Praktisi Hukum Apresiasi Putusan Karen Agustiawan

Bebasnya mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan masih menjadi perbincangan praktisi hukum. Putusan itu akan menjadi yurisprudensi.
Karen Agustiawan. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

Bebasnya mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan dari jerat korupsi hingga kini masih menjadi perbincangan para pakar dan praktisi hukum. Putusan Mahlamah Agung yang memvonis Karen “lepas dari tuntutan” tersebut dianggap sangat tepat dan menjadi angin segar, terutama bagi para profesional pada badan dan lembaga pemerintah.

Mahkamah memutus bebas Karen pada 9 Maret lalu. Lima hakim agung, Suhadi (Ketua), Krisna Harahap, Abdul Latif, Mohammad Asikin dan Sofyan Sitompul berpendapat yang dilakukan Karen adalah risiko bisnis. Menurut juru bicara Mahkamah, Andi Samsan Nganro, yang dilakukan terdakwa Karen adalah Busines Judgement Rule (BJR) dan perbuatan itu bukan tindak pidana.

Sebelumnya Karen divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi delapan tahun penjara karena dianggap merugikan negara Rp 568 miliar. Ini karena Pertamina mengakuisi Blok BMG dengan membeli saham di Blok BMG Australia melalui participation interest tanpa kajian kelayakan. Pada tingkat banding, hakim tinggi menguatkan putusan itu. Yakin dirinya tak bersalah, Karen pun mengajukan kasasi yang kemudian dikabulkan majelis hakim agung.

Praktisi hukum yang juga Wapres Kongres Advokat Indonesia ( KAI), Luthfi Yazid, menunjuk lima poin makna putusan itu. “Pertama putusan MA itu adalah land mark decision, putusan yang patut menjadi yurisprudensi dan mesti di contoh. Putusan Karen adalah keren,” ujarnya kepada Tagar, 17 Maret 2020.

Kedua, kata Luthfi, pertimbangan bussiness judgement rule sangat tepat karena sifat bisnis adalah unptedictable. “Prediksi tentang sumber minyak bumi bisa salah dan bisa benar. Karen sebagai Dirut pasti punya backup experts, tapi semua itu sifatnya prediksi,” ujarnya.

Ketiga, katanya, kasus Karen ini menjadi pelajaran penting bagi penegak hukum untuk tidak mudah mentersangkakan keputusan bisnis.

Keempat, Mahkamah Agung adalah pembuat hukum, jadi tak boleh berpatokan pada hukum formal saja, namun juga harus menggali nilai-nilai keadilan substantif. “Dan kelima hakim juga perlu paham hukum bisnis terkait dengan prinsip keadilan dan kebenaran,” ujarnya.

Menurut Managing Partner Jakarta International Law Office (Jilo) ini, kalau semua keputusan Dirut BUMN yang hasilnya tidak menghasilkan keuntungan alias merugikan. Maka, akan banyak Dirut yang menjadi terpidana korupsi. “Intinya perjelas BJR dan perjelas status keuangan negara dalam BUMN yang berbentuk PT,” katanya. []

Berita terkait
Minyak Turun, Pertamina EP Fokus Produksi Nasional
PT Pertamina EP, tetap fokus meningkatkan produksi minyak dan gas bumi di tengah tren penurunan harga minyak global.
Karen Agustiawan, Bukti Tak Ada Ruang untuk Orang Berprestasi di Indonesia
Tak ada ruang bagi orang berprestasi di Indonesia, Karen Agustiawan disingkirkan secara hukum.
Hari Ini Tersangka Korupsi, Karen Agustiawan Mantan Direktur Utama Pertamina
Karen ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung, diduga merugikan keuangan negara Rp 568 miliar.