapi juga meningkatkannya ke lingkungan di mana pasar Barat ditutup,” tegasnya.

Negara-negara Barat telah memberlakukan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada perusahaan dan sistem keuangan Rusia sejak keputusan Moskow untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Rusia menyebut invasi tersebut sebagai operasi militer khusus.

Komentar Siluanov dalam sebuah wawancara TV itu menandai pernyataan paling jelas dari Moskow bahwa pihaknya akan mencari bantuan dari China untuk meredam dampak sanksi-sanksi Barat.

Rusia dan Beijing telah mempererat kerja sama dalam beberapa waktu terakhir karena mereka berada di bawah tekanan Barat terkait hak asasi manusia dan sejumlah masalah lainnya.

xi dan putin di kremlinPresiden China, Xi Jinping, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, di Kremlin di Moskow, Rusia, 5 Juni 2019 (Foto: voaindonesia.com - Maxim Shipenkov via Reuters)

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping bertemu di Beijing pada 4 Februari dan mengumumkan kemitraan strategis. Mereka mengatakan kerja sama itu sebagai persahabatan tanpa batas dan bertujuan untuk melawan pengaruh Amerika Serikat.

Sanksi terhadap cadangan Rusia telah menjadi salah satu tindakan paling menyakitkan bagi perekonomian negara tersebut.

Sebulan yang lalu, Siluanov mengatakan Rusia akan mampu menahan sanksi negara-negara Barat berkat cadangannya yang melimpah. Rusia bahkan mempertimbangkan untuk menawarkan obligasi Euro (Eurobonds) kepada investor asing begitu volatilitas pasar mereda.

Namun, pada Minggu, 13 Maret 2022, dia mengatakan sanksi telah membekukan sekitar 300 miliar dolar AS dari 640 miliar dolar AS yang dimiliki Rusia dalam bentuk cadangan emas dan valas.

Siluanov juga mengatakan Rusia akan memenuhi kewajiban utang negaranya dan akan membayar dalam bentuk mata uang rubel kepada para kreditur sampai cadangan negara dicairkan (ah/rs)/Reuters/voaindonesia.com. []

Pinjaman untuk Rusia dan Belarus Dihentikan Bank Dukungan China

Rusia Selalu Dukung China dalam Sengketa dengan Negara Ketiga

Kontroversi Invasi Rusia ke Ukraina di Media Sosial China

Media Massa China Tidak Liput Berita yang Tak Untungkan Rusia

Berita terkait
Rusia dan Ukriana Optimistis Segera Capai Kesepakatan
Pejabat AS mengatakan bahwa Moskow telah meminta peralatan militer kepada Beijing sejak menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu
0
Anak Elon Musk Mau Mengganti Nama
Anak CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, telah mengajukan permintaan untuk mengubah namanya sesuai dengan identitas gender barunya