Pertemuan Megawati-Prabowo Restu Politik Masuk Koalisi

Pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri mengisyaratkan restu politik untuk Partai Gerindra bergabung dalam koalisi.
Prabowo merasa terhormat dengan sambutan baik Megawati. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta - Pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, mengisyaratkan restu politik untuk Partai Gerindra bergabung dalam koalisi.

"Boleh jadi pertemuan itu hanya soal restu. Pembicaraan deal politik dan koalisi sudah selesai sebelum silaturahim ala nasi goreng dua tokoh negarawan tersebut," kata analis politik Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis, 25 Juli 2019.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan setelah mendapatkan restu politik dari Megawati, maka Gerindra akan leluasa bergabung ke koalisi Jokowi.

Menurut analisa Pangi, Jokowi dan Megawati sendiri tampak sudah merestui dan menyetujui Gerindra masuk ke koalisi pemerintah.

Pertanyaannya, kata dia mengapa Ketua Umum Nasdem Surya Paloh seolah menciptakan panggung tandingan dengan pertemuan empat partai koalisi dan melalukan pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Kenapa harus ada panggung tandingan yang dibuat Surya Paloh dengan mengumpulkan partai koalisi minus PDIP, dan bertemu Anies Baswedan yang terlalu dini bicara Pilpres 2024," ujar Pangi.

Dia mengatakan pada saat pelantikan presiden belum dilaksanakan, Surya Paloh seolah ingin mengatakan bahwa Anies Baswedan adalah masa depan dan Jokowi masa lalu.

Dia memandang boleh jadi manuver Surya Paloh adalah sinyal perlawanan Nasdem atas peluang masuknya Gerindra dalam koalisi.

"Sejak pak Jokowi mengatakan akan menerima dan mengakomodir parpol oposisi pendukung Prabowo, membangun bangsa secara bersama, bekerja untuk kepentingan bangsa yang jauh lebih besar, Nasdem, Golkar, PKB dan PPP nampaknya tidak setuju, resistensi mereka masih tinggi dengan masuknya Gerindra," kata Pangi.

Menurutnya, manuver itu seharusnya tidak dilakukan karena secara etika 'melawan' Presiden Jokowi dan Megawati selaku Ketua Umum Partai Politik pengusung utama Presiden Jokowi.

Manuver semacam itu, menurut dia, dapat membuat Presiden Jokowi menjadi tidak respect (hormat), dan PDIP merasa tidak dihargai.

Baca juga:

Berita terkait
0
Harga TBS Sawit Terjun Bebas, Sultan Najamudin Minta Pemerintah Tingkatkan Porsi Penggunaan CPO
Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B Najamudin mendorong pemerintah untuk melakukan akselerasi penyerapan stok CPO.