Revisi UU Potensial Gerus Independensi Bank Sentral

Rencana amandemen Undang-Undang Bank Indonesia dikhawatirkan bakal mengurangi ketegasan bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kiri), didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kiri), Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kedua kanan) dan Rosmaya Hadi di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (2/3/2020). (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso/ama)

Jakarta – Rencana pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akan melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) mengundang keprihatinan dari sejumlah kalangan.

Pasalnya, pembaharuan terhadap beleid tersebut dikhawatirkan akan mengurangi sisi independensi bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan sebaiknya pemerintah tidak turut terlibat pada kebijakan strategis BI guna menghindari konflik kepentingan dalam sistem keuangan nasional.

“Jelas sekali bahwa kebijakan moneter [BI] tidak boleh dicampuri dengan kebijakan fiskal [APBN]. Silakan saja misalnya fiskal defisit, itu terserah anda [pemerintah], BI hanya membantu likuiditas di pasar,” ujarnya dalam sebuah webinar baru-baru ini.

Anthony menambahkan, memang benar harus ada kesinambungan kebijakan antara BI dan pemerintah. Meski demikian, masing-masing pihak harus saling menghormati wilayah kerja serta tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga.

“Contohnya seperti Amerika. Saat Presiden Trump meminta The Feds [bank sentra AS] untuk menurunkan suku bunga hingga 0 persen, The Feds menolak karena kewibawaan bank sentral terjaga. Pemerintah tidak bisa serta-merta melakukan intervensi kebijakan terhadap bank sentral,” tegasnya.

Senada, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati kurang setuju apabila pemerintah terlalu berperan terhadap keputusan yang dibuat Bank Indonesia. Menurut dia, peran berlebih negara dalam BI bisa menjadi boomerang bagi stabilitas sistem keuangan di Tanah Air.

Salah satu yang dia soroti adalah soal isu permintaan cetak uang kepada bank sentral guna membiayai penanggulangan dampak pandemi di dalam negeri.

“Kalo misalnya cara yang digunakan adalah dengan mencetak uang, maka ini akan berbahaya sekali karena tingkat inflasi akan melonjak tinggi akibat terlalu banyak uang yang beredar di masyarakat,” tuturnya kepada Tagar belum lama ini.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melalui laman resmi pada pekan lalu memberikan penjelasan terkait dengan sinergi yang tengah dibangun dengan Bank Indonesia. 

Kata dia, pemerintah dan BI tengah menjalankan dua jenis burden sharing guna menghadapi situasi dan kondisi luar biasa (extraordinary) akibat Covid-19.

“Pertama, pemerintah dan BI bersepakat membagi beban untuk belanja bidang kesehatan, bantuan sosial, belanja mendukung pemulihan daerah dan sektoral,” ungkapnya.

“Belanja ini akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara [SBN] yang tidak melalui lelang pasar, namun langsung dibeli oleh BI [melalui skema private placement] dengan beban bunga pemerintah adalah 0 persen. Mekanisme extraordinary ini adalah untuk situasi luar biasa dan hanya dilakukan satu kali saja yaitu tahun 2020,” sambung Sri Mulyani.

Adapun, jenis burden sharing yang kedua merupakan bentuk kebijakan yang berifat adaptif dalam aktivitas jual-beli SBN dalam pasar keuangan.

“Jenis kedua difokuskan dengan peran bank sentral yang bertindak sebagai pembeli siaga atau stand by buyer dalam lelang SBN melalui pasar perdana,” ucapnya.

Menkeu sendiri menyebut bahwa inisiasi revisi UU Bank Indonesia berasal dari DPR.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh redaksi, salah satu materi revisi dalam UU disebutkan bahwa akan dibentuk dewan moneter yang berfungsi sebagai penentu kebijakan bank sentral. Nantinya, dewan moneter tersebut akan terdiri dari lima unsur, yakni Menteri Keuangan (sebagai koordinator), Gubernur Bank Indonesia, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, satu menteri bidang perekonomian, dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan.

Berita terkait
Pakar Usul Bank Indonesia Berlakukan Suku Bunga 0%
Kebijakan angka suku bunga dipercaya dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi, khsusunya dalam situasi sulit seperti saat ini
Menkeu Tanggapi Isu Cetak Uang ala Burden Sharing
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan resmi terkait dengan polemik burden sharing Bank Indonesia
Survei Konsumen Bank Indonesia: IKK Agustus Naik
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2020 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terus membaik.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.