Rasa dan Ketelitian Dalam Secangkir Kopi Bantaeng

Unuk mendapatkan rasa kopi yang nikmat, dibutuhkan perasaan dan ketelitian, khususnya dalam proses sangrai atau roasting dan penyeduhan.
Aco Nuh, pemilik dan pengelola brand Turaya Coffee sebagai ikon dari Kopi Bantaeng, sedang menunjukkan cara menyeduh kopi, 7 Agustus 2020 (Foto:Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Wangi aroma kopi menyambut kedatangan pengunjung sentra pengolahan kopi di Banyorang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Jumat, 7 Agustus 2020.

Aroma khas kopi yang sedikit asam bukan satu-satunya penyambut di lokasi itu. Butiran-butiran biji kopi berwarna cokelat kehitaman yang dijemur tepat di depan pintu masuk, seperti menjadi pendamping wanginya.

Sepertinya cukup lengkap jika ingin menikmati segala sesuatu tentang kopi Bantaeng di tempat itu, tentu saja selain pohon dan proses pemanenan.

Di dalam ruangan, seorang pemuda terlihat dikelilingi oleh beberapa orang lainnya, Pemuda itu menjelaskan proses pengolahan kopi, mulai seusai proses penjemuran, penggorengan sangrai atau roasting, hingga proses penyajian.

Dia lalu menuangkan kopi yang sudah diseduh ke dalam cangkir yang bagian atasnya sudah dipasangi semacam penyaring. Proses itu adalah salah satu cara menyeduh kopi secara manual selain kopi tubruk.

Pria muda itu bernama Aco Nuh, 31 tahun. Dia adalah mentor dari beberapa mahasiswa yang sedang magang di tempat itu. Aco sekaligus merupakan pemilik dan pengelola salah satu brand kopi di Kabupaten Bantaeng, yakni Turaya Coffee.

Bukan Sekadar Minuman

Aco banyak bercerita perihal kopi dan kearifan lokal warga setempat. Menurutnya kopi bukan sekadar minuman pendamping saat berdiskusi. Nilai kopi lebih dari sekadar benda yang dihabiskan lalu terbuang dan menyisakan ampasnya.

Katanya, sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda, kopi Bantaeng sudah begitu terkenal. Kopi khas yang tumbuh di dataran tinggi Butta Toa ini kerap dijadikan buah tangan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal itu kian membudaya dengan menjadi satu bentuk komunikasi non verbal. Jalinan silaturrahmi yang kuat muncul dari sekantong kopi.

Silaturahmi terjalin, karena setiap mengakhiri pembicaraan, pas mau pulang, kopi selalu diberikan dalam kantongan, jadi yah silaturrahmi terbangun di sana.

Kehadiran para mahasiswa di dapurnya diharapkan mampu menciptakan sebuah inovasi baru yang bisa mendorong kemajuan perindustrian khususnya industri kopi yang dikelola Industri kecil Menengah (IKM) Bantaeng.

Aco mengaku ke depannya, akan terus mendampingi mahasiswa magang di situ, dan sebelum masa praktik industri berakhir, ia berharap mereka kembali tidak dengan tangan kosong.

"Selain berbagi perihal kopi secara umum, saya mengajak teman-teman mahasiswa untuk mengenal lebih jauh agar mampu menciptakan sesuatu yang baru. Kalau secara teknis kan sebenarnya mudah karena banyak sumber informasi, tapi esensi sebuah kopi itu adalah komunikasi verbal yang berasal dari hati," kata Aco.

Cerita Kopi Bantaeng 2Kopi Turaya, salah satu brand kopi yang diproduksi di sentra pengolahan kopi Bantaeng. (Foto:Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Sementara, salah satu mahasiswa magang, Emi Mastura, 21 tahun, mahasiswi program pendidikan teknologi pertanian fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, mengaku bahwa sebelumnya pengetahuannya tentang kopi sangat awam.

Sebelumnya, Emi bukanlah seseorang yang senantiasa menghabiskan waktu dengan menyeruput kopi, apalagi menikmati setiap teguk dari minuman berwarna gelap tersebut.

Bahkan, bisa dikatakan bahwa dia adalah orang yang antikopi, sebab jangankan secangkir kopi, sesendok air seduhan kopi pun enggan melalui tenggorokannya.

Baginya, kopi hanya sekadar minuman biasa yang disajikan untuk kelompok orang-orang tertentu. Bapak-bapak, orang tua, kalangan pemuda dan beberapa perempuan yang suka minum kopi.

Begitu pun dalam meracik. Secangkir kopi seduh selama ini hanya dikenalnya sebagai olahan sederhana. Cukup dengan sesendok bubuk kopi yang kemudian diseduh air panas lalu ditambahkan gula dan jadilah.

