Jakarta - Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tidak lagi memakai satuan Skala Richter (SR) untuk menghitung kekuatan gempa bumi.
Sejak 2008, BMKG telah mengganti penyebutan kekuatan gempa dari skala richter (SR) menjadi Magnitudo (M).
Kekuatan gempa skala richter (SR) merupakan satuan yang sebenarnya sebutan apresiasi kepada Charles Richter yang merupakan penemu tipe magnitudo lokal (ML) pada 1935 di California, Amerika Serikat.
SR hanya mengukur kekuatan gempa dari simpangan aplitudo namun tidak menggambarkan sepenuhnya energi lengkap dari gempa. Karena saat itu masih keterbatasan alat, sehingga
Pada 1979, mulai ditemukan kembali ukuran kekuatan gempa yang dikenal Magnitudo Momen (Mw) yang kemudian banyak digunakan oleh sejumlah negara di dunia.
Dari satuan ini, mengukur energi yang dilepaskan untuk menghasilkan gempa bumi berdasarkan luas rekahan, panjang slip dan sifat rigiditas (kekakuan) batuan. Bisa dikatakan pengukuran Magnitudo lebih luas jika dibanding Skala Richter.
Perbedaan SR dan Magnitudo
Pada prinsipnya, SR merupakan logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang dalam pengukurannya menggunakan satuan mikrometer. Diukur dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya.
Artinya, pengukuran ini berdasar dengan jarak yang lebih dekat dari dempa. Contohnya adalah ketika ada sebuah rekaman gempa bumi dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, jadi amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm.
Maka bisa dikatakan kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) atau 3,0 Skala Richter.
Skala Richter digunakan ketika terjadi gempa lokal dan hanya dapat menjangkau jarak yang kurang dari 600 km atau saat terjadi gempa-gempa yang kecil.
Sehingga, jika kekuatan gempa masih di bawah 6,0 masih bisa menggunakan satuan Skala Richter. Namun, jika kekuatan gempa sudah di atas 6,0, menggunakan satuan Skala Richter dianggap sudah tidak relevan. []