Plus Minus Bahasa Indonesia Masuk Kurikulum Taiwan

Pengamat Pendidikan UGM merespons plus-minusnya masuknya Bahasa Indonesia ke dalam kurikulum pendidikan di Taiwan.
Ilustrasi Bendera Taiwan Indonesia

Jakarta - Pengamat Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM) Bagas Pujilaksono Widyakanigara, merespons baik masuknya pelajaran Bahasa Indonesia ke dalam kurikulum pendidikan di Taiwan. 

Menurut dia, asas saling menguntungkan menjadi pertimbangan dimasukkannya Bahasa nasional ke sistem pembelajaran Taiwan.  Misalnya, kata Bagus, seperti yang terjadi di sejumlah kampus di Australia memasukan Bahasa Indonesia ke subjek pembelajaran.

"Kalau Australia kan karena banyaknya turis yang ke Indonesia, atau kita punya banyak kerjasama dengan Australia," kata Bagas kepada Tagar, Senin 8 Juli 2019.

"Kalau di Taiwan, ya karena merupakan salah satu negara yang kita banyak mengirim TKI (Tenaga Kerja Indonesia), ya mungkin supaya nanti di sana juga mengerti Bahasa Indonesia. Saya rasa itu semua positif dan tidak masalah dengan itu," ujarnya.

Menanggapi kekhawatiran masyarakat atas kemungkinan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia apabila bahasanya dipelajari secara masif di banyak negara berkembang, Bagas menganggapnya sebagai hal yang wajar, serta mendorong lembaga-lembaga negara terkait untuk menjawab ketakutan tersebut.

"Kekhawatiran yang seperti itu bisa dimengerti. Tapi tergantung regulasi di Kementerian Ketenagakerjaan kan. Yang amburadul kan dari dulu itu di sana. Mau ada, atau tidak adanya pelajaran Bahasa Indonesia di luar negeri, yang seperti itu (regulasi) kan memang sudah amburadul," kata Bagas.

Doktor Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa itu mengatakan, masuknya Bahasa Indonesia ke kurikulum negara lain harusnya bisa menjadi pintu gerbang bagi seni, kebudayaan dan potensi wisata dalam negeri untuk mencari peluang pasar di kancah internasional, seperti halnya program pembebasan visa ke berbagai negara.

Namun begitu, regulasi perlindungan tenaga kerja dalam negeri juga harus menjadi fokus yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, melalui berbagai kementerian dan dinas terkait.

"Jadi kalau kementerian ketenagakerjaan, imigrasi, kementerian luar negeri tidak memproteksi tenaga kerja dalam negeri, lalu dengan dipelajarinya Bahasa Indonesia di negara-negara lain yang punya tingkat pengangguran yang tinggi, bisa saja kita kedodoran saat mereka melakukan ekspansi ke Indonesia untuk mencari pekerjaan," ujarnya.

Tujuh bahasa di Asia Tenggara dikabarkan wajib dipelajari oleh murid sekolah dasar di Taiwan. Kementerian Pendidikan Taiwan menjelaskan, tujuh bahasa tersebut adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Vietnam, Bahasa Thailand, Bahasa Myanmar, Bahasa Kamboja, Bahasa Melayu, dan Bahasa Tagalog.

Selain itu, murid-murid juga bisa mempelajari Bahasa Hokkien, Hakka, atau bahasa asli suku di Taiwan. Untuk mejalankan program tersebut, Pemerintah Taiwan dikabarkan telah menggelar pelatihan khusus kepada 2 ribu guru paruh-waktu.

Baca juga: 


Berita terkait
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina