Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai upaya pemerintah memulihkan daya beli masyarakat di tahun 2021 melalui program padat karya yang menggunakan banyak tenaga kerja sebagai lanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) belum tentu tepat.
"Karena masalah pandemi tidak ada jaminan tahun 2021 selesai. Artinya fokus pada stimulus kesehatan harusnya tetap menjadi prioritas," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Selasa, 6 Oktober 2020.
Logikanya jangan dibalik, kesehatan dulu baru penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, kata Bhima, sebaiknya bantuan sosial diperluas kepada pekerja informal dan para korban PHK. "Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih rendah hingga akhir 2021 dan memerlukan bantuan finansial dari pemerintah untuk mencegah naiknya angka kemiskinan," ucapnya.
Ia menambahkan, sebaiknya pemerintah jangan terlalu terburu-buru jor-joran memberikan insentif untuk korporasi dan investor. "Fokuskan dulu ke kesehatan dan bantuan sosial. Sejauh ini penanganan pandemi masih bermasalah," ujar Bhima.
Sebab, selama pandemi bermasalah, kelas menengah dan atas akan menunda belanja dan berimbas pada rendahnya pendapatan dunia usaha. "Logikanya jangan dibalik, kesehatan dulu baru penciptaan lapangan kerja," tutur Bhima.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) akan menjalankan program padat karya sebagai strategi lanjutan setelah program PEN. Ini bertujuan untuk memulihkan daya beli masyarakat pada 2021 mendatang.
"Pada saat yang sama sesudah vaksinasi terjadi, kami juga mulai shifting prioritasnya dari program PEN menjadi padat karya," kata Sekretaris Eksekutif I Komite PC-PEN Raden Pardede dalam diskuis daring di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. []
- Baca Juga: Tak Jamin Daya Beli, Program Padat Karya Harus Dikaji Lagi
- Menhub: Program Padat Karya Bukti Komitmen Tingkatkan Ekonomi