Rencana FPI Sweeping Orang India, Mencoreng Islam

Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai rencana sweeping FPI, PA 212, dan GNPF-Ulama ke WN India di Indonesia mencoreng Islam
Demonstrasi massa gabungan PA 212 dan FPI di depan Kedutaan Besar India di Kuningan, Jakarta, Jumat, 6 Maret 2020. (Foto: Tagar/R. Fathan)

Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai rencana Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212, untuk melakukan sweeping ke warga India yang tinggal di Indonesia menjadi suatu tindakan yang dapat mencoreng wajah Islam.

"Janganlah melakukan sweeping-sweeping, karena itu akan merugikan dan mencoreng nama baik dari pada Indonesia dan Islam sendiri," kata Ujang kepada Tagar, Kamis, 12 Maret 2020.

Baca juga: FPI dan PA 212 Ancam Usir Orang India dari Indonesia

Dia menekankan segala macam tindakan berupa ancaman kekerasan seperti aksi sweeping, tidak akan menyelesaikan pertikaian berdarah antara pemeluk agama Hindu-Islam di India, malah menambah runyam persoalan di Tanah Air.

Pada demonstrasi 6 Maret 2020 di depan Kedutaan Besar India, PA 212 bahkan sempat mengancam bakal menutup usaha perusahaan produksi film milik Raam Punjabi.

Baca juga: Demo di Kedubes India, PA 212 Ancam Raam Punjabi

"Janganlah melakukan tindakan-tindakan dengan cara-cara kekerasan terhadap orang lain," katanya.

Ancaman itu terlontar sebagai bentuk peringatan FPI dan ormas Islam lainnya ditujukan kepada Kedutaan Besar India untuk Indonesia, agar merespons merespons secepatnya permintaan mereka. Apabila tidak disambut, maka bakal ada aksi berjilid-jilid dalam isu yang sama.

Baca juga: PA 212 Bakal Demo Berjilid-jilid Kepung Dubes India

Janganlah melakukan sweeping-sweeping itu. Karena itu akan merugikan dan mencoreng nama baik dari pada Indonesia dan Islam sendiri.

Fpi dan pa 212Massa FPI dan PA 212 membakar bendera India karena tidak dipertemukan dengan perwakilan dari Kedutaan Besar India. (foto: Tagar/R. Fathan).

Dalam aksi demo tersebut, FPI, GNPF-U, dan PA 212 juga sempat melakukan aksi pembakaran bendera India. Hal itu malahan menyulut emosi Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat. Dia menilai ketiga ormas tersebut sebagai kelompok ekstremis.

Ujang mengaku sangat menyayangkan tindakan pembakaran bendera India. "Harusnya demonstrasi boleh. Tapi tidak boleh juga membakar atribut-atribut yang menjadi simbol dari pada negara itu," kata dia.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini, aksi pembakaran bendera India merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan proses demokrasi di Indonesia. 

Dia menegaskan, siapapun pihak yang terlibat dalam tindakan pembakan bendera India harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

"Artinya memang tindakan yang bertentangan dengan proses demokrasi ya tidak boleh, harus ditindak. Kalau itu harus ditindak. Soal demonya, silakan. Tapi soal persoalan kriminalnya ya harus dihukum," ujarnya. 

Seperti diketahui, undang-undang (UU) Kewarganegaraan yang disahkan parlemen India pada Desember 2019 menyulut pertikaian berdarah antara pemeluk agama Hindu-Islam di New Delhi, India.

UU tersebut berisi semua imigran yang rata-rata berasal dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh dapat memeroleh status kewarganegaraan India. Namun, keistimewaan itu tidak berlaku jika imigran tersebut memeluk agama Islam. []

Berita terkait
Dubes India Sebut FPI Ekstremis, PSI Ungkit Anies
Politikus PSI Guntur Romli menyamakan Dubes India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal FPI ektrimis.
Alasan Dubes India Tak Ingin Temui FPI dan PA 212
Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat mengaku kecewa dengan mereka lantaran membakar bendera India.
Dubes India Anggap FPI dan PA 212 Kelompok Ekstremis
Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat menilai FPI, PA 212, GNPF-U masuk dalam kategori kelompok ekstremis.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.