Politik Aji Mumpung Keluarga Besar Jokowi di Pilkada

Analis politik menilai terjunnya keluarga besar Jokowi dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tersesan politik aji mumpung.
Sejumlah keluarga Presiden Jokowi yang akan maju dalam Pilkada 2020 mendatang. (Foto: Dok.twitter/Tagar/Hidayat)

Jakarta - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai terjunnya keluarga besar Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 terkesan 'politik aji mumpung'.

Pangi menuturkan, keluarga besar yang dimaksud adalah putra pertama Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka, menantu presiden Bobby Afif Nasution yang menikah dengan Kahiyang Ayu.

Semestinya harus dipertimbangkan secara matang, jangan terkesan seperti fenomena 'politik aji mumpung' kebetulan bapak lagi jadi presiden

Kemudian, Wahyu Purwanto, suami adik kandung Jokowi dan Doli Sinomba Siregar, paman dari Bobby Nasution. Hal itu diungkapkan melalui siaran pers yang diterima Tagar, Senin, 20 Juli 2020.

Dia berpandangan, terlibatnya Gibran dan Bobby Nasution, serta besan Jokowi dalam bursa calon kepala daerah 2020 menjadi sorotan publik. Pasalnya, ini merupakan fenomena baru dalam varian politik dinasti di Indonesia, dimana untuk pertama kalinya keluarga presiden yang masih menjabat ikut serta dalam perhelatan kontestasi elektoral Pilkada serentak 2020.

"Sebagai presiden yang masih menjabat, semestinya keluarga inti presiden harus menjaga jarak dari politik praktis, berupaya menghindari konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan serta memanfaatkan pengaruh presiden (cotail effect) untuk kepentingan pribadi terkait kontestasi yang akan mereka ikuti," kata Pangi.

Analis politik ini mengaku, secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar dan membatasi siapa pun termasuk anak atau keluarga presiden untuk terlibat dalam politik praktis. Namun, dia menyayangkan jika Pilkada 2020 menjadi ajang cari kesempatan oleh keluarga besar Jokowi.

"Namun tersandera soal etika dan kepatutan, semestinya harus dipertimbangkan secara matang, jangan terkesan seperti fenomena 'politik aji mumpung' kebetulan bapak lagi jadi presiden," ujarnya.

Pangi berpandangan, politik dinasti pada dasarnya sudah mengakar kuat di Indonesia, mulai dari dinasti Soekarno, Soeharto, hingga SBY. Namun, di masa kepemimpinan Jokowi, kata Pangi, eksperimen awal membangun trah dinasti politik baru terjadi.

"Pertanyaannya adalah apakah Jokowi sudah menyiapkan infrastruktur untuk menopang politik dinastinya? Jika tidak dipersiapkan dengan matang, bisa saja eksperimen politik dinasti Jokowi ini hanya ajang kelinci percobaan. Kalau seandainya gagal misalnya, maka sama saja mempermalukan dan menggerus legitimasinya sebagai presiden RI," kata dia.

Dia berpendapat, akan menjadi dilema jika Jokowi menggantungkan harapan pada Partai PDI Perjuangan sebagai infrastruktur politik keluarganya. Menurutnya, elite PDI Perjuangan akan mempersempit ruang gerak bagi keluarga besar Jokowi.

"Kalau pun dibuka akan menghambat dinasti politik yang sudah dibangun. Sebab ketua umum partai lain juga sedang menyiapkan trah dinasti politiknya, selain langkah ini akan melahirkan konflik internal yang merusak tradisi meritokrasi, memprioritaskan figur kader internal yang sudah berdarah-darah membesarkan partai," ucap Pangi.

Lantas, dia mengibaratkan posisi Jokowi bagaikan buah simalakama. Menurutnya, jika presiden mempersiapkan infrastruktur politik dan penopang lain untuk membangun dinasti politik, maka orang nomor satu di Indonesia itu akan distempel menyalahgunakan kekuasaan.

"Inilah buah simalakamanya. Jokowi tidak akan membiarkan putra dan menantunya berjuang sendiri, tidak tega melihat mereka kalah dalam kontestasi elektoral, tentu hal tersebut bisa memalukan Jokowi," ujarnya.

"Beratnya lagi, misalnya kalau di tengah jalan terjadi penyalahgunaan dan penyimpangan keuangan negara alias tindak pidana korupsi yang dilakukan anak presiden sebagai kepala daerah, pertanyannya siapa yang berani melawan anak presiden? kata Pangi menambahkan.

Dia juga mengaku mafhum melihat realitas hukum di negeri ini yang masih tunduk pada kehendak kekuasaan.

"Posisi ranjang kekuasaan masih di atas hukum, alhasil penegakan hukum berjalan tidak normal karena adanya intervensi kekuasaan, alasannya demi menyelamatkan citra presiden dan seterusnya. Ini yang barangkali kita maksud lebih besar aspek mudaratnya dari pada manfaatnya terkait embrio politik dinasti yang sedang dipersiapkan Presiden Jokowi," kata Pangi Syarwi Chaniago. []

Berita terkait
Dukung Gibran, Megawati Kalah Kuat dengan Jokowi di PDIP
Sosok Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri dianggap melemah menyusul majunya putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dalam Pilkada Kota Solo.
Dinasti Politik Jokowi Tercium ke Luar Negeri
Dinasti politik yang dibangun Presiden Jokowi tercium hingga ke luar negeri, dengan terakhir cawe-cawe Gibran Rakabuming Raka Pilkada Surakarta.
Otto Gabung, EWI: Denny Siregar Menang Lawan Telkomsel
Bergabungnya pengacara kawakan Otto Hasibuan ke dalam tim hukum Denny Siregar diyakini mampu mengalahkan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.