Penyesalan Defa, yang Mengkafani Mengubur Bayinya

Dia mengubur bayinya menghadap utara, tidak ke arah barat. "Saya sangat menyesal, makanya saya mencoba memakamkannya dengan sebaik-baiknya," kata Defa.
Defa memperagakan adegan mengubur bayi yang meninggal dunia karena dibekap kekasihnya, Maheswari, di halaman Masjid Al Wali, Sambiroto, Semarang, Rabu (12/9). (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 13/9/2018) - Defa Rasya Octaviano (18) menunduk saat tiba di Masjid Al Wali, Kelurahan Sambiroto, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/9) siang. Sesekali matanya menatap nanar ke sebuah area di halaman sisi selatan masjid.

Di area tersebut pita police line tampak masih terpasang, menjadi pembatas agar area tidak terusik oleh orang yang tidak berkepentingan.

Di tempat itu lah, 25 hari yang lalu atau tepatnya pada Sabtu (18/8), Defa menguburkan jasad bayi buah hatinya dengan Maheswari Nabila Sahda (19).

Bukan tanpa tujuan jika Defa ada di halaman Masjid Al Wali. Remaja asal Bangetayu Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang ini dihadirkan penyidik reserse kriminal (reskrim) Polrestabes Semarang guna keperluan rekonstruksi kasus pembunuhan bayi.

Direka ulang yang menggambarkan proses penguburan jasad bayi tersebut, Defa mengawali dengan adegan menggali tanah menggunakan linggis. Lantas mengambil jasad bayi, diganti boneka, yang ia taruh di dalam tas yang ditinggal di sepeda motor hingga akhirnya adegan mengubur.

Sepanjang melakukan rekonstruksi, remaja bertubuh subur itu beberapa kali menghela nafas panjang. Ia seolah menyesal atas perbuatan yang telah dilakoninya. Dan penyesalan pada hari di mana ia melakukan kejahatan diwujudkan dengan mengkafani dan menaburi makam bayinya dengan bunga.

Hanya saja karena tidak tahu menahu prosesi pemakaman, Defa mengubur bayinya menghadap utara, tidak ke arah barat seperti pada umumnya orang meninggal dunia dimakamkan.

"Terus terang saat itu saya sudah sangat menyesal, makanya saya mencoba memakamkannya dengan sebaik-baiknya," aku dia.

Wakasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Galih Wisnu menyebut kawasan Masjid Al Wali adalah lokasi kedua rekonstruksi. Pagi hingga siang, penyidik menggelar reka ulang di sebuah kos-kosan di daerah Gang Pete, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

"Totalnya ada sekitar 33 adegan, 25 adegan di Gunungpati dan delapan adegan sisanya di sini (Masjid Al Wali)," ujar dia.

Rekonstruksi di rumah kos di Gunungpati menggambarkan reka ulang proses Maheswari melahirkan, hingga membunuh bayinya.

Mengenakan kerudung hitam, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri di Semarang itu mempraktikkan proses persalinan mandiri, tanpa bantuan paramedis.

Dalam adegan ke-19, diperlihatkan bagaimana warga Aspol Tlogomulyo, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang itu membekap bayi yang baru saja dilahirkannya. Dengan maksud agar si jabang bayi tidak mengeluarkan tangis yang bisa didengar penghuni kos lain.

Sayangnya, bayi mungil perempuan itu terlanjur tidak bernafas dan akhirnya meninggal dunia.

"Rekonstruksi memang kami mulai awal, dari percobaan pembunuhan saat proses menggugurkan dari dalam rahim hingga akhirnya lahir normal, dibekap dan dibungkus kain kafan," beber Galih.

Dari hasil rekonstruksi tersebut, penyidik berkeyakinan sudah ada upaya untuk menghilangkan nyawa bayi sejak masih di kandungan. Hal ini juga selaras dengan hasil keterangan sejumlah saksi dan para tersangka.

"Jadi memang ada unsur kesengajaan untuk melakukan pembunuhan. Sebab sudah dicoba dari saat bayi masih di dalam rahim hingga lahir dan kemudian dibekap," tukas dia. []

Berita terkait