Jakarta - Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan skema upah per jam karyawan yang diwacanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya belum cocok diterapkan di Indonesia.
"Karena belum adanya jaminan pengangguran seperti di negara maju," ucap Bhima kepada Tagar, Selasa, 31 Desember 2019.
Negara maju kata dia, memiliki jaminan sosial yang sudah baik. Skema upah per jam karyawan pun tidak ada masalah, sehingga banyak karyawan bisa bekerja di dua perusahaan berbeda untuk memenuhi kebutuhan.
Misalnya, jam 8 sampai 12 siang karyawan bekerja di perusahaan A. Kemudian jam 12 sampai 4 sore, karyawan tersebut bekerja di perusahaan B.
"Jika perusahaan memangkas jam kerja ada asuransi pengangguran. Jadi standar upah minimumnya tetap berjalan normal," tuturnya.
Sedangkan skema upah per jam karyawan di Indonesia, menurutnya belum memiliki jaminan sosial seperti itu. Jadi, belum ada jaminan juga sistem tersebut dapat menyejahterakan jika benar-benar diterapkan pada masyarakat Indonesia.
"Ketika pekerja diupah berdasarkan jam, kemudian jam kerjanya tidak cukup membiayai pengeluarannya, maka negara wajib hadir memberikan kesempatan kerja lainnya," tuturnya.
Baca juga: Omnibus Law Akan Atur Karyawan PHK Tetap Dapat Upah
Dampak Minus Upah Per Jam Karyawan
Penerapan skema upah per jam karyawan tanpa jaminan pengangguran menurutnya dapat berdampak negatif pada pekerja, salah satunya terkait penghasilan.
"Pekerja dilanda ketidakpastian pendapatan per bulan karena naik turunnya jam kerja ditentukan pengusaha bkan pekerja," ujar Bhima.
Selain itu, jika skema upah per jam karyawan benar-benar diterapkan secara nasional ada kemungkinan memengaruhi ekonomi Indonesia.
"Dikhawatirkan daya beli pekerja akan turun signifikan. Ini akan membuat ekonomi Indonesia yang ditopang konsumsi rumah tangga berisiko tmbuh dibawah 4,8 persen," ucapnya.
Dampak Plus Upah Per Jam Karyawan
Di sisi lain, skema upah per jam karyawan kata Bhima sebenarnya menguntungkan bagi pengusaha. Sebab, pengusaha dapat memangkas biaya pengeluaran ketika tidak dibutuhkan.
"Dikala produksi turun, beban biaya upah pekerja bisa berkurang karena disesuaikan dengan kebutuhan per jam nya," tuturnya.
Misalnya, saat kapasitas produksi turun dari 8 jam menjadi 5 jam per hari. "Otomatis upah pekerjanya juga turun," ujarnya. []