Jakarta - Pendiri Sekolah Bisnis dan Management Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Profesor Sudarso Wiryono menjelaskan soal swadana dan swakelola SBM ITB. Hal ini disampaikan Sudarso saat melakukan wawancara dengan Siti Afifiyah di kanal YouTube Tagar TV belum lama ini.
Darso panggilan akrabnya mengatakan BM sedang membuktikan bahwa selama 18 tahun kita berhasil mendapatkan swakelola dan swadana setara dengan sekolah bisnis internasional.
"Nah jadi begini, Bu. Kita SBM sedang membuktikan bahwa selama 18 tahun kita berhasil mendapatkan swakelola dan swadana tadi dan kita bisa membuktikan bahwa kinerja kita itu sudah setara dengan kelas sekolah-sekolah bisnis internasional yang maju dengan SBY itu yang terakreditasi SSB itu di seluruh dunia," kata Darso menjelaskan.
Itu bukti yang yang saya sampaikan bagian otonomi itu jelas. Nah itu panel solid ITB pada level nasional nanti ini tidak menjadi sangat penting karena apa? Kan kita tahu bahwa pendanaan lewat APBN itu kecenderungannya ke depan itu akan semakin terbatas.
Hal ini, katanya, hanya kurang dari enam persen, fakultas sekolah yang mendapatkan otonomi itu akan bisa memaksimalkan potensinya. Ia. lanjut Darso, bisa membuat perencanaan untuk pengembangan dirinya, pengembangan fakultas sekolahnya, itu lebih baik.
"Nah ini yang paling penting, dengan otonomi seperti itu maka fakultas yang sekolah itu dia lebih apa percaya, lebih gesit, lebih lincah karena apa yang resources itu kan adanya di fakultas satu sekolah, dosen di fakultas, fasilitas laboratorium dan sebagainya adanya di fakultas," ucap Darso.
- Baca Juga: Awal Mula Swakelola Management SBM ITB Diambil Alih Direkrorat ITB
- Baca Juga: Sejarah SBM yang Sedang Berkonflik dengan Rektorat ITB
Saat ini, kata Darso, merekalah yang paling tahu maka akan timbul ide-ide yang inovatif, ide yang sangat kreatif misalnya dosen mengajar, meneliti melakukan pengabdian masyarakat mungkin masih ada waktu.
"Karena kalau SBM dari waktunya habis karena kita ngajar ada yang malam, ngajar hari sabtu, hari minggu, transfer student class banyaknya mahasiswa kita paling banyak sekarang disitu. Kita 4000 lebih mahasiswa sampai siswa S3," kat Darso.
Ini paling besar, lanjutnya kalau mahasiswa masih punya resources bisanya dosennya bisa melakukan kegiatan yang lain yang bisa mendatangkan uang.
Misalnya, katanya, fasilitas di laboratoriumnya ini pasti akan mahal, puluhan miliar bahkan ada yang ratusan miliar tapi sekarang hanya dipakai oleh sekian ratus mahasiswa-mahasiswa padahal ini mungkin bisa dipakai kalau diatur dengan baik jadwalnya dan sebagainya.
"Ini bisa ya bisa dari ribuan, 4000 mahasiswa dan kita bisa menawarkan kelebihan kapasitas kita kepada WTS atau perguruan tinggi yang lain di sekitar Bandung ini. Kepada masing-masing yang lain ini akan sangat membantu WTS karena tadi investasi akan mahal, bukan hanya masalah uang, satu sen juga untuk mengelola laboratorium canggih itu kan harus perlu orang yang juga punya keterampilan dan keahlian," kata Darso.
Namun, lanjut Darso, Itu perlu proses untuk mempersiapkan orangnya, dilatih, ditraining, dan sebagainya. Jadi kalau kemudian WTS dan mahasiswanya lebih besar pasti Gem ITB.
"Jadi hampir ya sekarang sekali pakai itu berapa biayanya, sekian. Nah sekian kali jumlah tadi sekian ribu orang itu kan menjadi pendapatannya lain yang bisa masuk ke fakultas sekolahnya itu. Nah ini saya katakan kau paling tahu ini pasti fakultasnya, “oh saya punya fasilitas ini baru kepake misalnya 25% masih ada 75% lagi yang bisa kita “ya jual atau kita sharingkan," tetap bagi ke mahasiswa diluar WTS, PTN, dan sebagainya di Bandung atau di Jakarta juga," ujarnya.
- Baca Juga: Tiga Masukan Agung Wicaksono SBM ITB kepada Rektorat
- Baca Juga: FD SBM ITB dan Rektor ITB Sepakat Negosiasi
Ini hanyalah, kata Darso contoh saja bahwa dengan otonomi tadi sekolah ini justru akan memberikan inovasi-inovasi para dosen, kalau dia berpikir kreatif untuk bisa mencari uang.
“Oh saya ingin mengembangkan ini, saya akan maju ke sana” dan yang tahu keilmuannya bahwa misalnya ilmu teknik apa misalnya elektro atau mesin saat ini mereka kan. Bu, nanti ke depan itu lima tahun lagi itu akan sini arahnya, sinyalnya," ucap Darso.
Jadi, katanya, biarkan ara dosen berinovasi, berkreasi, untuk mengembangkan keilmuannya dan merencanakan sesuatu ntuk mencapai itu.
"Itu bukti yang yang saya sampaikan bagian otonomi itu jelas. Nah itu panel solid ITB pada level nasional nanti ini tidak menjadi sangat penting karena apa? Kan kita tahu bahwa pendanaan lewat APBN itu kecenderungannya ke depan itu akan semakin terbatas, akan semakin kecil," ujarnya.
Kalau masing-masing fakultas, kata Darso, bisa menarik dananya sendiri melalui swaka dana dan swakelola, maka anggaran APBN yang semakin kecil dan terbatas itu bisa dialokasikan menjadi lebih terarah, lebih fokus untuk membiayai orang-orang yang memang membutuhkan, orang-orang yang tidak mampu bayar dan seterusnya, melalui beasiswa.
"ITB ini kan ada beasiswa Bidikmisi, SPBU juga, ada jangan lupa tadi meskipun mahasiswanya itu bayar mahal tapi ada juga mahasiswa Bidikmisi yang dia bebas, tidak membayar uang kuliah, bahkan kita beri tunjangan," ujar Darso.
"Dulu sebelum pandemi ini karena kita makan bareng-bareng dan di kantin, kita beri voucher makan siang, kemudian kita beri uang apalah kaya uang sakunya gitu, sebulannya waktu itu kira-kira sekitar satu jutaan lah untuk transport, untuk ke fotocopy, untuk ini yang lain," lanjutnya. []