Program Imigrasi Inggris Bisa Picu Eksodus Warga Hong Kong

Jutaan penduduk Hong Kong pemegang paspor BNO memenuhi syarat untuk program kewarganegaraan Inggris melalui jalur cepat
Warga meninggalkan bandara di Hong Kong yang diblokir massa demonstran pada September 2019 (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Jutaan penduduk Hong Kong memenuhi syarat untuk program kewarganegaraan Inggris jalur cepat. Mereka melarikan diri dari cengkeraman Beijing yang dianggap sepadan dengan perjuangan memulai kembali kehidupan baru di negara asing. Phoebe Kong melaporkannya untuk dw.com/id.

Menyusul tekanan berkepanjangan dari Beijing terhadap kebebasan sipil di Hong Kong, 31 Januari 2021, Inggris memulai program imigrasi yang akan meringankan persyaratan kewarganegaraan bagi jutaan warga Hong Kong yang ingin meninggalkan wilayah bekas jajahannya itu.

Kementerian Dalam Negeri Inggris memperkirakan ada 2,9 juta pemegang pasper dengan status British National Overseas (BNO) yang memenuhi syarat untuk pindah ke Inggris, beserta 2,3 juta anggota keluarga yang memenuhi syarat. Di bawah skema baru ini, mereka akan dapat mengajukan permohonan visa secara online.

paspor inggris hkSeorang demonstran pro-demokrasi memegang paspor British National Overseas (BNO) saat berlangsungnya aksi protes menentang UU Keamanan Nasional baru di Hong Kong, 1 Juni 2020 (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Tyrone Siu)

Pendatang dengan status BNO dari Hong Kong diizinkan untuk tinggal, bekerja, dan belajar di Inggris selama mereka dapat menanggung biaya hidup sendiri.

Nantinya, setelah lima tahun tinggal di Inggris, mereka akan dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan normal. Status BNO merupakan warisan pemerintahan kolonial Inggris, yang khusus diberikan kepada penduduk Hong Kong yang lahir sebelum wilayah ini diserahkan kembali ke Cina tahun 1997.

Pemerintah Inggris memperkirakan bahwa dalam lima tahun ke depan, visa dengan skema baru ini dapat menarik lebih dari 300.000 orang beserta anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Kini, banyak penduduk Hong Kong menyambut baik kesempatan untuk segera hengkang.

1. Mulai Hidup Baru, Jauh dari Rumah

Sun, insinyur sipil berusia 29 tahun, tiba di Inggris Desember 2020 lalu dengan paspor BNO. Saat protes yang dikenal dengan Gerakan Payung pada tahun 2014 dimulai, Sun sebenarnya telah merasa tidak aman di Hong Kong dan segera memperbarui paspor BNO-nya.

Protes besar-besaran menentang pemerintah pada tahun 2019, dan tindakan keras dari pimpinan adminstratif Hong Kong yang didukung Beijing, menjadi pendorong keputusannya untuk pergi sesegera mungkin, papar Sun.

pengunjuk rasaPengunjuk rasa Hong Kong memakai topeng saat unjuk rasa anti-penerintah sepanjang tahun 2019 lalu (Foto: dw.com/id)

"Penanganan buruk pemerintah Hong Kong terhadap krisis politik membuat Hong Kong tidak berbeda dengan Cina daratan," ujar Sun kepada DW, dan menambahkan bahwa kepemimpinan Hong Kong "tidak lagi melayani rakyat Hong Kong dan bahkan mengancam jalan hidup kami."

Inggris menyatakan keputusan untuk membuka pintunya bagi warga Hong Kong memenuhi "komitmen sejarah dan moral" kepada warga di bekas koloni itu.

Pada Juni 2020, Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong, yang dikritik di seluruh dunia sebagai alat otoriter untuk membungkam perbedaan pendapat dan mengikis kebebasan sipil. Sejak itu, puluhan aktivis pendukung demokrasi telah ditangkap.

Wong, pegawai negeri berumur 30 tahun di Hong Kong, juga memutuskan pindah ke Inggris setelah pemerintah kota memerintahkan semua pegawai negeri untuk menandatangani pernyataan kesetiaan.

"Kami tidak ingin menandatanganinya karena itu mengharuskan kami untuk berjanji setia tanpa syarat kepada pihak berwenang. Perbedaan pendapat tidak diizinkan bahkan pada saat kami sedang tidak bertugas. Itu adalah pelanggaran hak pribadi," kata Wong kepada DW.

"Saya merasa malu bekerja untuk pemerintah yang saya tidak merasa sejalan dengannya sejak protes 2019. Saya bahkan lebih khawatir bahwa bersumpah setia kepada pemerintah akan mempersulit pendaftaran kewarganegaraan bagi saya di negara demokratis lainnya", imbuh mantan pegawai negeri Hong Kong itu.

2. Berharap Kehidupan Lebih Baik di Rantau

Inggris memperkirakan sedikitnya 300.000 orang diharapkan tiba selama lima tahun ke depan, dapat membawa keuntungan ekonomi bersih hingga 2,9 miliar poundsterling (sekitar Rp 55,48 triliun) ke negara itu.

Wong dan keluarganya mengatakan mereka akan pergi setelah properti mereka di Hong Kong terjual. Menurutnya, ia rela melepaskan pekerjaan bergaji tinggi dengan gaji bulanan sekitar Rp 27 juta untuk mengamankan masa depan putrinya yang baru lahir.

"Undang-undang keamanan nasional pada tahun 2020 adalah titik balik yang kritis. Undang-undang tersebut menandakan kematian 'satu negara dua sistem.' Tidak ada lagi harapan bagi demokrasi dan kebebasan," kata Wong.

sekitar 50 aktivisSekitar 50 aktivis demokrasi di Hong Kong telah ditahan oleh pemerintah karena menentang pemberlakuan UU Keamanan Nasional (Foto: dw.com/id)

"Hong Kong telah kehilangan perlindungan konstitusinya. Saya tidak bisa membiarkan anak saya tumbuh di lingkungan penuh politik cuci otak yang hanya menanamkan seperangkat nilai yang dikendalikan oleh Cina," tambahnya.

Wong tidak memiliki akses ke tunjangan kesejahteraan sosial di Inggris, tetapi putrinya akan memenuhi syarat untuk bisa mendaftar di sekolah umum.

3. Tidak Ada Jalan untuk Kembali?

Beijing telah menolak skema migrasi dan tidak akan lagi mengakui paspor BNO sebagai alat identifikasi yang sah. Saat ini Beijing juga tengah mempertimbangkan langkah-langkah tanggapan lebih lanjut.

Sementara Sun dan Wong mengatakan kepada DW bahwa rumor Beijing menindak lebih lanjut para pemegang paspor BNO dengan mencabut hak pilih mereka, kemungkinan malah akan memicu eksodus, alih-alih mencegah mereka berpindah kewarganegaraan.

polisi hong kongPolisi memakai masker berjaga di sebuah area di distrik Jordan yang ditutup di Hong Kong, Minggu, 24 Januari 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

"Beberapa tahun lalu, kemungkinan langkah ini akan menjadi dilema, tapi tidak sekarang. Tidak ada artinya mempertahankan hak pilih saya ketika pemilu yang adil tidak ada lagi," kata Sun.

Bagi kebanyakan orang, memulai hidup baru jauh dari rumah berarti kemungkinan tidak akan ada jalan untuk kembali bagi mereka.

"Kami, para emigran, adalah (sekelompok orang) yang beruntung dibandingkan dengan mereka yang tidak bisa pergi," kata Sun. "Meski warga Hong Kong kini tersebar, saya berharap hati kita tetap bersatu seperti saat menggekar aksi protes di jalanan pada 2019." (ae/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
China Tidak Lagi Mengakui Paspor Inggris Warga Hong Kong
China mengumumkan bahwa pihaknya tidak lagi akan mengakui paspor Inggris untuk warga Hong Kong sebagai dokumen perjalanan dan identitas
Hong Kong Wajibkan Tes Virus Corona di Distrik Padat
Hong Kong berlakukan lockdown di sebuah distrik yang padat penduduknya dan mewajibkan semua penghuni menjalani tes virus corona
Pengacara Hong Kong Dibebaskan China Hadapi Ranah Hukum Baru
Seorang pengacara di Hong Kong akan menghadapi ranah hukum baru di bawah UU Keamanan Nasional setelah dibebaskan China
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.