Pesan Pelestarian Danau Toba kepada Jokowi

Pesan pelestarian Danau Toba, disuarkan mahasiswa dan aktivis lingkungan melihat Danau Toba yang semakin tercemar.
Keramba Jaring Apung di perairan Danau Toba. (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Pematangsiantar - Presiden Jokowi dijadwalkan meninjau beberapa titik proyek pembangunan rencana strategis pariwisata Danau Toba di Kabupaten Samosir, pada Senin 29 Juli-Rabu 31 Juli 2019.

Seiring hal tersebut pesan pelestarian kawasan Danau Toba, pun disuarakan oleh mahasiswa dan aktivis lingkungan melihat kondisi Danau Toba yang semakin tercemar.

Tidak ada pariwisata di kawasan Toba tanpa Danau Toba. Semangat ini menjadi dasar untuk menjaga kualitas air danau terbesar di Tanah Air tersebut. Ini ditegaskan Deputi Bidang Infrastruktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaluddin pada 2018 silam.

Yohanes Marbun dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dan Roy Lumbangaol, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), juga menyampaikan hal yang sama, saat dihubungi via telepon seluler pada Sabtu 27 Juli 2019.

Menurut mereka pengembangan destinasi sekitaran kawasan Danau Toba memiliki potensi yang sangat besar. Alam yang indah, kekayaan kultur masyarakat sekitar, rekam historis dan mitos yang mengitarinya, menjadi daya tarik bagi wisatawan.

"Potensi wisata Danau Toba sangat besar. Akan tetapi menurut kami ada tiga hal yang menjadi penting dalam pengembangan Danau Toba, yakni ekosistem, peran masyarakat dan infrastuktur. Ironis ketika kelestarian lingkungan dan persiapan SDM belum juga menjadi prioritas pemerintah," tutur Yohanes.

Sementara itu Roy Lumbangaol, berpandangan sejauh ini pemerintah belum serius menertibkan perusahaan yang melakukan aktivitas di sekitaran Danau Toba khususnya perusahaan yang mencermari dan melakukan perusakan.

"Jadi sangat penting pengembangan destinasi Danau Toba melibatkan banyak stakeholder. Tanpa pembenahan dari pemerintah terhadap perusahaan perusak Danau Toba, program destinasi Danau Toba akan menjadi sia-sia," sebut Roy.

Cabut Izin Usaha Perusak Danau Toba

Sementara itu, Hendra Manurung, Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kota Medan berujar, wacana pembangunan wisata Danau Toba, sebagai salah satu program strategis nasional kurang berjalan optimal.

Hal itu sudah mereka sampaikan saat melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumut pada Kamis 26 Juli 2019. GMKI berpandangan wacana pemerintah belum memperlihatkan progres yang signifikan.

"Pasca penetapan Danau Toba menjadi kawasan strategis nasional sesuai Perpres No.81 Tahun 2014 disambut dengan pembentukan Badan Otorita Danau Toba, Perpres No.49 Tahun 2016, belum ada hasil konkret," sebut Hendra.

Oleh karenanya kata Hendra, pengembangan kawasan Danau Toba menjadi destinasi pariwisata bertaraf internasional tidak mungkin berjalan, apabila masih beroperasinya perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi dan mencemari Danau Toba.

"Jika pemerintah benar-benar serius menjadikan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mencabut izin-izin usaha perusahaan perusak Danau Toba seperti PT Aquafarm, PT TPL, PT Alegrindo, PT Duma Gorga dan Simalem Resort. Karena dari limbah perusahan tersebutlah yang mencemari Danau Toba," pungkasnya.

Julvan Silalahi, juga menyampaikan hal yang sama. Pengurus Komunitas Pencinta Alam Akar Rimba ini, berpandangan sangat pentingnya upaya pelestarian Danau Toba sebagai ikon wisata dan kebanggaan bagi masyarakat Sumut.

Namun menurutnya, dalam hal pengembangan harus turut memperhatikan banyak hal, salah satunya lingkungan.

