Putri Gus Dur Nilai Konsep Khilafah HTI Tidak Jelas

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida (Alissa Wahid), menilai konsep khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak jelas
Gus Dur (Foto: gusdur.net)

Jakarta - Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida (Alissa Wahid) menegaskan, paham khilafah yang menyeragamkan sama saja membatalkan dan membubarkan Indonesia, karena hal ini tidak sesuai dengan kesepakatan pendirian bangsa ini yang berlandaskan keberagaman. 

”Gus Dur selalu mengatakan bahwa alasan adanya Indonesia adalah karena keberagaman, karena kalau tidak ada keberagaman, Indonesia tidak perlu ada. Contohnya, saya sekarang sekarang di Jogja, kalau kita tahun 1945 tidak mencapai kesepakatan bernama Indonesia, saya ini berarti ada di negara yang berbeda dengan Jakarta. Karena tidak ada Indonesia,” ujar putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid tersebut di Yogyakarta dalam keterangan tertulis kepada wartawan, dikutip Tagar, Kamis, 27 Agustus 2020. 

Jadi sebetulnya yang mana yang mau dipakai mereka sendiri (HTI) juga tidak jelas.

Anggota Suluh Kebangsaan itu juga mengungkapkan, seandainya pada tahun 1945 bangsa ini tidak bersepakat menjadi satu negara, imbasnya pasti terpecah-pecah. Oleh karena itu, menurutnya yang dipakai untuk mempersatukan adalah gagasan yang diberi nama Indonesia, yang disepakati pada tahun 1928. 

Alissa Wahid di Rumah MegawatiAlissa Wahid yang tergabung dalam Gerakan Suluh Kebangsaan yang dipimpin Mahfud MD mengunjungi kediaman Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Baca juga:  Ruhut: PKI Terlarang, HTI dan FPI Juga Terlarang

”Jadi, kalau sekarang ada yang mau menyeragamkan dengan khilafah, itu sama saja dengan membatalkan dan membubarkan Indonesia. Masalahnya, memang kita ini yang mayoritas kalah dalam hal militansi dengan mereka, sehingga disebut sebagai silent majority. Makanya terlihat mereka yang lebih banyak apalagi di media sosial,” tutur putri sulung Gus Dur itu. 

Alissa menyebutkan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena sebagian besar orang Indonesia merasa nyaman, aman, dan berpuas diri, tapi tidak menjaga atau tidak memperbaharui komitmen kepada Indonesia, dan akhirnya malah sibuk dengan kepentingannya sendiri. 

”Di sisi lain, ada kelompok yang sangat militan melakukan kaderisasi, melatih anggota-anggotanya untuk menjadi penggerak masyarakat dan sekarang penggerak-penggerak itu sudah ada dimana-mana, termasuk di BUMN dan Kementerian/Lembaga (K/L) yang bisa kita lihat data-datanya dari berbagai survei yang ada,” ucap perempuan lulusan magister psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) itu.

Alissa memastikan, anggota-anggota kelompok tersebut telah menyusup ke berbagai lini, hingga ke ASN dan TNI-Polri, yang mana sebenarnya lembaga ini adalah sebagai penyangga filosofi besar bangsa dan negara Indonesia. 

Baca juga: Novel Bamukmin Sebut Gerakan HTI Santun, PDIP Radikal

”Padahal di Indonesia sendiri sebenarnya sulit sekali untuk merealisasikan ide khilafah itu. Hal ini bisa kita lihat dari sisi teologis Khilafah Islamiyah itu tidak ditemukan bagaimana bentuknya. Khilafah yang sebenarnya didengung-dengungkan oleh HTI adalah khilafah versi nabhani, tapi itu sebenarnya juga bukan khilafah yang dijalankan oleh khulafaur rasyidin setelah nabi. Jadi sebetulnya yang mana yang mau dipakai mereka sendiri (HTI) juga tidak jelas,” tuturnya. 

Menurut dia, perlu strategi yang lebih efektif dan efisien, serta orang-orang militan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, perlu kader-kader yang memiliki keterampilan atau kecakapan untuk menggerakkan masyarakat yang tidak hanya bisa bilang NKRI harga mati, tapi juga bisa mewujudkannya dengan menggerakkan masyarakat. 

”Kita masih berkutat di hal-hal yang sifatnya seremonial saja, seperti seminar atau event yang tidak bisa mencetak kader-kader yang diperlukan untuk menjaga bangsa. Di tempat saya sendiri, Gusdurian baru mencapai 130 kota di Indonesia, belum semuanya. Karena kita tidak ada kekuatan dana,” ucapnya. 

Kehadiran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga terdepan dalam penanggulangan terorisme menurutnya sangat diharapkan peran sertanya untuk turut serta mencetak kader-kader penggerak masyarakat. 

”BNPT perlu untuk membuat program kaderisasi yang kuat jadi kita nanti bisa mencetak orang-orang yang memang bisa menggerakkan masyarakat. Kami di gusdurian saja perlu waktu dua tahun melakukan kaderisasi kepada seseorang sampai dia mampu pada tingkat menjadi pemimpin atau bisa menggerakkan masyarakat. Nah, BNPT saya yakin juga bisa melakukan hal serupa, hanya desain programnya bisa lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan,” . []

Berita terkait
Soal Terduga HTI, Pengamat: Menag Memihak GP Ansor
Dedi Kurnia Syah mencium aroma keberpihakan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi terhadap Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bangil yang mendatangi rumah AH.
Menag Dukung Tindakan Banser Terhadap Terduga HTI
Fachrul Razi mendukung tindakan Ansor Bangil yang mendatangi rumah AH, seorang warga yang disebut pengikut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ahmad Dhani: DPR yang Bisa Ubah Pancasila, Bukan HTI
Ahmad Dhani tidak percaya organisasi transnasional pengusung sistem khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggeser Pancasila menjadi khilafah.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi