Permadi Arya: Saya dan Denny Siregar Bukan Buzzer

Permadi Arya dengan nama populer Abu Janda mengatakan dirinya dan Denny Siregar bukan buzzer, tapi social media influencer (SMI).
Permadi Arya (kanan) bersama sahabat, Denny Siregar. (Foto: Dok Permadi Arya)

Jakarta - Pegiat media sosial Permadi Arya dengan nama populer Abu Janda mengatakan dirinya dan Denny Siregar bukan buzzer (pendengung), tapi social media influencer (SMI).

"Saya, Denny bukan buzzer lah. Kami SMI: Social Media Influencer. Beda buzzer sama SMI itu, SMI itu follower banyak dan bikin konten sendiri, misal aku ngevlog, Denny bikin timeline," tutur Permadi Arya dalam wawancara tertulis dengan Tagar, Rabu pagi, 9 Oktober 2019.

Buzzer itu akun yang tugasnya ngeshare konten naikin tagar, misal akun-akun anonim.

Permadi mencontohkan, "Buzzer itu akun yang tugasnya ngeshare konten naikin tagar, misal akun-akun anonim. Punya nama jelas tapi follower dikit dan sering ngeshare konten bisa juga disebut buzzer."

"Makanya Denny diserang habis-habisan dengan stigma buzzer saat share konten ambulans. Bukan konten dia sendiri," lanjut Permadi.

Tidak Ada Buzzer Istana

Adita IrawatiStaff khusus presiden bidang komunikasi, Adita Irawati, ditemui di sela gelaran Siberkreasi di Jakarta, Sabtu (5/10/2019). (Foto: Antara/Arindra Meodia)

Sebelumnya, Staf khusus presiden bidang komunikasi, Adita Irawati, membantah adanya isu buzzer istana yang belakangan santer terdengar di kalangan warganet.

“Buzzer istana ini kan istilah yang diciptakan oleh netizen sendiri. Kita itu secara official kita enggak pernah ada buzzer istana,” ujar Adita seperti diberitakan Antara, Sabtu, 5 Oktober 2019.

Adita mengatakan banyak netizen, yang dia sebut militan, yang membentuk polarisasi untuk mendukung blok tertentu.

Di antara blok-blok tersebut, kata Adita, ada yang bersifat organik, asli manusia bukan mesin, tetapi ada pula yang bersifat anorganik.

Kita tidak bisa menyalahkan, tidak bisa melarang juga.

“Nah yang organik ini, ini betul-betul militansinya luar biasa sehingga dalam tanda kutip membela, men-defense, apa yang menjadi program atau keputusan dari pemerintah,” tutur Adita.

Di antara mereka yang organik, kata Adita, sebagian besar adalah relawan. Mereka biasanya melakukan hal tersebut tanpa ada instruksi.

“Kita tidak bisa menyalahkan, tidak bisa melarang juga. Kita apresiasi, tapi kembali lagi mari kita juga melihat bagaimana kemudian inisiatif itu tidak menjadikan polarisasi makin tajam karena tidak baik juga untuk negara kita ke depan,” tutur Adita.

Adita meminta mereka yang militan untuk menahan diri. Sebab, yang terpenting saat ini, menurut dia, adalah bersatu, solid, dan fokus dalam pembangunan.

“Militansi itu bagus, loyal itu bagus, tapi lebih baik kalau kita juga menahan diri untuk kemudian melakukan itu dengan cara-cara yang lebih positif,” tutur Adita.

Hindari Kata yang Menyakiti

MoeldokoKepala Staf Presiden Moeldoko. (Foto: Instagram/@dr_moeldoko)

Sehari sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Istana ditanya wartawan hal serupa. Moeldoko mengatakan para buzzer tidak berada di bawah komandonya. 

"Mereka masing-masing bergerak tetapi saya juga ada kesempatan untuk bisa berkomunikasi dengan influencer, dan tokoh-tokoh relawan dan tokoh lain. Jadi dari kesempatan itu saya juga bicara," ujar Moeldoko.

Saya harap buzzer dari segala penjuru ini harus turunkan ego, menurunkan apa itu semangat yang berlebihan.

Moeldoko menjelaskan saat berbicara dengan para relawan, pihaknya sudah meminta agar menyudahi untuk saling menyakiti dan menggunakan pilihan kata yang nyaman. Menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah semangat membangun dengan gotong royong.

Ia mengatakan secara administrasi keberadaan para buzzer itu tidak dibuat atau dibentuk oleh pemerintah. 

"Kita tidak membuat struktur sama sekali, gak ada, tapi itu berkembang masing-masing. Namun demikian yang perlu kita pahami bersama bahwa kita bernegara perlu suasana yang nyaman lah," tutur Moeldoko.

Moeldoko mengatakan, kehadiran buzzer lahir dari perjuangan menjaga marwah pemimpinnnya. 

"Tapi dalam situasi ini, bahwa relatif sudah gak perlu lagi buzzer-buzzeran," ujarnya.

"Saya harap buzzer dari segala penjuru ini harus turunkan ego, menurunkan apa itu semangat yang berlebihan dan seterusnya. Semangat untuk dukung idolanya dipertahankan, tapi semangat bangun kebencian harus dihilangkan," lanjut Moeldoko.

Positif Negatif Buzzer

Founder Lembaga Survei Kedai KOPI Hendri SatrioFounder Lembaga Survei Kedai KOPI Hendri Satrio. (Foto: kedaikopi.co)

Pengamat Komunikasi Politik yang juga pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio diberitakan Antara, Selasa, 8 Oktober 2019, mengatakan Pemerintah harus menertibkan buzzer nakal yang memanipulasi fakta dan opini publik karena membahayakan persatuan dan kesatuan negara.

"Keberadaan buzzer, menurut saya, tidak hanya melulu jelek, tetapi tetap ada positif. Tapi bila buzzer memanipulasi opini publik, memanipulasi fakta, maka itu menjadi salah. Kalau itu terjadi tentu buzzer harus dihapuskan karena bukan hanya membahayakan negara, tetapi bisa memecah belah rakyat," ujar Hendri.

Bila buzzer memanipulasi opini publik, memanipulasi fakta, maka itu menjadi salah.

Hendri mengatakan keberadaan buzzer di era media sosial tidak bisa dinafikan lagi. Sama juga seperti medsos, buzzer juga memiliki sisi positif dan negatif. Karena itu, sebagai orang yang hidup di bumi Indonesia, buzzer juga harus memiliki etika dalam menyebarkan berita atau opini ke masyarakat. Pasalnya, konten yang disebar para buzzer ini akan sangat mudah diserap masyarakat.

Hendri mengatakan, yang paling menakutkan bila kemudian buzzer-buzzer itu dianggap sebagai salah satu pendorong orang untuk membenci manusia Indonesia lainnya.

"Jadi kalau menurut saya, buzzer yang demikian harus dihilangkan. Itu kan mudah bagi pemerintah. Harusnya bisa, paling tidak segera dilakukan 'screening' terhadap buzzer dan mengajak semua pihak tidak menggunakan buzzer untuk kegiatan negatif," ujar Hendri.

Hendri menilai, sejauh pengamatannya, keberadaan buzzer ini sangat efektif untuk melakukan propaganda. Pasalnya, rata-rata para buzzer memiliki follower yang banyak. Itulah yang membuat buzzer sangat laris, tidak hanya di event politik, tetapi juga untuk mempromosikan sesuatu.

Sebenarnya, kata Hendri, keberadaan para buzzer ini mudah dikenali. Caranya mereka pasti menggiring opini yang sama, isu yang sama, meskipun caranya berbeda.

Untuk itu, ia mengimbau, di tengah kondisi negara yang belum sembuh setelah menjalani proses demokrasi serta kondisi sosial politik akhir-akhir ini, para buzzer ini harus menggunakan hati nurani untuk ikut serta menjaga perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.

“Menurut saya, gunakanlah buzzer-buzzer ini untuk kebaikan. Jangan digunakan untuk hal-hal yang bisa justru memutarbalikkan fakta yang akhirnya bisa menghancurkan negara ini,” tutur Hendri Satrio. []

Baca juga:

Berita terkait
Tempo Tempo Buzzer
Asyiknya, media sekelas Tempo mempermalukan dirinya sendiri. Dalam salah satu editorialnya Tempo menulis soal bozar-bazer. Tulisan Eko Kuntadhi.
KPK Ogah Berbenah, Salahkan Buzzer
Sebagian orang yang menolak revisi UU KPK, membuat narasi kambing hitam. Mereka menyalahkan yang tak sepakat sebagai buzzer. Tulisan Eko Kuntadhi.
Polda Bela Denny Siregar, Apa Kata Anies Baswedan?
Soal ambulans DKI membawa batu demonstran, Polda membenarkan Denny Siregar. Lantas apa kata Anies Baswedan yang sebelumnya menyebut itu fitnah?
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.