Tapi, setelah beberapa waktu belajar tentang kopi di Bantaeng, pandangannya tentang kopi jauh berubah, bahkan cukup drastis.

Gadis yang berasal dari Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan ini, awalnya tak pernah membayangkan akan menginjakkan kaki di Kabupaten Bantaeng. Ia bahkan tak mengetahui bahwa kabupaten Bantaeng adalah salah satu daerah yang bisa menghasilkan kopi.

"Kami tertarik setelah mendapat beberapa referensi tentang Kopi Bantaeng, dari dosen, teman dan beberapa referensi diinternet. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan praktik industri di sini," kata Emi

Butuh Ketelitian dan Perasaan

Setelah beberapa pekan yang dilaluinya di sentra pengolahan kopi Bantaeng Emi mulai belajar dan perlahan mengenal sisi lain tentang kopi.

Emi dikenalkan dengan berbagai istilah tentang kopi yang tadinya sangat asing untuknya. Misalnya, biji kopi merah yang disebut cherry, lalu belajar mengenali jenis cherry yang berkualitas dan bermutu.

Emi juga belajar melakukan proses sortir, roasting dan macam-macam cara mengolah, di antaranya mengolah secara natural, washed, semi washed dan hybrid.

Cerita Kopi Bantaeng 3Emi Mastura, Mahasiswa yang melakukan praktik industri di sentra pengolahan kopi Bantaeng (Foto: Tagar/Dok Pribadi Emi)

Dari semua pelajaran dan pengetahuan tentang kopi yang diperolehnya di tempat itu, gadis yang bercita-cita menjadi dosen dan juga pengusaha ini jatuh cinta pada peran roasting atau pembakaran dan barista.

Menurutnya, kedua proses dalam pengolahan biji kopi ini memiliki peranan penting untuk menciptakan rasa kopi yang mantap.

Proses roasting dapat memengaruhi kepekatan rasa kopi, sementara ketelitian dan kejelian barista menyempurnakan rasa.

"Untuk roasting dan belajar tentang barista itu saya sangat suka. Di situ melibatkan ketelitian, jeli dan juga perasaan," tuturnya.

Hal senada diutarakan Irdan Syam. Salah satu mahasiswa magang lainnya. Kata Irdan, setelah berada di lokasi praktik ia menyadari bahwa kopi bukan sebatas seduhan air berwarna hitam dengan sensasi manis pahit.

"Kebetulan kami ketemu sama kak Aco dari brand Turaya Coffee, darinya kami belajar soal kopi dan idealisme dalam secangkir kopi," kata Irdan

Selain melakukan praktik cara meracik kopi, mahasiswa tersebut juga mendapatkan pengetahuan dalam berfilosofi seputar kopi.

Bukan hanya filosofi seputar kopi, Irdan pun jadi tahu bahwa ada beragam jenis kopi yang bisa diolah menjadi minuman.

"Dulu tahunya kopi itu ya minuman biasa ternyata setelah mendalami kopi itu jadi semakin menarik, saya bahkan baru tahu beberapa jenis kopi ada Arabica, Robusta dan khas Bantaeng Kopi Balanda, mengenai tehnik juga, beda tehnik beda sensasinya," ujar Irdan

Irdan dan Emi magang di Kabupaten Bantaeng bersama belasan mahasiswa lainnya sejak 15 Juli lalu. Rencananya mereka akan magang hingga 15 September 2020.

Mahasiswa magang tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Emi dan tujuh orang rekannya praktik di industri kopi Bantaeng. Sedangkan enam orang lainnya berada di industri rumput laut Bantaeng.

Berita terkait
Cerita Seram Penghuni Gaib Asrama Kalokko Bantaeng
Kesaksian orang-orang yang tinggal di sekitar bekas asrama tentara zaman Belanda, Asrama Kalokko di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Secangkir Kopi di Air Terjun Tangse Aceh
Objek wisata air terjung Tangse sepertinya cocok dijadikan sebagai lokasi liburan sambil menikmati secangkir kopi di Kabupaten Pidie, Aceh.
Nuansa Mistis Sampah Purbakala di Aceh Tamiang
Tokoh masyarakat setempat yang ditemui, membenarkan bahwa warga masih memercayai bahwa lokasi Bukit Kerang merupakan tempat yang angker
0
Menkeu AS dan Deputi PM Kanada Bahas Inflasi dan Efek Perang di Ukraina
Yellen bertemu dengan Freeland dan janjikan kerja sama berbagai hal mulai dari sanksi terhadap Rusia hingga peningkatan produksi energi