Roro Ajak Dunia Gotong Royong Wujudkan Sustainability

Dyah Roro menjadi perwakilan dari Kaukus Ekonomi Hijau DPR, berbicara seputar renewable energy dan implementasinya di Indonesia.
Dyah Roro Esti Bicara Sustainability di United Nations 7th Asia Pacific Forum on Sustainable Development. Foto: Dokumen Roro Esti)

Pematangsiantar - Anggota Komisi VII DPR Dyah Roro Esti menjadi salah satu pembicara dalam webinar 7th Asia Pacific Forum on Sustainable Development (APFSD) dengan tema: Enhancing power grid connectivity to achieve affordable and clean energy for all pada Rabu, 8 April 2020.

Roro menjadi perwakilan dari Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI yang berbicara seputar renewable energy (energi baru terbarukan) dan implementasinya di Indonesia. 

Dia juga turut berbagi pengetahuan dan menambahkan gagasan-gagasan yang bisa diakomodir dalam implementasi renewable energy. 

Agenda Pengembangan Berkelanjutan Asia Pasifik 2030 merupakan sebuah bentuk kolaborasi dari negara negara Asia Pasifik, di mana implementasi dari agenda ini, tersusun dalam sebuah Regional Road Map. Sektor energi merupakan salah satu area yang menjadi prioritas dari implementasi agenda ini. 

Salah satu fokus dalam pengembangan sektor energi, yaitu peningkatan konektivitas power grid, agar terciptanya energi bersih dan terjangkau. Hal ini sejalan dan menjawab SDG nomor 7, yaitu Affordable and Clean Energy.

Politisi Partai Golkar ini menilai, begitu penting dilakukan kolaborasi dan kerja sama dalam skala Nasional, Regional, dan Internasional untuk mencapai tujuan pengembangan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) atau biasa dikenal dengan SDGs. 

Dalam forum virtual ini, Roro menyampaikan progres dan implementasi energi baru terbarukan di Indonesia seperti sumber daya energi yang masih didominasi oleh fossil fuel (56% batu bara, 16% migas), dan porsi EBT masih sekitar 9%, serta target Indonesia untuk menaikkan porsi EBT dalam bauran energi nasional sebanyak 23% pada tahun 2025. Kemudian rasio elektrifikasi di Indonesia yang kini berada pada angka 99,8%. 

Anggota DPR kalangan milenial ini menyampaikan beberapa tantangan yang mungkin muncul dalam pengembangan inter-konektivitas power grid, berdasarkan pengalaman di Indonesia, yaitu: isu-isu teknis yang diakibatkan oleh kerusakan transmisi. 

Contohnya, pada tanggal 4 hingga 5 Agustus 2019, di Indonesia mengalami pemadaman listrik terpanjang dan hal ini memengaruhi kegiatan jutaan masyarakat. 

Jika implementasi konektivitas power grid di Asia Pasifik sudah berjalan, masalah seperti ini bisa saja terjadi dan akan mengakibatkan gangguan tidak hanya satu negara penyedia listrik, tetapi negara negara lain yang bergantung pada sistem listrik tersebut. 

Adapun tantangan lain yang mungkin muncul, kata Roro, yaitu tantangan politik, seperti dalam hal persetujuan bilateral dan negosiasi, yang mungkin akan memakan banyak waktu, infrastruktur, dan juga finansial. 

Tantangan berikutnya ada pada pricing mechanism atau mekanisme penetapan harga energi yang berbeda beda mekanismenya. Misal, penetapan harga di negara A memberikan subsidi pada energi fosil, sementara di negara B tidak demikian. 

Contoh lainnya yakni, di negara A terdapat adanya perbedaan penetapan harga energi pada siang dan malam, sementara di negara B harga energi tetap sama selama 24 jam.

Perlu ada mekanisme penetapan harga yang baku yang mendukung terwujudnya sustainability. Lantas Roro memberikan beberapa gagasan realistis dan visioner. Dia mengimbau dalam hal peningkatan konektivitas power grid, harus juga berlandaskan low carbon emission, di mana peran EBT harus dibuat seoptimal mungkin. Peningkatan konektivitas power grid, kata dia, perlu didukung dengan adanya transfer knowledge.

Dia menambahkan, setiap negara memiliki kemampuan dan keterbatasan tersendiri dalam melakukan pengembangan EBT. Hal ini sangat bergantung akan banyak faktor, seperti faktor geografis, politik, finansial, infrastruktur, dan lain-lain. 

Oleh karena itu, negara-negara lain telah unggul dalam melakukan implementasi EBT, dapat menjadi contoh dan berperan dalam alih pengetahuan (transfer knowledge), sehingga pengembangan EBT dan tantangan konektivitas bisa terselesaikan. 

Menurutnya, isu pengembangan EBT dan peningkatan konektivitas power grid ini juga perlu didukung oleh pihak-pihak yang berperan dalam ranah politik, sebagai pembuat kebijakan, dalam mendesain kebijakan-kebijakan yang akan mempengaruhi skala regional Asia Pasifik. 

Dia juga mendorong negara APAC lainnya untuk meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement) dimana saat ini, baru 39 negara dari total 56 negara APAC yang meratifikasi perjanjian internasional ini. 

Pada forum itu disampaikannya, bahwa sebagai langkah nyata dukungan Indonesia dalam mewujudkan sustainability, saat ini Indonesia pun tengah fokus untuk membentuk Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (UU EBT) untuk dapat disahkan sebagai kebijakan resmi di Indonesia.

Selanjutnya dengan sebuah imbauan pada seluruh peserta dari berbagai elemen yang hadir, untuk bersama mendukung energi yang ramah lingkungan di masa depan dalam mewujudkan sustainability untuk dunia yang lebih baik. 

Di hadapan para peserta, Roro mengaku bangga memakai istilah “gotong royong” di hadapan semua partisipan rapat dari berbagai negara, untuk mengajak semua pihak bekerja sama menuju masa depan yang lebih cerah dengan energi yang ramah lingkungan.  

Adapun pembicara lainnya yaitu Michael Williamson dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Economics and Social Committee Asia and the Pacific (UN ESCAP), Jahangir Masm, dari Coastal Development Partnership, Xunpeng (Roc) Shi, dari Australia-China Research Institute, mewakili divisi akademik, Patana Sangsiroujana, dari EGAT, mewakili divisi bisnis. Acara ini dimoderatori oleh David Ferrari, Economic Policy Officer, dari UN ESCAP mewakili divisi energi. []

Berita terkait
Dyah Roro, Sempat Ditolak Kerja Hingga Jadi Anggota DPR
Dyah Roro Esti Widya Putri disorot publik setelah menjadi salah satu anggota DPR milenial periode 2019-2024.
Corona, Prancis Resesi Ekonomi Terparah Sejak 1945
Pandemi virus corona Covid-19 membuat banyak sektor usaha di Prancis yang terpapar, sehingga negara itu masuk ke resesi ekonomi.
Bersatu Solusi Atasi Covid-19 dan Resesi Ekonomi
Pandemi virus corona Covid-19 baru awal dari sebuah krisis, setelah itu akan berlanjut dengan resesi ekonomi.