Untuk Indonesia

Prabowo Subianto dan Kepulangan Habib Rizieq

Ketua DPP Gerindra menyatakan bukan tugas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memulangkan Habib Rizieq Shihab. Opini Lestantya R. Baskoro
Rizieq Shihab dan Prabowo Subianto. (Foto: Istimewa)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

Pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Partai Gerindra Ahmad Riza Patria yang menegaskan bukan tugas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memulangkah Habib Rizieq Shihab bisa jadi mengejutkan banyak orang. Ahmad mengeluarkan pernyataan tersebut berkaitan dengan desakan kelompok PA 212 yang meminta Prabowo memulangkah Rizieq yang kini berdiam di Arab Saudi. Walau itu bukan ucapan Prabowo sendiri, sulit tidak mengartikan demikian pula sikap Prabowo.

Jika merujuk pada tugas dan wewenang menteri pertahanan –jabatan Ketua Umum Partai Gerindra baru ini- pernyataan Ahmad memang tidak salah. Tugas menteri pertahanan, seperti diatur Pasal 6 Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan, antara lain, menyusun buku putih pertahanan dan mengatur anggaran pembelian alat pertahanan. Karena itu, meminta menteri pertahanan memulangkan seorang warga negara Indonesia yang “terdampar” di luar negeri sesungguhnya “merampok” tugas kementerian lain.

Kita paham jika banyak yang berharap Prabowo memulangkan Rizieq Shihab. Harapan itu tentu saja dikaitkan dengan hubungan Prabowo – Rizieq, terutama, selama “hari dan bulan-bulan panas” menjelang pemilihan presiden, jauh sebelum Prabowo mendapat kado kursi menteri pertahanan. Rizieq, dengan organisasinya, Front Pembela Islam, merupakan pendukung militan Prabowo maju menjadi presiden. Organisasi ini juga motor sejumlah perhelatan besar umat Islam di ibu kota yang kemudian melahirkan Persaudaraan Alumni (PA) 212 –angka yang juga merujuk waktu pertemuan.

Dalam “suasana panas menjelang pilpres” inilah, pada Mei 2017, Rizieq tersandung sejumlah masalah yang membuatnya memilih “pergi” ke Arab Saudi –umrah. Saat itu polisi, antara lain, menyatakan Rizieq tersangka kasus pornografi dan penghinaan Pancasila. Rizieq menyangkal keras tuduhan itu. Kita masih ingat, saat kampanye pilpres, suara-suara yang menyatakan Rizieq akan dijemput jika pasangan Prabowo-Sandiaga menang dilontarkan di mana-mana –tentu bagian untuk mendulang suara. Demikian pula pernyataan sejumlah elite Partai Gerindra yang menyatakan memasukkan kepulangan Rizieq sebagai salah satu syarat jika kubu Jokowi menghendaki rekonsiliasi. Karena itu, kendati Prabowo gagal menjadi presiden, kita mafhum jika sejumlah pihak berharap Prabowo tak melupakan Rizieq.

Sebagai organisasi wajar jika anggota FPI memikirkan nasib pimpinannya –“imam besar”. Sejauh ini publik sendiri tak tahu bagaimana sebenarnya posisi kasus hukum Rizieq. Apakah ia misalnya berstatus tersangka? Atau pun jika tidak, kapan dicabutnya status itu. Juga, bagaimana sebenarnya statusnya di Arab Saudi. Jika PA 212 meminta Prabowo “memulangkan Rizieq” publik bisa menyimpulkan, tentu ada masalah serius menimpa Rizieq.

Duta Besar Indonesia di Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, pernah menyebut Rizieq harus membayar denda jika akan meninggalkan Arab Saudi karena terkait masalah izin tinggalnya yang telah habis (overstay). Besar denda sekitar Rp 110 juta per orang. Namun, jika menyangkut denda yang membuat Rizieq tak bisa pulang, ini tak masuk akal. Pengikutnya yang bejibun dengan mudah saweran membayar denda itu.

Pemerintah mesti menyelesaikan perkara Habib Rizieq ini secepatnya. Bagaimana pun Rizieq warga negara Indonesia. Agar terang benderang, seyogianya Kementerian Hukum, Kementerian Luar Negeri, dan Kepolisian menjelaskan ke publik bagaimana sesungguhnya duduk perkara Rizieq dan status hukumnya –baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Jika memang Rizieq melakukan pelanggaran hukum, diselesaikan pula secara hukum –tidak deal-deal politik. Rizieq mesti paham semua risikonya. Pemerintahan Jokowi mesti menyelesaikan kasus Habib Rizieq ini secepatnya dari sisi penegakan hukum, dari sisi keadilan.

Ada pun Rizieq, sembari menunggu pulang ke tanah air, ada baiknya kembali membaca-baca buku politik. Memahami dan menghayati bahwa dalam politik tak ada teman dan musuh abadi. Yang abadi adalah kepentingan semata. []

Penulis: wartawan senior dan pengamat hukum


Berita terkait
Jokowi Pinjam Tangan Prabowo untuk Menyodok Musuh
Ketika Prabowo sudah menjadi bagian dari Jokowi, maka menyerang Jokowi itu sama dengan menyerang Prabowo.
Berharap Kabinet Jokowi 2019-2024
Presiden Jokowi segera mengumumkan kabinet barunya. Presiden harus tetap berkomitmen memberantas korupsi. Opini Lestantya R. Baskoro
Prabowo Subianto: Jika Saya Menang, Saya Jemput Habib Rizieq
'Jika saya menang, saya berjanji akan jemput Habib Rizieq. Kita sama-sama jemput Habib Rizieq.' - Prabowo Subianto.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.