Rumah Koran Jamaluddin Cerdaskan Anak Petani di Gowa

Bangunan di kawasan pertanian Gowa, Sulawesi Selatan, itu berlantaikan tanah dengan dinding berlapis kertas koran.
Pengunjung Rumah Koran sedang membaca buku di Desa Kanreapia, di kaki Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Gowa - Bangunan berlantaikan tanah itu luasnya enam kali sepuluh meter dengan dinding berlapis kertas koran. Maka dinamakan Rumah Koran. Tempat khusus untuk belajar membaca dan menulis bagi anak-anak petani di Desa Kanreapia di kaki Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 78 kilometer dari Kota Makassar.

Adalah Jamaluddin, laki-laki kelahiran 20 Agustus 1988 di balik Rumah Koran itu. Ia seorang Sarjana Bahasa Indonesia dari Universitas Bosowa. Suami dari perempuan bernama Diana. Ayah dari seorang anak perempuan bernama Arsyana Rezkiana.

Jamaludin akrab disapa Jamal tidak bisa tidur melihat banyak anak terbelakang di sekelilingnya. Sejak lama ia mengamati banyak warga di daerahnya tidak terlalu mementingkan pendidikan. Hingga banyak anak putus sekolah dan meningkatnya angka pernikahan dini.

“Masyarakat di Desa Kanreapia ini dulu banyak warga yang masuk dalam kategori buta aksara. Maka dengan melihat persoalan-persoalan itu, ketika selesai menamatkan magister ilmu manajemen pada 2014 saya bertekad pulang untuk membantu mencari solusi mengurangi buta aksara di daerah saya,” kata Jamal kepada Tagar, Minggu, 22 Desember 2019.

Setelah memutuskan kembali ke daerahnya, Jamal kemudian meminta izin kepada orang tua untuk mengambil alih kandang bebek yang sudah lama tidak terpakai untuk disulap menjadi rumah pembelajaran kepada warga.

“Awalnya Rumah Koran ini adalah kandang bebek milik orang tua saya, tapi karena pada saat itu bebeknya sedang habis, akhirnya saya minta kepada orang tua untuk dijadikan wadah belajar bagi petani,” ujarnya.

Saya bertekad pulang untuk mencari solusi mengurangi buta aksara.

Rumah KoranJamaluddin, penggagas Rumah Koran di Desa Kanreapia di kaki Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Ubah Pola Pikir Warga

Setelah diberikan kandang bebek oleh orang tuanya, Jamal dibantu istri tercinta, beserta keluarga dan beberapa pemuda yang juga peduli dengan pendidikan, melakukan renovasi kandang bebek menjadi Rumah Koran. Tidak butuh waktu lama, proses renovasi berlangsung sepekan dengan biaya sedikit karena memanfaatkan barang-barang bekas yang ada di sekitar.

“Bahan utama yang kita pakai yakni koran, itupun koran kami dapatkan secara percuma dari kantor desa, sekolah, dan bantuan beberapa teman komunitas,” ujar Jamal.

Ia menceritakan waktu awal Rumah Koran dibangun, respons masyarakat sangat baik. Ketika ada yang mengirim banyak koran bekas, mereka secara sukarela datang membantu untuk menempel koran dan membersihkan Rumah Koran yang kelak akan digunakan bersama.

Anak- anak di Desa Kanreapia, kata Jamal, sejak dahulu kala kebanyakan hanya bisa sekolah sampai tingkat dasar atau menengah pertama. Setelahnya putus sekolah. Putus sekolah bukan karena terhalang biaya atau jarak yang jauh. Mereka berhenti sekolah untuk bekerja di sawah atau kebun. Menjadi petani dapat penghasilan tinggi. Sehingga pola pikir yang tertanam adalah buat apa sekolah tinggi, ujungnya juga cari duit.

“Kami ingin ada perubahan pola pikir dari masyarakat khususnya petani, bahwa pendidikan itu penting dan petani juga harus sekolah,” tuturnya.

Rumah KoranPara ibu mengajak anaknya membaca buku di Rumah Koran yang digagas oleh Jamalauddin di Desa Kanreapia di kaki Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Setelah beberapa tahun berproses, Jamal melihat saat ini para orang tua di desanya menyadari pentingnya pendidikan bagi anak. Tidak hanya itu, mereka yang sudah tidak muda lagi juga memiliki semangat yang sama untuk belajar membaca agar tidak selamanya menyandang predikat buta huruf.

