Raja Jordania II Mengutuk Serangan Teror di Masjid Sinai Utara

Raja Jordania, Abdullah II, menelepon Presiden Mesir, Abdel Fattah As-Sisi, dan mengutuk serangan mematikan itu. Dia menyebut serangan itu perbuatan pengecut.
Raja Jordania, Abdullah II. (Foto:newsmax.com)

Amman, (Tagar 25/11/2017) - Jordania mengutuk serangan teror terhadap satu mesjid di Provinsi Sinai Utara, Mesir, sehingga menewaskan sedikitnya 235 orang, demikian laporan kantor berita resmi negeri itu, Petra.

Raja Jordania, Abdullah II, menelepon Presiden Mesir, Abdel Fattah As-Sisi, dan mengutuk serangan mematikan itu.

Raja Abdullah II menyebut serangan itu perbuatan pengecut dan menyampaikan solidaritas Jordania untuk Mesir. Menteri Negara Urusan Media Jordania, Mohammad Momani, juga mengutuk serangan itu dan menyerukan dilancarkannya lebih banyak upaya memerangi terorisme.

Serangan itu tidak manusiawi dan melanggar semua hukum dengan ditujukan kepada orang yang beribadah tanpa pertahanan, ia menambahkan.

As-Sisi, Jumat, berikrar akan melakukan "tindakan keras" sebagai reaksi atas serangan terhadap satu masjid di Sinai Utara, demikian laporan stasiun televisi negara.

"Militer dan polisi akan membalas syuhada kita dan mengembalikan keamanan serta kestabilan dengan kekuatan dalam waktu dekat," kata As-Sisi dalam pidato yang ditayangkan televisi. Kantor presiden di Mesir telah memerintahkan masa berkabung tiga-hari setelah serangan itu.

Serangan udara Mesir menghantam kendaraan-kendaraan pelaku teror yang terlibat dalam serangan mematikan terhadap satu masjid di Provinsi Sinai Utara dan menewaskan semua orang di dalamnya, kata juru bicara militer Mesir.

"Selain itu, Angkatan Udara menyerang sejumlah tempat persembunyian yang berisi senjata dan amunisi milik para ekstremis," kata Juru Bicara Militer Tamer Ar-Refaay di dalam satu pernyataan pada Jumat malam (24/11).

Presiden Sisi mengatakan "serangan teroris kejam  penuh dosa ini hanya menambah kekuatan, resolusi dan persatuan kita dalam perang melawan terorisme" dan berikrar "kita akan merespons kelompok ekstremis dan teroris minor ini."

Serangan militer tersebut dilancarkan beberapa jam setelah serangan teror pada Jumat siang terhadap satu masjid di desa kecil di Sinai Utara yang menewaskan sedikitnya 235 orang yang sedang beribadah dan melukai 100 orang lagi. Itu merupakan serangan teroris pertama yang menyasar masjid dalam sejarah Mesir modern.

Serangan mematikan terhadap tempat ibadah di Sinai Utara itu menunjukkan tindakan yang membabi-buta, kebingungan dan kelemahan pelaku teror di Mesir.

Diaa Rashwan, Kepala Badan Informasi Mesir dan pemimpin  Al-Ahram Center for Political and Strategic Studies yang berpusat di Kairo, mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa serangan tersebut mencerminkan "awal melemahnya" kelompok-kelompok teroris regional afiliasi ISIS yang mulai menggunakan "sasaran-sasaran lemah" karena kegagalan mereka menghadapi konfrontasi dengan pasukan keamanan.

Serangan teror mulai meningkat di Mesir setelah militer menggulingkan Presiden Mohammed Moursi pada Juli 2013 sebagai reaksi terhadap protes massal terhadap satu tahun pemerintahannya dan hubungannya dengan kelompok Ikhwanul Muslimin.

Sejak itu, kebanyakan serangan dipusatkan di daerah bergolak Sinai Utara dan menewaskan ratusan polisi dan tentara sebelum militan belakangan memperluas serangan ke provinsi lain dan mengincar kelompok minoritas Koptik dalam gereja mereka.

Sekarang mereka mulai menyerang jamaah Muslim yang sedang beribadah untuk pertama kali, perkembangan yang belum pernah terjadi dalam taktik teror di negeri tersebut.

Tudingan diarahkan ke kelompok yang setia pada ISIS di Sinai, yang telah mengaku bertanggung-jawab atas kebanyakan operasi teror di Mesir selama beberapa tahun belakangan dan anggotanya saat ini menghadapi penumpasan besar-besaran oleh pasukan keamanan di Suriah dan Irak.

Selama beberapa tahun belakangan, militer dan kepolisian Mesir telah menewaskan ratusan pelaku teror dan menangkap ratusan tersangka teroris sebagai bagian dari perang anti-teror yang diumumkan oleh Presiden Abdel Fattah As-Sisi, pemimpin militer saat itu, setelah penggulingan Moursi, demikian menurut siaran kantor berita Xinhua. (ant/wwn)

Berita terkait