Peti Mati di Balik Aksi Mahasiswa UGM Yogyakarta

Mahasiswa UGM Yogyakarta menggelar demonstrasi dengan mengusung peti mati warna hitam. Apa makna di balik peti mati itu?
Aliansi Mahasiswa UGM membawa peti mati hitam saat menggelar unjuk rasa terkait pemotongan UKT bagi mahasiswa di tengah pandemi Covid-19. (Foto: Tagar/Rahmat Jiwandono)

Yogyakarta - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membawa peti mati warna hitam pada aksi demonstrasi menuntut pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa di tengah pandemi Covid-19. Aksi demonstrasi digelar di depan Gedung Rektorat UGM Yogyakarta, 15 Juli 2020 sekitar pukul 15.00 WIB.

Menko Pergerakan Aliansi Mahasiswa UGM, Panji Dafa mengungkapkan, peti mati hitam merupakan matinya slogan UGM yaitu kampus kerakyatan. Ia menyebut dalam peti tersebut bertuliskan Matinya Kerakyatan UGM 1949-2020.

"Karena UGM didirikan pada 19 Desember 1949 tapi slogan kerakyatannya kami nyatakan mati pada Juli 2020," katanya saat ditemui di Balairung UGM, Rabu, 15 Juli 2020.

Dalam aksinya, mereka membagikan keterangan tertulis bahwa penyesuaian UKT, pada program sarjana dan diploma di lingkungan UGM pada situasi normal telah diatur dalam Keputusan Rektor Nomor 526 Tahun 2016.

Pada Diktum Ketiga tertulis, penyesuaian kelompok dapat dilakukan, apabila terdapat kekeliruan mahasiswa dalam memasukkan biodata pada saat registrasi sebagai mahasiswa baru. Atau terjadi perubahan kemampuan ekonomi orang tua/wali mahasiswa yang mempengaruhi daya bayar UKT.

Karena UGM didirikan pada 19 Desember 1949 tapi slogan kerakyatannya kami nyatakan mati pada Juli 2020.

Selain itu, pada lampiran yang mencantumkan mekanisme dan catatan tambahan, disebutkan bahwa permohonan penyesuaian kelompok UKT ke fakultas/sekolah dapat didampingi oleh BEM/LEM/DEMA/LM fakultas/sekolah, dengan syarat mengisi Form Informed Consent sesuai format yang disiapkan fakultas/sekolah, dan dilengkapi dengan fotokopi mahasiswa pendamping.

Akan tetapi, sejak keputusan tersebut diberlakukan hingga saat ini, realisasi pelibatan mahasiswa dalam proses penyesuaian kelompok UKT masih belum diterapkan di sebagian besar fakultas. Beberapa fakultas yang telah melibatkan mahasiswa dalam proses permohonan hingga penentuan kelompok UKT antara lain Psikologi, ISIPOL, Hukum, Teknologi Pertanian, dan Pertanian.

Sedangkan di fakultas lainnya, koordinasi antara dekanat dan mahasiswa cenderung beragam. Mulai dari yang masih akomodatif terhadap masukan dari mahasiswa seperti MIPA, Ilmu Budaya, Filsafat, KKMK, Farmasi, Kedokteran Gigi, GeografI, dan Teknik, hingga yang cukup kaku seperti Biologi dan Sekolah Vokasi.

Apa yang ia sebutkan tadi, menurut Aliansi, layak dijadikan catatan bagi Rektorat UGM untuk menstandardisasi kebijakan penentuan UKT di tiap fakultas/sekolah. Agar berkeadilan dan menjunjung tinggi transparansi.

Direktur Kemahasiswaan UGM, Suharyadi, hadir di hadapan peserta aksi dan menyampaikan tanggapannya. "Hari ini Rektor tidak ada di kantor," katanya.

Bila memang mahasiswa ingin bertemu, maka ia akan bersedia membantu dalam menyesuaikan waktu yang tepat. "Tinggal mahasiswa menyiapkan bahan apa saja yang ingin disampaikan, lalu kami cocokkan waktunya (untuk bertemu rektor)," kata dia. []

Berita terkait
6 Tuntutan Mahasiswa UPN Yogyakarta Trending Twitter
Ratusan mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta menggelar demontrasi. Enam tuntutannya trending di Twitter dengan hastag #UnivesitasPAncenNdlogok.
UGM Buka Lowongan Pekerjaan untuk Beberapa Posisi
Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang membuka lowongan pekerjaan untuk ditempatkan di sejumlah posisi.
Tudingan G30S/PKI dalam Aksi #GejayanMemanggil Jilid 2
Aksi #GejayanMemanggil Jilid 2 dituding bermomentum G30S/PKI, namun hal tersebut tidak ada kausalitasnya. Bahkan ada tuduhan FPI dan HTI ikut aksi.