Jakarta - Habib Rizieq Shihab (HRS) diketahui telah mengumumkan sejak jauh hari dari Arab Saudi mengenai safari kegiatan yang dilakukannya begitu tiba di Indonesia. Namun, pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md justru memperbolehkan para simpatisan menjemput Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu di Bandara Soekarno-Hatta.
Selanjutnya, pemerintah juga kendor, meski sudah mengetahui betul ada beberapa agenda Rizieq Shihab yang berpotensi menjadi magnet kerumunan massa seperti di Tebet, Jakarta Selatan, Megamendung, Jawa Barat dan Petamburan, Jakarta Pusat. Padahal, pandemi Covid-19 di negeri ini belum teratasi.
Hal inilah yang kemudian menjadi legitimasi pembenaran bagi pemerintah kalau HRS masih tetap melanggar hukum.
"Saya pikir memang saat itu ada memang ada semacam tes politik dari pemerintah pada HRS dan pengikutnya," kata peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati kepada Tagar, Minggu, 13 Desember 2020.
Baca juga: Simpatisan Rizieq Shihab di Ciamis Tawarkan Diri Masuk Penjara
Menurut dia, tes politik itu semestinya disadari betul oleh pentolan FPI beserta para simpatisannya, yang dalam konteks ini mereka bisa dibilang kadung 'kejeblos dalam jebakan'. Sebab, semua hal tentu memiliki konsekuensi hukum, terlebih ada aturan tambahan di tengah pandemi ini.
"Apabila HRS memang patuh pada aturan kesehatan, maka beliau cukup datang tanpa perlu dikawal banyak orang. Hal inilah yang kemudian menjadi legitimasi pembenaran bagi pemerintah kalau HRS masih tetap melanggar hukum," tuturnya.
Dalam analisa Wasis, pemerintah tidak pernah takut dengan tindak-tanduk Rizieq Shihab selama berada di Indonesia, hanya perlu melakukan penyesuaian saja terhadap sepak terjang FPI beserta Imam Besar-nya.
"Saya pikir pemerintah tidak takut, hanya perlu mencari justifikasi politik di mata publik bahwa HRS dan FPI ini perlu dimonitoring," tuturnya.
Baca juga: Rizieq Shihab Tersandung Hukum, Mardani: Pendekatan Arogansi
Seperti diketahui, polisi resmi melakukan penahanan terhadap Muhammad Rizieq Shihab pada Minggu dini hari, 13 Desember 2020. Penahanan dilakukan usai pentolan FPI itu menjalani pemeriksaan lebih dari 12 jam oleh penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus penghasutan pelanggaran protokol kesehatan di DKI Jakarta.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyebutkan, setidaknya terdapat dua alasan mengapa polisi menahan Rizieq Shihab. Pertama ialah alasan objektif dan kedua adalah alasan subyektif.
Argo menjelaskan, alasan objektif karena tokoh FPI itu berstatus tersangka dengan ancaman hukuman pidana penjara di atas lima tahun. Sedangkan alasan subjektif, agar yang bersangkutan tidak melarikan diri.
"Serta tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Minggu dini hari, 13 Desember 2020. [] (Magang/Victor Jo)