Prabowo Menang Hizbut Tahrir Hidup, Pengamat: Menyenangkan Pendukungnya

Ideologi negara yang mengerucut pada persoalan agama, umumnya tidak dikenal sistem tawar-menawar.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya dalam kampanye terbuka di lapangan Kompyang Sujana, Denpasar, Selasa (26/3). (Foto: Antara/Nyoman Budhiana).

Jakarta, (Tagar 30/3/2019) - Pengamat Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati menilai wacana Badan Pemenangan Nasional (BPN) yang hendak menghidupkan kembali Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bila Prabowo-Sandi memenangi pilpres 2019, merupakan gagasan yang tidak realistis untuk dijalankan.

"Wacana itu hanya tuk kampanye, namun tak berpikir jangka panjang soal eksistensi Pancasila soal ideologi negara. Apalagi ini yang mewacanakan adalah partai yang membawa semangat nasionalisme dan patriotisme, harusnya pro Pancasila dan UUD 45," kata Wasisto kepada Tagar News, Sabtu (30/3).

Menurut dia, bilamana sudah berbicara dalam konsep ideologi negara yang mengerucut pada persoalan agama, umumnya tidak dikenal sistem tawar-menawar.

Kalaupun HTI nantinya mengakui Pancasila, pada dasarnya sudah keluar dari konsensus khilafah internasional. "Yang namanya berideologi apalagi sudah menyangkut agama itu biasanya tidak ada negosiasi," imbuhnya.

"Kalau HTI mengakui Pancasila, itu sama saja bertentangan dengan gerakan khilafah internasional. Dengan kata lain, HTI bilapun berdiri itu organisasi baru yang tidak menginduk gerakan internasional tersebut," kata Wasisto.

Baca juga: Tampil Sebagai Ketua Umum Partai Berkarya, Ini Catatan Hitam Tommy Soeharto

Ia menerangkan, wacana BPN yang ingin memberi ruang bagi HTI untuk bernafas kembali akan menjadi hal rancu. Sebab, ormas tersebut sudah jelas bertentangan dengan Pancasila.

"Seolah ini menjadi inkonsisten dalam berpolitik hanya karena tuk menyenangkan simpatisan pendukungnya tapi mengorbankan ideologi negara," tandasnya.

Jadi, kata dia, langkah pemerintah yang mengambil sikap dalam pembubaran terhadap HTI sudah tepat, karena ormas yang dimaksud melawan ideologi negara.

Maka itu, Wasisto menyarankan, untuk membendung ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, dalam hal ini progam deradikalisasi perlu dikuatkan, yang dapat dilakukan baik di lingkungan sekolah maupun rumah.

"Itu dimulai dari pendidikan agama di lingkungan sekolah dan rumah," pungkasnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Dian Fatwa mengatakan, calon presiden nomor urut 02 akan menjelaskan sikapnya terhadap organisasi atau kelompok yang dianggap radikal dalam debat Pilpres 2019 yang akan berlangsung Sabtu (30/3) malam nanti.

Dian menuturkan, organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI, yang telah dibubarkan pemerintah Presiden Jokowi kemungkinan akan dilegalkan kembali jika mengakui Pancasila.

"Kalau mereka menerima Pancasila, mereka berhak hidup di Indonesia. Kalau mereka menerima ideologi kita, apakah kita singkirkan mereka?" ujar Dian Fatwa seperti diberitakan Tempo, pada Jumat, 29 Maret 2019.

Dian menjelaskan, jika Prabowo-Sandiaga Uno terpilih, akan memberikan kesempatan kepada organisasi untuk menjelaskan pandangannya.

Prabowo-Sandi, kata Dian, jika menang dalam pilpres tidak akan berlaku represif terhadap organisasi yang memiliki pandangan lain soal ideologi bangsa. "Kami serahkan semuanya ke pengadilan, bukan membubarkan dengan cara-cara represif," ujar dia.

Prabowo, kata Dian, juga akan memanfaatkan momen tersebut untuk menjawab berbagai isu bahwa apabila terpilih akan mendirikan negara Islam.

"Bagi kami, ideologi sudah selesai, yakni Pancasila. Tidak perlu diperdebatkan. Kami akan klarifikasi isu-isu miring itu besok," ujar dia.

Debat capres di Hotel Shangri-La, Jakarta, akan mengangkat tema yaitu ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional.

Baca juga: Prabowo Sering Sindir Pers saat Kampanye, Ini Kata Pengamat

Berita terkait
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.