Praktisi Hukum Sebut Pengungkapan Skandal Formula E Bakal Lebih Gempar Jika KPK Umumkan Tersangkanya

Kasus dugaan korupsi Formula E dapat dikatakan sebagai kasus besar karena biaya untuk gelaran itu menggunakan APBD.
Ilustrasi - Gedung KPK. (Foto: Tagar/KPK)

TAGAR.id, Jakarta - Kasus dugaan korupsi Formula E dapat dikatakan sebagai kasus besar karena biaya untuk gelaran itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta untuk membayar commitment fee sebesar Rp 560 miliar.

Praktisi Hukum Mico Gea menerangkan, menurut aturan, pembiayaan Formula E tidak boleh diambil dari anggaran APBD sebab ada aturan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyebut bahwa anggaran APBD tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang bertujuan bisnis.

"Padahal Kemendagri sudah sampaikan ke Pemprov DKI Jakarta ketika konsultasi bahwa untuk pembiayaan yang murni business to business tidak bisa dibiayai dengan APBD itu," kata Praktisi Hukum, Mico Gea dalam keterangannnya, Selasa, 26 Juli 2022.

Ditegaskan Mico, sejak awal, penyelenggaraan Formula E sangat menyita perhatian publik secara luas lantaran prosesnya yang dianggap tidak transparan. Artinya, tegas Mico, bukan tidak mungkin eskalasi pemberitaannya akan lebih besar jika KPK sudah menaikkan status kasus Formula E ke tahap penyidikan apalagi jika sudah sampai pada penetapan tersangka.

"Saya setuju pemikiran sebagian pihak yang menilai bahwa kasus Formula E ini akan lebih heboh karena diduga kuat melibatkan beberapa elit politik yang mungkin semua orang sudah memahaminya," kata Mico.

Hal lain yang di soroti aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini yakni soal penandatanganan penyelenggaraan Formula E yang dilakukan selama tiga tahun yakni dalam kurun waktu 2022-2024.

Menurut Mico, hal tersebut melampaui masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menjabat sebagai kepala pemerintahan tempat penyelenggaran Formula E yang masa jabatannya berakhir pada 15 Oktober Tahun 2022.

Sedangkan, lanjut Mico, ada ketentuan bahwa seorang pejabat (kepala daerah) tidak diperbolehkan mengikat suatu kontrak yang menggunakan anggaran dan melewati masa jabatannya, karena, menurutnya, uang keluar dari kas Pemprov DKI Jakarta bukan dari Jakpro sebagai penyelenggara.

"Kalaupun dalam proses penyelenggaraan Formula E ada pihak-pihak lain yang berperan penting sehingga proses terkesan dipaksakan maka harus diusut tuntas keterlibatannya sejauh mana oleh KPK jika ada indikasi penyelahgunaan kewenangan dan menimbulkan kerugian negara harus segera mungkin dinaikkan ke tahap penyidikan bahkan sampai pada penetapan tersangka jika memenuhi 2 alat bukti yang cukup," ungkap Mico.

Mico menjelaskan, saat ini KPK tengah melakukan perbandingan bagaimana penyelenggaraan balap mobil listrik yang akan diselenggarakan di Jakarta itu dengan penyelenggaraan serupa di negara lain, sejauh ini proses penyelidikan terus berjalan.

"Gubernur DKI Jakarta juga tidak memberitahu DPRD DKI Jakarta terkait pendanaan Formula E yang bersumber dari APBD, padahal secara mekanisme itu harus memberitahu dan meminta persetujuan. Oleh karenanya dibutuhkan keberanian dan kecepatan dari Komisi anti rasuah mengusut kasus dugaan koruspi Formula E tersebut," pungkas alumni Universitas Nasional ini.[]

Baca Juga:

Berita terkait
Berseragam APD, Massa SAPU Geruduk KPK Tuntut Dugaan Kasus Formula E
Kelompok massa tergabung dalam Satu Padu (Sapu) Lawan Koruptor Formula E menggelar kegiatan mimbar bebas di Gedung KPK.
Pengamat Sebut Rakyat Menunggu Langkah KPK Soal Kasus Formula E
Pengamat politik Juliant Palar turut menyoroti dugaan korupsi Formula E Jakarta. Menurutnya, laporan tersebut fokus pada pembayaran commitment fee.
KPK Belum Panggil Pihak-pihak Terkait Soal Kasus Formula E, Praktisi Hukum Bilang Begini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memanggil pihak terkiat dalam hal ini Gubernur DKI Anies Baswedan, Bank DKI maupun JakPro.