Yogyakarta - Suhu panas terjadi dalam beberapa hari terakhir di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahkan berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mencatat suhu mencapai 33 derajat celcius.
Kepala Staklim BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas mengatakan berdasarkan hasil analisis sudah dilakukan, penyebab suhu udara tinggi ini merupakan faktor meteorologis. Di mana tidak ada atau sedikit tutupan awan, praktis hampir tidak ada menghalangi sinar matahari masuk ke bumi.
Di katakan ekstrim jika suhu udara di atas 35 derajat celcius.
“Yang paling berpengaruh terhadap naiknya suhu udara di DIY karena faktor meteorologis,” kata Reni kepada Tagar saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa, 10 November 2020
Pada November 2020, posisi matahari sudah berada di belahan bumi selatan, sehingga Jawa menerima intensitas radiasi masih tinggi. BMKG juga mencatat, suhu udara maksimum di DIY pada Jumat, 6 November 2020 mencapai 34 derajat celcius.
Baca juga:
- BMKG DIY Minta Warga Tetap Waspada dengan Cuaca Ekstrem
- Prakiraan Cuaca Jakarta, Selasa 10 November 2020
- Cuaca Ekstrem Pencarian Korban Longsor di Bogor Dihentikan
Sementara pada Sabtu, 7 November 2020 mencapai 33 derajat celcius, pada Minggu, 8 November mencapai 32 derajat celcius dan Senin 9 November mencapai 31 derajat Celcius. Meskipun demikian, Reni menyebut suhu udara panas di DIY saat ini, masih dalam kondisi normal.
“Di katakan ekstrim jika suhu udara di atas 35 derajat celcius,” tuturnya.
Kondisi ini lanjut dia, secara signifikan memang dirasakan di DIY pada beberapa hari terakhir. Di sisi lain, kondisi seperti ini kebetulan bersamaan dengan naiknya status Merapi.
Suhu udara maksimum di DIY, kata Reni, bersifat fluktuatif antara 30 sampai 34 derajat celcius, bisa terjadi pada Oktober dan November. Umumnya saat posisi matahari bergerak menuju ke khatulistiwa, yaitu Maret dan September.
Namun Karena posisi DIY di BBS (tidak persis di garis khatulistiwa ), sehingga suhu udara maksimum yang lebih tinggi dirasakan umumnya pada Maret, April, September, Oktober bahkan November.
“Kondisi ini signifikan dirasakan di kota Yogyakarta beberapa hari ini. Selain itu kebetulan bersamaan dengan naiknya status Merapi. Namun masih kisaran normal,” ujar Reni.
Reni pun mengimbau kepada masyarakat agar tetap tenang namun waspada. Alasannya, kenaikan suhu udara maksimum ini bukan karena aktivitas merapi meningkat, tetapi karena faktor meteorologis.
"Tetap beraktivitas sepert biasanya, menjaga stamina tubuh dan update terus informasi BMKG melalui kanal yang tersedia," ucapnya.[]