Rumah Sri Mulyani di Semarang Digusur Satpol PP

Puluhan warga hanya bisa berteriak histeris kala alat berat merambah bangunan di Semarang
Sejumlah perabot rumah tangga tergeletak begitu saja di tengah upaya paksa penggusuran rumah di Semarang, Kamis 9 Mei 2019. (Foto: tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang - Puluhan warga hanya bisa berteriak histeris kala alat berat merambah bangunan di RT 5 RW 16 Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kota Semarang, Jawa Tengah. Derai tangis, bahkan sejumlah emak-emak langsung jatuh pingsan.

Kamis 9 Mei 2019 sekira pukul 08.00 WIB, menjadi hari yang tak terlupakan bagi warga. Terhitung sejak pagi itu, lebih dari 100 warga yang menghuni 97 bangunan harus kehilangan tempat tinggal dan usaha.

Bukan tanpa alasan Satpol PP dan aparat terkait melakukan upaya paksa penertiban. Bangunan warga berada di bantaran Sungai Banjar Kanal Timur (BKT) sehingga keberadaannnya dinilai tak memenuhi ketentuan. Apalagi saat ini Sungai BKT dalam proses normalisasi.

Penertiban hunian warga itu tak lancar bahkan mengarah ricuh. Warga berusaha mempertahankan rumah tinggal dan tempat usahanya sehingga aksi saling dorong dengan ratusan petugas tak terelakkan.

Karena kalah jumlah, warga berusaha menghadang dua unit alat berat. Itu pun tidak menyurutkan langkah operator eksavator. Hingga warga terpaksa merelakan rumahnya dirobohkan.

Sumpah serapah, makian akhirnya terlontar. Adalah Sri Mulyani (41) salah satu warga yang sudah berumah tinggal sekitar 10 tahun di bantaran BKT. Berurai air mata ia pun berujar, jika perilaku aparat satpol PP tidak manusiawi, menggusur saat bulan Ramadan.

"Iki poso-poso kok kelakuane koyok ngene (ini puasa kok perilakunya seperti ini). Kalian yang berseragam aparat hidupnya tidak akan mulia," sumpahnya di hadapan petugas Satpol PP.

Umpatan senada juga terlontar dari warga lain. "Wes ben wae mati (sudah lah saja mati), dosane ben kowe kabeh sing nganggo seragam sing nanggung (dosanya biar kalian semua yang pakai seragam menanggung).”

Hingga sore, aparat Satpol PP masih melakukan perataan bangunan liar tersebut. Sementara warga hanya bisa mengambil dan mengamankan benda yang sekiranya masih bermanfaat

Kepala Satpol PP Kota Semarang, Endro PM menyatakan penggusuran terpaksa dilakukan karena bangunan warga melanggar Perda.

"Kami hanya menegakan Perda, sudah sesuai SOP. Dan untuk melanjutkan proyek normalisasi Banjir Kanal Timur," kata Endro.

Camat Semarang Utara, Aniceto Magno Dan Silva menambahkan, pihaknya sebenarnya menyesal harus melakukan eksekusi di bulan puasa. Namun hal itu terpaksa dilakukan mengingat tidak ada respons positif dari warga.

"Kami terpaksa, karena warga sendiri selalu mengingkari mediasi, bahkan Pemkot sudah memberikan fasilitas pindah di rusunawa," tuturnya.

Selain fasilitasi ke Rusunawa Kudu dan rusunawa lain secara gratis, pemerintah juga sudah menyiapkan dana bantuan. Satu kepala keluarga (KK) mendapatkan bantuan Rp 1,5 juta dan sudah ada 30 KK mengambil.

“Sisa warga yang belum ambil bantuan, sudah kami lakukan mediasi selama satu tahun, tapi tidak ada hasil. Terpaksa kami eksekusi," pungkas camat yang akrab disapa Moe ini. []

Baca juga:

Berita terkait