Perusahaan Singapura Didenda Besar Karena Ekspor Sistem Sonar ke Myanmar

Kedua orang tersebut, yang saat itu bekerja di pemasok peralatan survei Hydronav yang berbasis di Singapura
ILUSTRASI - Suasana di sekitar patung Merlion, landmark wisata populer, di Singapura, Senin, 31 Mei 2021. (Foto: voaindonesia.com/AP/Annabelle Liang)

TAGAR.id, Singapura - Pengadilan Singapura menjatuhkan denda besar pada sebuah perusahaan dan dua karyawannya, Selasa, 19 September 2023, karena mengekspor sistem sonar ke Myanmar pada tahun 2018 untuk digunakan oleh angkatan laut Myanmar.

Kedua orang tersebut, yang saat itu bekerja di pemasok peralatan survei Hydronav yang berbasis di Singapura, mengaku bersalah mengekspor barang-barang strategis itu tanpa izin. Wui Ong Chuan, 70 tahun, yang saat itu menjabat direktur perusahaan, didenda 45.000 dolar Singapura (setara dengan Rp 507.373.650) sementara Poiter Agus Kentjana, yang saat itu menjabat manajer penjualan, didenda 35.000 dolar Singapura (setara dengan Rp 394.623.950).

Hydronav juga didenda 1,13 juta dolar Singaura (setara dengan Rp 12.740.716.100) oleh pengadilan karena mengekspor sistem sonar dan drone yang digunakan untuk survei ke Myanmar.

Peralatan yang diekspor adalah sistem pengeras suara gema multibeam yang menurut situs web perusahaan Norwegia, Kongsberg, digunakan untuk pemetaan dasar laut.

Wui dan Poiter juga mengaku menipu Kongsberg yang menjual peralatan tersebut ke Hydronav. Mereka telah menyerahkan dokumen palsu kepada Kongsberg, sehingga Kongsberg percaya bahwa peralatan tersebut akan digunakan oleh perusahaan Indonesia, menurut dokumen pengadilan.

Hydronav kemudian menjualnya ke entitas Myanmar, Light of Universe, seharga 1,58 juta dolar AS (setara dengan Rp 24.312.171.000) untuk digunakan oleh Pusat Hidrografi Angkatan Laut Myanmar.

Sistem ini diekspor ke Myanmar pada Juli 2018, dan pihak berwenang Singapura menggerebek kantor Hydronav dua tahun kemudian. Penjualan tersebut terjadi sebelum kudeta militer di Myanmar kurang dari tiga tahun kemudian yang menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis di negara Asia Tenggara tersebut. Jaksa mengatakan tidak ada bukti bahwa sistem tersebut digunakan untuk tujuan militer.

Singapura memberlakukan kontrol ekspor pada “barang-barang strategis” termasuk senjata, peralatan militer, dan teknologi yang berpotensi digunakan dalam bidang militer.

Siapa pun yang kedapatan mengekspor barang-barang strategis tanpa izin dapat didenda hingga 100.000 dolar Singapura (setara dengan Rp 1.127.497.000) atau tiga kali lipat nilai barang tersebut, dipenjara hingga dua tahun, atau keduanya. (ab/ka)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
PBB Sebut Kejahatan Perang di Myanmar Meningkat Dramatis
Junta militer dan milisi telah menargetkan warga sipil dengan bom dari udara tanpa pandang bulu dan secara tidak proporsional