Potensi Tsunami Selatan Jawa Akibat Eksplotasi Tambang

Peneliti UPN Yogyakarta menyebut salah satu penyebab Tsunami karena eksploitasi tambang, selain akibat patahan sesar.
Ilustrasi tambang bauksit. (Foto: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).

Malang – Direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno mengatakan soal potensi terjadinya bencana tsunami di pantai selatan Jawa bukan hanya karena memang kawasan rawan. Dia menyebutkan juga karena eksploitasi lingkungan seperti pengerukan pantai untuk tambang pasir hingga emas secara besar-besaran.

Dia menjelaskan potensi terjadinya tsunami sebenarnya terjadi di seluruh kawasan pantai di Indonesia. Namun demikian, potensi terjadinya tsunami bisa semakin besar dan cepat terjadi ketika pembiaran eksploitasi lingkungan besar-besaran di kawasan wilayah selatan Jawa.

Akibat aktivitas tambang dan tambak, gumuk pasir kan hilang. Sehingga, ketika terjadi tsunami.

”Kawasan pantai selatan Jawa memang rawan dan berpotensi dilanda tsunami. Tapi, potensi itu semakin meningkat ketika pengerukan pantai (eksploitasi lingkungan) untuk berbagai kepentingan dibiarkan,” kata Eko dalam keterangannya kepada Tagar di Malang, Jumat, 16 Oktober 2020.

Dia mencontohkan eksploitasi lingkungan berupa pengerukan pantai untuk kepentingan pihak tertentu seperti aktivitas tambang pasir dan tambak udang di Lumajang, tambang emas di Jember dan Banyuwangi. Hal serupa sebagaimana pengerukan pantai untuk pembangunan infrastruktur Bandara Internasional di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dia menyampaikan aktivitas-aktivitas seperti itu membuat semakin besar potensi terjadinya bencana tsunami. Dia menyebutkan karena aktivitas pengerukan itu menyebabkan ketinggian pantai berkurang dan gumuk pasir hilang.

Sehingga, ketika seandainya bencana tsunami benar-benar terjadi. Eko menyampaikan air laut akan sulit dibendung dan akan langsung menimpa pemukiman warga. Hal tersebut, kata dia, dikarenakan tidak ada tanggul alam untuk membendung naiknya air laut.

”Akibat aktivitas tambang dan tambak, gumuk pasir kan hilang. Sehingga, ketika terjadi tsunami. Airnya tidak bisa dibendung dan akan langsung menimpa pemukiman warga. Karena sudah tidak ada tanggul alam pantai untuk membendung airnya,” kata alumnus Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Oleh karena itu, Eko menyampaikan potensi bencana tsunami lebih besar terjadi di wilayah-wilayah dengan tingkat eksploitasi lingkungannya tinggi. Bahkan, potensi bencana tsunami akan semakin besar terjadi ketika kerusakan lingkungan itu semakin dibiarkan.

Berdasarkan peta potensi bencana tsunami di situs https://www.gitews.org/tsunami-kit/. Eko menunjukkan ada tiga wilayah di Jawa Timur dengan potensi besar dilanda tsunami. Ketiganya yaitu Lumajang, Jember dan Banyuwangi.

Sebagaimana diketahui, eksploitasi lingkungan berupa aktivitas tambang pasir ilegal secara besar-besaran di Lumajang terjadi sejak beberapa tahun silam. Sekalipun sekarang sudah tidak ada. 

Akibat kejadian itu, seorang warga bernama Salim Kancil kehilangan nyawa karena memperjuangkan konservasi kawasan pesisir selatan itu. Sementara, eksploitasi lingkungan berupa aktivitas tambang emas besar-besaran terjadi di Jember dan Banyuwangi. 

Bahkan, aktivitas-aktivitas itu terus berlangsung sampai sekarang. Sekalipun aktivitas tambang emas tersebut mendapatkan penolakan dari beberapa elemen masyarakat.

”Sebenarnya, potensi bencana tsunami terjadi di seluruh kawasan pantai selatan. Tapi, potensi paling besar terjadi di kawasan-kawasan dengan kondisi kerusakan lingkungannya sangat buruk. Seperti Lumajang dan Jember itu,” tuturnya.

Solusinya, Eko menyebutkan selain ada kesiapsiagaan dari pemerintah daerah berupa edukasi kepada masyarakat terkait waspada potensi bencana tsunami. Dia mengatakan solusi lain yaitu tidak mengeksploitasi lingkungannya dengan mengeruk pasir di seluruh kawasan pantai selatan Jawa demi kepentingan sepihak seperti tambang, tambak hingga pembangunan infrastruktur.

”Solusinya (agar potensi tsunami kecil), seluruh kawasan pantai selatan Jawa tidak ditambang (untuk kepentingan apapun). Itu saja,” tutur Dosen Fakultas Teknologi Mineral untuk Jurusan Teknik Geologi kelahiran Malang, Jawa Timur ini.

Akan tetapi, kata Eko, ketika sudah terlanjur terjadi aktivitas tambang maupun tambak di kawasan pantai selatan Jawa. Dia berharap ada kesadaran dari perusahaan maupun pemerintah daerah agar membuat bukit-bukit baru sebagai tanggul untuk menghambat air ke pemukiman warga.

Disisi lain, ketika misalnya ada rencana untuk dilakukan aktivitas pertambangan maupun pertambakan. Selain pengusaha melakukan pengukuran terkait dampak dan lain sebagainya. Dia meminta agar ada perjanjian resmi antara perusahaan dengan pemerintah daerah dan diketahui masyarakat.

Dia menyebutkan perjanjian resmi itu berguna sebagai kesepakatan bahwa fungsi kawasan pantai harus dikembalikan seperti semula setelah aktivitas tambang selesai. Tentunya, dia menegaskan masyarakat harus dilibatkan untuk mengontrol perjanjian itu.

”Harus buat perjanjian antara pemerintah dan pengusaha dengan diketahui masyarakat. Setelah pasir besi diambil, pengusaha harus bertanggung jawab untuk mengembalikan fungsi kawasan pantai seperti semula,” ujarnya.

Masalahnya, Eko mengatakan dia sangat sedikit kepedulian pemerintah maupun pengusaha terkait upaya-upaya seperti hal tersebut. Bahkan, parahnya, dia mengungkapkan masyarakat seringkali tidak dilibatkan dalam prosesnya.

Padahal, dia mengatakan potensi terjadinya bencana tsunami ini bukan karena secara geografis memang kawasan pantai. Lebih dari itu, dia mengatakan ada masalah lain berupa pembiaran eksploitasi lingkungan besar-besaran tanpa ada tanggung jawab. Sehingga mempercepat terjadinya bencana.

”Makanya, harus ada kepedulian semua pihak. Bisa dengan ada perjanjian resmi tadi. Tentunya, masyarakat harus dilibatkan untuk memantau prosesnya. Masalahnya, hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah selama ini,” ujarnya.[](PEN)

Berita terkait
BMKG Rilis Alat Deteksi Gempa-Tsunami di Indonesia
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika merilis alat deteksi gempa dan tsunami di Indonesia. Begini cara kerja alat tersebut.
Ternyata 300 Tahun Lalu di Indonesia Sering Terjadi Tsunami
Ternyata tsunami sering terjadi di Indonesia sejak 300 tahun yang lalu.
Potensi Tsunami, Desa Tangguh Bencana Banyuwangi Diaktifkan
BPBD Banyuwangi mendata ada 4 desa di Banyuwangi masuk risiko tinggi terdampak tsunami. Sehingga Desa Tangguh Bencana diaktifkan.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.