Kemudian mengevaluasi keberadaan BODT yang menurut hemat saya, dibubarkan saja

"Yang sama-sama kita tahu kelestarian lingkungan di Danau Toba itu, masih butuh perhatian khusus. Banyak perambahan hutan di sekitaran Danau Toba. Masih beroperasinya beberapa perusahaan nasional di Danau Toba, yang mana limbah dari perusahaan tersebut mengalir langsung ke Danau Toba," paparnya.

Harapan Kehadiran Presiden Jokowi

Sebelumnya, temuan hasil penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dirilis pada Juli 2018 menunjukkan air Danau Toba mengalami penurunan kualitas dibandingkan beberapa dekade sebelumnya.

Beberapa faktor lain yang menyebabkan kualitas air Danau Toba turun adalah pembuangan limbah domestik, limbah peternakan, pestisida dan kegiatan aquaculture berupa keramba jaring apung (KJA).

Di antara faktor-faktor tersebut, yang paling mempengaruhi turunnya kualitas air adalah dampak dari KJA yang sudah melampaui batas.

Dilaporkan pada Agustus 2018 ratusan ton ikan dalam keramba mati karena kekurangan oksigen. Ditengarai, perubahan meteorologis tertentu di permukaan danau, menyebabkan upwelling, di mana amoniak dari kotoran dan sisa pakan ikan.

Kondisi Danau Toba saat ini sangat tercemar. Limbah-limbah perusahaan yang dibuang ke danau menyebabkan air Danau Toba tidak layak diminum. Padahal standar baku air Danau Toba seharusnya adalah air minum.

Hal ini menjadi perhatian sejumlah pihak dan aktivis lingkungan. Menurut mereka, banyaknya hutan di sekeliling Danau Toba yang dijadikan bahan baku industri bubur kertas mengancam ketersediaan air.

Bagaimana tidak, hutan menjadi penyuplai air bagi Danau Toba dam masyarakat di sekitarnya. Karena itu pemerintah harus bersikap tegas.

Yohanes menyampaikan, untuk merealisasikan tujuan pengembangan Danau Toba perlu ada kampanye-kampanye yang benar-benar mewujudkan kesejahteraan masyarakat, keadilan ekologis dan kelestarian adat budaya dan kearifan lokalnya.

"Jadi harapan saya kedatangan Presiden Jokowi tidak hanya diartikan sebagai kunjungan kerja, tapi juga sebagai pengkampanyean permasalahan di sekitaran Danau Toba," terang Yohanes.

Julvan, juga menyatakan hal yang serupa. Dia berharap kehadiran Jokowi dalam kunjungan kerja selama tiga hari di Danau Toba turut peka terhadap isu yang berkembang di sekitaran Danau Toba, dan melakukan sebuah langkah konkret.

"Semoga Pak Jokowi, tidak hanya meninjau program pembangunan, namun juga permasalahan di Danau Toba juga diselesaikan," ujarnya.

Bubarkan BODT

Alboin Samosir, Ketua PMKRI Kota Pematangsiantar menyampaikan, selain fokus kepada pengembangan infrastuktur, pemerintah juga harus memajukan sumber daya manusia.

"Ketika pemerintah ingin fokus menjadikan Danau Toba destinasi wisata, harus ada dukungan dari masyarakat. Kemudian mengevaluasi keberadaan BODT yang menurut hemat saya, dibubarkan saja karena semenjak dibentuk 2016 silam belum memberikan kontribusi yang maksimal," jelasnya. Alboin.

Sejauh ini sebut Alboin, terdapat persoalan antara pemerintahan dan masyarakat daerah se-Kawasan Danau Toba.

"Dari tujuh kabupaten tidak memiliki kesamaan visi soal pengembangan Danau Toba. Selain itu, pembangunan infrastuktur di Danau Toba, harus melalui sinergitas pemerintah, pemangku kepentingan dan masyarakat," kata Alboin.[]

Baca juga

Berita terkait
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan