Malang – Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Syafrudin Syarif mengungkapkan ditangkapnya pendakwah Sugi Nur Raharja alias Gus Nur di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang bisa menjadi pelajaran untuk masyarakat Indonesia. Dia berpesan agar lebih selektif dalam memilih ulama atau ustaz sebagai panutan dalam beragama.
Syafrudin mengatakan Gus Nur sebenarnya tidak memiliki keilmuan cukup sebagai pendakwah atau ulama untuk menyampaikan ajaran agama Islam.
Sedangkan Nur Sugi ini jelas-jelas tidak punya ilmu. Jadi, dia sendiri bukan ustaz.
Dia mencontohkan beberapa ceramah agamanya lebih mengarah kepada ujaran kebencian dan caci maki. Bahkan, dia menerangkan isi ceramahnya beberapa kali kurang tepat dalam menafsirkan sebuah hadis Nabi Muhammad SAW dan ayat Alquran.
”Ustaz itu sejatinya muallim (pengajar yang mencurahkan ilmu pengetahuan untuk anak didiknya). Sedangkan Nur Sugi ini jelas-jelas tidak punya ilmu. Jadi, dia sendiri bukan ustaz,” kata Syafrudin kepada Tagar dalam keterangannya, Sabtu, 24 Oktober 2020.
Baca juga:
- Gus Nur Ditangkap di Malang, PWNU Jatim: Tindak Tegas
- PWNU Jawa Timur Sebut Ucapan Gus Nur Ngawur
- Abu Janda : Gus Nur Kualat!
Seharusnya, siapapun pendakwah atau ulama dalam berceramah di hadapan masyarakat menyampaikan mestinya menyuarakan dan menyebarkan Islam sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW. Bukan malah mengajak ujaran kebencian dan caci maki sebagaimana pendakwah kelahiran 11 Februari 1974 ini.
Oleh karena itu, dia menyebutkan ceramah Gus Nur tidak sesuai ajaran Islam sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW. Melainkan sedang menyebarkan keinginan setan yaitu mengajarkan ujaran kebencian dan caci maki sesama manusia di atas podium atau mimbar atas nama tokoh agama.
”Keinginan setan kan menciptakan permusuhan dan saling benci antar umat manusia. Makanya, orang atau pendakwah yang ngomong ujaran kebencian perlu segera ditangkap dan diluruskan,” terangnya.
Jika tidak segera dilakukan tindakan dan dibiarkan. Syafrudin khawatir dapat memecah belah bangsa Indonesia dengan ajaran ujaran kebencian dan caci maki satu sama lainnya. Bahkan, dia khawatir akan terjadi perang saudara seperti di Syiria.
”Saya berharap sekali lagi para penegak hukum tidak memandang sepele. Tokoh atau siapapun yang berceramah atas nama islam maupun yang lainnya dengan isinya caci maki. Harus diberi sanksi yang tegas,” ujarnya.
Sementara, untuk kalangan masyarakat. Dia sekali lagi berpesan agar lebih selektif dalam menuntut ilmu agama. Apalagi, dia menyebutkan kondisi saat ini gampang sekali melabeli seseorang sebagai tokoh agama atau ulama.
”Sekarang kan banyak. Orang baru masuk islam dan baru bisa ngomong. Sudah dijadikan ustad dan panutan dalam agama. Sehingga, ketika belajar agama banyak yang keliru,” kata dia.
Berkaca pada kejadian Gus Nur inilah. Syafruddin menyebutkan masyarakat perlu hati-hati betul dalam menuntut ilmu keagamaan. Kemudian, jangan sembarangan dan gampang menjadikan ustadz atau ulama sebagai suri tauladan dan panutannya.
”Masyarakat harus tau. Kalau mau belajar pada muallim (guru) dan dijadikan sebagai pedoman. Carilah orang berilmu jelas. Mengetahui dia belajar ilmu dari mana. Jangan karena hanya dilabeli ustadz, lalu diikuti,” pesannya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya. Bareskrim Polri menangkap pendakwah Sugih Nur Rahardja atau Gus Nur di rumahnya di Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Sabtu dini hari, 24 Oktober 2020. Dia ditangkap usai menghadiri pengajian dan melakukan terapi.
Gus Nur ditangkap atas laporan Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Cirebon bernomor LP/B/0596/X/2020/BARESKRIM tertanggal 21 Oktober 2020. Dia dianggap telah melontarkan ujaran kebencian terhadap organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di akun YouTube MUNJIAT pada 16 Oktober 2020.
Berdasarkan surat penangkapan Nomor: SP.Kap/176/X/2020/Dittipidsiber. Penangkapan Gus Nur diduga telah memenuhi syarat bukti kuat atas perbuatannya yaitu menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan bermuatan SARA dan penghinaan.
Karena itu, disebutkan bahwa pendakwah kelahiran Banten ini diduga telah melanggar Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 tahun 2008.[]