Program Penanggulangan Banjir Jakarta Bak Menggantang Asap

Banjir di Jakarta terus terjadi erat kaitannya dengan kondisi di hulu dan daerah aliran sungai sehingga program akan sia-sia jika hanya di hilir
Sejumlah mobil terendam di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, 1 Januari 2020 (Foto: bbc.com/indonesia - ANTARA/SIGID KURNIAWAN)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Banjir lagi …. Lagi-lagi banjir …. Inilah yang selalu didengung-dengungkan warga dan pengamat serta host stasiun televisi terkait dengan banjir di sebagian wilayah DKI Jakarta, terutama di sepanjang bantaran Ciliwung, yang sering terjadi jika hujan lebat di kawasan Puncak (Kabupaten Bogor dan Cianjur) dan Kabupaten Bogor serta Kota Bogor, semuanya di wilayah Jawa Barat. 

Tanpa memperbaiki kondisi hulu dan daerah alir sungai (DAS) sepanjang Sungai Ciliwung program penanggulangan di Jakarta akan sia-sia saja.

Jika dilihat dari aspek geografi maka amatlah wajar Jakarta selalu banjir karena sifat air yang selalu mengalir dari daerah yang yang tinggi ke daerah yang lebih rendah. Jika disimak gambar aliran Sungai Ciliwung dari hulu di Mandalawangi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dengan puncak tertinggi 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) secara alamiah air sungai dari hulu akan mengalir deras ke Jakarta dengan mdpl rata-rata 5 – 7 mdpl. Aliran Sungai Ciliwung sepanjang 119 km.

das ciliwungDaerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dari hulu sampai hilir (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap)

Sungai Ciliwung mengalir dari Mandalawangi ke Jakarta melewati kaki Gunung Salak, Gunung Kendeng, dan Gunung Halimun serta membelah Kota Bogor dan Kota Depok. Sungai Ciliwung jadi ‘muara’ beberapa sungai sebelum bermuara ke Laut Jawa di Teluk Jakarta.

1. Air Hujan Mulai dari Hulu Sampai Hilir Jadi Run Off

Itu artinya daerah di sepanjang aliran Ciliwung, terutama di bantaran (daerah rendah di kiri kanan aliran sungai) di daerah yang lebih rendah, akan selalu digenangi air ketika air sungai meluap. Kondisinya kian parah jika air laut sedang pasang dan tinggi daerah bantaran rendah jika dibandingkan dengan permukaan air laut.

Banjir JakartaBanjir di Jalan HBR Motik, sekitar jembatan layang Benyamin Sueb, Jakarta, Selasa, (25/2/2020). (Foto: Antara/Boyke Ledy Watra)

Maka, paradigma berpikir, ketika itu, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yaitu memindahkan permukiman warga dari bantaran kali sebagai solusi jitu menyelematkan warga. Soalnya, apa pun yang dilakukan terkait banjir bantaran kali akan tetap kena luapan air kali jika debit air dari hulu besar.

Program itu dilanjutkan Ahok karena Jokowi pindah kantor ke Istana Merdeka. Perlawanan dari banyak kalangan dihadapi Ahok. Program belum selesai, Ahok kalah dalam Pilgub untuk masa jabatan kedua bersama Djarot Saiful Hidayat sehingga program tidak berlanjut.

Selain karena perbedaan letak geografis berdasarkan tinggi daerah dari permukaan laut di sepanjang DAS, menyebabkan air hujan mulai dari hulu sampai hilir jadi run off (aliran air di permukaan tanah) karena kondisi daerah tangkapan hujan (catchment area) di hulu dan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) tidak lagi bisa menahan air hujan.

2. Menggantang Asap

Di kawasan Puncak lereng dengan kemiringan lereng di atas 40% pun sudah dijadikan lahan palawija dan permukiman, sarana pariwisata dan villa-villa pribadi.

Tanaman palawija dan permukiman serta bangunan pariwisata jelas tidak bisa menyerap air hujan sehingga jadi run off yang pada gilirannya akan menimbulan banjir bandang dan longsor. Jika di hulu dan DAS ada hutan dengan tanaman keras dan rumpun bambu, maka air hujan akan ditahan dan dilarikan ke bahwa permukaan tanah melalui akar-akar pohon.

bantaran1Permukiman di pinggir Sungai Ciliwung di Kampung Melayu, Jakarta Timur, setelah bantaran kali diperbaiki di era Gubernur Ahok (Foto: en.wikipedia.org)

Air hujan yang jadi run off kian deras karena di sepanjang aliran sungai Ciliwung beberapa situ sudah beralih fungsi jadi permukiman sehingga tidak bisa lagi menampung air sebagai penahan aliran air permukaan. Jokowi sendiri membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi untuk menahan laju air Sungai Ciliwung sebelum sampai ke Jakarta. 

Pembangungan bendungan ini terus berjalan di bawah pengawasan Kementrerian PUPR. Dua bendungan itu akan menampung aliran Sungai Cisarua, Sungai Cibogo dan anak Sungai Ciliwung sebesar 6,45 juta meter kubik. Selain menampung luapan air bendungan ini pun jadi areal penguapan air sehingga daya tampung terus meningkat.

Di wilayah Jakarta air hujan dialirkan ke tanah melalui sumur resapan yang merupakan program Gubernur Anies Baswedan. Ini tentu saja hal yang mubazir karena intrusi air laut sudah masuk ke wilayah Jakarta sehingga air hujan tidak akan bisa masuk lebih dalam karena berat jenis (BD_ air laut lebih besar daripada air hujan (air tawar).

Di zaman kolonial Belanda di daerah hilir, dalam hal ini Jakarta, selain membangun danau buatan juga disediakan areal luas untuk penguapan di beberapa lokasi yang sekarang berganti fungsi jadi permukiman dan kegiatan bisnis serta bandar udara (Bandara). Kalau saja konversi areal penguapan itu disubstitusi dengan membuat areal penguapan baru tentulah tingkat keparahan banjir di Jakarta akan berkurang.

Apa pun yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi banjir (kiriman) akan sia-sia bak menggantang asap karena persoalan bukan di Jakarta tapi di hulu dan di sepanjang DAS Sungai Ciliwung (Bahan-bahan dari: wikipedia.org dan sumber-sumber lain). []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Pusat Belanja Jakarta Rugi Rp 56 M Akibat Banjir
Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang memperkirakan pusat perbelanjaan di Jakarta merugi hingga Rp 56,7 miliar.
Kenapa Publik Salahkan Anies Baswedan Atas Banjir di Jakarta
Kenapa publik ramai-ramai menyalahkan Anies Baswedan atas banjir yang terjadi beruntun tahun 2020 ini?
Demokrat Sebut Anies Nikmati Kerja Ahok Cegah Banjir
Politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menikmati hasil kinerja Ahok mencegah banjir.