“Tetapi perubahan itu bukan saja karena Rumah Koran, tetapi karena semua unsur yang berperan aktif. Artinya isu pendidikan di mana-mana mulai terdengar, dan kegiatan belajar juga sudah meningkat,” ujar Jamal.

Karena Rumah Koran hanya wadah belajar, kata Jamal, ia terus berupaya mengajak masyarakat untuk gemar membaca. "Jadi gerakan kami namanya gerakan cerdas anak petani, tidak berfokus ke buta aksara, tetapi ke literasi.”

Berkat inovasi Jamaluddin, saat ini bisa dikatakan kesadaran warga akan pendidikan sudah berubah. “Secara angka, kami belum bisa sebutkan berapa yang terbebas buta huruf melalui Rumah Koran. Tetapi secara perilaku ingin belajar sangat jelas terlihat, jadi lebih ke pola pikir bahwa pendidikan itu penting.”

Jamaluddin menyebut Rumah Koran yang didirikannya ini adalah metode baru dari rumah baca yang sudah ada. Metode Rumah Koran juga belajar di alam, seperti membaca buku di sungai, gunung, dan kebun. “Buku nomor dua. Kenapa lebih fokus koran karena menurut kami koran merupakan sumber bacaan dan sumber informasi yang mudah dan tuntas dibaca.”

Rumah KoranPengunjung berpose di Rumah Koran yang digagas Jamaluddin di Desa Kanreapia di kaki Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Semua Kalangan Bisa Belajar

Kebahagiaan Jamal yang sederhana adalah melihat semua orang di desanya mau belajar dengan perasaan senang. “Semua kalangan muda hingga lainjut usia bisa datang di Rumah Koran. Siapa pun yang ingin belajar boleh datang ke Rumah Koran.” Ia tidak pernah mewajibkan atau memaksa orang datang ke Rumah Koran. Dengan caranya, Jamal menumbuhkan kesadaran belajar.

Jamal menceritakan, di Desa Kanreapia 100 persen warganya merupakan petani. Meski ada yang memiliki profesi di luar itu tapi pada dasarnya mereka memiliki lahan pertanian. Umumnya mereka petani sayuran seperti sayur kol, kentang, sawi, daun sup, daun bawang, dan lainnya.

Para petani segala usia dan anak-anaknya di Rumah Koran tidak sekadar belajar membaca, tapi juga diajarkan mengeja, mengaji, belajar menjadi jurnalis warga. Juga digelar diskusi pertanian, sekali dalam sepekan.

Rumah KoranJamaluddin, penggagas Rumah Koran di Desa Kanreapia di kaki Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Dari Rumah Koran Melahirkan Kampung Sayur

Pria peraih penghargaan Satu Indonesia Awards pada 2017 ini menyebutkan dari Rumah Koran saat ini berkembang menjadi lokasi studi pertanian dan lokasi kemah literasi. “Dari Rumah Koran berkembang dan melahirkan ide yaitu identitas Daerah Domisili Rumah Koran menjadi Kampung sayur. Ini program Rumah Koran untuk memperkenalkan daerah dataran tinggi Kabupaten Gowa sebagai penghasil sayur.”

Kampung sayur dikonsep sebagai tujuan wisata untuk meningkatkan pendapatan petani lokal. Di sini wisatawan bisa memetik sendiri, sayur yang diinginkan. “Rumah warga akan menjadi homestay. Lokasi pertanian dijadikan sebagai tempat wisata, mengajak orang kota datang ke desa untuk melihat pertanian, ber-selfie dan membuat kegiatan."

Jamaluddin berpikir jauh ke depan, mengenalkan teknologi kepada masyarakat petani. Agar para petani menjual sayur secara online. “Kami berencana punya aplikasi sendiri bernama Sayurkhu.” []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Belajar Cinta pada Riyanto, Banser Korban Bom Natal
Riyanto seorang Banser NU mengajarkan cinta yang sesungguhnya. 19 tahun berlalu sejak gugur memeluk bom saat menjaga gereja, namanya terus abadi.
Tisu Eceng Gondok Pelajar Makassar Terbang ke Korea
Tiga pelajar Makassar membuat inovasi tisu berbahan eceng gondok. Inovasinya ini akan dilombakan bertaraf internasional di Korea.
Transformasi Tabek, Revolusi Tanpa Kata
Tabek nama kampung di Nagari Talang Babungo, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumbar. Sejak disentuh KBA, namanya kini bahkan menduia.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.