Pria yang Gosokkan Penis ke Bokong Cewek di Bus Transjakarta Dikenal Sebagai Frotteurisme

Dari aspek seksualitas perilaku tersebut merupakan bentuk paraphilia yaitu orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain
Ilustrasi - Frotteurisme (Sumber: washingtoncitypaper.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Seorang cewek penumpang Bus Transjakarta rute Monas-Pulogadung mengeluh di akun media sosialnya bahwa dia jadi korban pelecehan seksual pada 20 Februari 2023 malam hari.

Dari aspek seksualitas perilaku tersebut, belakangan diketahui laki-laki berinisal M, 56 tahun, merupakan bentuk paraphilia yaitu orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain. Dalam hal ini perilaku tersebut dikenal sebagai frotteurisme.

Untuk memperoleh kenikmatan seksual atau mencapai orgasme, orang-orang dengan gangguan terkait gairah seksual ini mereka lakukan dengan tindakan menyentuh atau menggosok-gosokkan alat kelamin kepada orang lain.

Kalangan frotteurisme melakukannya justru harus dengan tanpa persetujuan dari korban. Gairah seksual mereka peroleh dari menyentuh bagian seks lawan jenis atau menggosokkan bagian seks kepada lawan jenis yang tidak menaruh curiga.

Orang-orang yang mempraktikkan frotteurisme merasakan kesenangan berupa pengalaman seksual pribadi di tempat umum.

Mereka itu akan merasa puas kalau korban menoleh, marah atau berteriak, sementara pelaku akan melempar senyuman.

Frotteurisme di angkutan umumIlustrasi – Frotteurisme (Sumber: sexualityandrelationshipscience.com)

Dalam banyak kasus pelaku dari kalangan pria muda yang tampak pemalu di rentang usia 15 - 25 tahun, tapi tidak tertutup kemungkinan pada usia yang lebih tua. Seperti pelaku frotteurisme di Bus Transjakarta yang ditangkap polisi ternyata sudah tua yaitu berumur 56 tahun.

Kalangan frotteurisme umumnya pria pendiam dan menarik diri secara sosial tapi bukan antisosial karena mereka justru bergaul sebagai bagian dari siasat mereka menemukan korban.

Frotteurisme dianggap langka di kalangan wanita, tapi bisa saja terjadi. Tidak ada data tentang prevalensi gangguan seksual terkait dengan frotteurisme.

Tapi, di Indonesia sudah terjadi beberapa kali. Tahun 1980-an, misalnya, seorang karyawati yang kerja di kawasan Cawang, Jakarta Timur, selalu naik KRL dari arah Depok. Suatu pagi ketika gerbong KRL penuh sesak dia merasa ada benda keras di bokongnya.

Secara spontan dia pegang benda itu. Astaga, tertanya penis yang sudah basah. Dia menoleh ke belakang, eh, laki-laki itu malah senyum. Karyawati itu pun akhirnya tidak mau lagi naik KRL.

Penulis pernah bertemu dengan seorang laki-laki pengguna KRL Bogor-Jakarta pp yang mengaku tidak pernah memakai celana dalam dan baru mau naik jika gerbong penuh sesak.

Ada kesan masyarakat selalu menyalahkan korban (baca: perempuan) terkait dengan pelecehan dan kekerasan seksual. Celakanya, yang paling vocal justru kaum perempuan pula. Ironis.

ilus FrotteurismeIlustrasi – Frotteurisme (Sumber: jeuxvideo.com)

Kalau ada warga yang mengaitkan pelecehan seksual di angkutan umum dengan (cara) berpakaian, maka otomatis pendapat itu gugur karena pada beberapa kasus pelecehan korbannya justru pakai pakaian yang menutupi bagian badan kecuali wajah.

Petugas Transjakarta yang melakukan pelecahan seksual pada tahun 2014 di Halte Harmoni, misalnya, korbannya justru pakai pakaian yang hanya menyisakan wajah.

Itu artinya anggapan yang menyesatkan yang mengaitkan (cara) berpakaian korban (baca: perempuan) dengan pelecehan seksual gugur.

Maka, perlu ada gebrakan berupa sanksi sosial bagi pelaku pelecehan seksual, laki-laki dan perempuan, di angkutan umum. Misalnya, membersihkan halte atau bus, atau membersihkan WC dan peron di stasiun dengan pakaian khusus yang memuat tulisan: Saya Pelaku Pelecehan Seksual.

Di bawa ke ranah pidana pun hukumnnya rendah karena hanya masuk kategori ringan berupa perbuatan yang tidak menyenangkan.

Tidak jelas apakah pelecehan seksual bisa masuk kategori perbuatan tidak senonoh. Kalau bisa ancaman hukumannya (Pasal 281 KUHP) paling lama dua tahun penjara.

Adalah sulit untuk mencegah pelecehan seksual di angkutan umum ketika penumpang berjejal. Di gerbong khusus wanita di KRL tidak tertutup kemungkinan terjadi pelecehan seksual, tapi karena sesama perempuan ada yang tidak menyadari hal itu sebagai pelecehan seksual.

Baca juga: Kepuasan Seksual dengan Meremas Bokong Perempuan

Di Bus Transjakarta dan gerbong KRL komuter praktek frotteurisme hanya menggosokkan penis (laki-laki), sedangkan perempuan menggosokkan payudara dan bagian selangkangan.

Baca juga: Laki-laki Membegal Payudara Untuk Kepuasan Seksual

Sedangkan frotteurisme dalam bentuk meremas payudara atau pantat agak sulit karena akan menimbulkan reaksi yang cepat dari korban. Maka, peremas payudara dan pantat dilakukan dengan mengendarai motor.

Perlu juga dipikirkan hukuman bagi orang-orang yang selalu menyalahkan korban pelecahan dan kejahatan seksual (baca: perempuan) dengan pasal turut serta atau memberikan dukungan kepada pelaku.

Sanksi ini agar pelaku jera karena selama ini mereka merasa di atas angin karena masyarakat justru menyalahkan korban (baca: perempuan). []

*Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Pria Pelaku Begal Payudara Bukan Sekadar Perbuatan Iseng
Kasus begal payudara belakangan ini marak, celakanya ada anggapan itu perbuatan iseng laki-laki padahal perilaku itu merupakan deviasi seksual
0
Pria yang Gosokkan Penis ke Bokong Cewek di Bus Transjakarta Dikenal Sebagai Frotteurisme
Dari aspek seksualitas perilaku tersebut merupakan bentuk paraphilia yaitu orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain