Jakarta - Senat Prancis menyetujui amandemen soal perpanjangan peraturan larangan pemakaian simbol agama di muka umum. Sikap senat itu setelah minggu lalu politisi sayap kanan melakukan aksi kontroversial, meminta seorang yang tengah menemani anaknya untuk membuka kerudung.
Keputusan senat ini menimbulkan reaksi beragam publik. Namun sebagian besar warga menyayangkan sikap pemerintah Prancis yang terlalu berlebihan terhadap paham sekularisme dan Islamaphobia.
Seperti diberitakan dari france24.com, tahun 2004, pemerintah Prancis memberlakukan undang-undang yang dinilai kontroversial, yakni larangan orang mengenakan simbol-simbol agama di tempat umum. Salah satu pasal dalam UU itu menyebutkan, orang dewasa yang tengah mengantar anaknya ke sekolah dilarang memakai simbol-simbol agama, seperti kerudung atau hijab untuk Islam, topi untuk Yahudi, surban Sikh dan salib Kristen. Simbol-simbol keagamaan itu dilarang dipakai tak boleh dipakai di semua lembaga publik termasuk sekolah, perpustakaan dan gedung-gedung pemerintah.
Mayoritas anggota parlemen menyetujui amanden untuk memperpanjang UU larangan pemakaian simbol agama dengan alasan untuk melindungan Prancis dari sekularisme di Prancis. Namun partainya Presiden Emmanuel Macron, Partai Republik menentang amandemen UU itu. Masalah kontroversial ini telah menimbulkan perdebatan di Prancis lebih dari 15 tahun.
Amandemen itu pertama kali diusulkan pada Juli lalu dan langsung memicu kontroversial. Pada Oktober lalu, anggota dewan dari Partai Nasional Rally, Julian Odoul merilis sebuah video. Dalam video itu ia terlihat ia tengah mendesak seorang wanita untuk melepas kerudungnya dengan mengatakan "atas nama sekularisme", sebuah cita-cita yang merupakan bagian integral dari nilai-nilai nasional Prancis.
- Baca Juga: Bocah Kurdi yang Terluka Diterbangkan ke Prancis
- Dua Bule Prancis Mencuri Patung di Jepara