Penunggu Sumur Tua Peninggalan Belanda di Bantaeng

Sumur Balandayya di Kampung Tangnga-Tangnga, Bantaeng, Sulawesi Selatan menjadi jejak manis penjajahan Belanda. Ada cerita mistis di sumur itu.
Sumur tua atau Sumur Balandayya yang berusia ratusan tahun di Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Sumur tua atau Sumur Balandayya, di Bantaeng, Sulawesi Selatan, konon merupakan salah satu peninggalan penjajah Belanda. Bukan sumber air biasa karena ada sosok gaib penunggu yang senantiasa menjaga keasrian sumur.

Sumur Balandayya berlokasi di jalan Hambali, Kampung Tangnga-Tangnga, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng. Daerah berjuluk Butta Toa atau tanah tua itu berjarak sekitar 120 Km dari Kota Makassar

Sumur itu usianya sangat tua karena sudah ada ketika Belanda bercokol di bumi Nusantara. Tapi tahun berapa sumur itu dibuat belum ada yang tahu persis. Catatan sejarah hanya menyebut pemerintahan Belanda mulai ada di Banteng pada awal abad 18, sekitar tahun 1737.

Menuju Sumur Balandayya cukup mudah. Apabila Anda sudah berada di Jalan Hambali, tepatnya di gerbang Kampung KB, maka lokasi sumur sudah dekat. Jalan kaki sepanjang sekitar 100 meter dari jalan raya, menyusuri jalan perkampungan maka sudah tiba. 

Sumur berada di sisi kanan jalan kampung, diapit perumahan warga dan ditembok sebanyak dua lapis. Saya yang mencoba mencari keberadaan sumur pada Selasa, 19 November 2019, tidak banyak menemui kesulitan menuju lokasi. Aura misterius langsung menyambut langkah kaki ketika menapak jalan masuk nan sempit menuju sumur tersebut. 

Sumur itu dilindungi dua lapis tembok setinggi kurang lebih 1,5 meter. Tembok bercat putih kusam dan membentuk semacam labirin menuju sumur di dalamnya. Pada umumnya sumur, Sumur Balandayya juga berbentuk lingkaran. Hanya saja, ada semacam beton yang membelah bibir sumur layaknya benteng pelindung. 

Berkedalaman empat hingga lima meter, airnya sangat jernih. Menjadi bukti bahwa sumur selalu dirawat oleh warga sekitar. Tidak heran karena Sumur Balandayya menjadi solusi takala air PDAM tidak mengalir. Warga bersyukur atas keberadaan sumur itu mengingat mereka tak pernah kesulitan mendapat air bersih. 

Sejenak mengamati kondisi sumur dan sekitarnya, saya bertemu dengan Ibu Hapo. Nama sebenarnya ibu ini adalah Ibu Hafsah, seorang perempuan yang berusia 64 tahun. Rumahnya berjarak kurang lebih dua meter dari sumur. 

Senyumnya langsung mengembang begitu mengetahui saya berada di lokasi Sumur Balandayya sore itu. Saat ini, Ibu Hapo adalah salah satu tetua yang dipercaya bisa menceritakan sedikit sejarah tentang sumur tersebut. 

Tidak pernah habis itu airnya.

Sumur Balandayya2Gerbang Kampung KB Jalan Hambali, jalan masuk menuju sumur tua di Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Dengan ramah diajaknya saya duduk bersantai di teras kecil dekat tangga rumahnya. Sambil memperbaiki ujung lengan daster, ia mulai membeber cerita seputar sumur. 

"Saya merasa beruntung kalau zaman dulu kita pernah dijajah Belanda, kita dibuatkan sumur. Itu jadi sumber kehidupan orang-orang sini," kata Bu Hapo membuka kisah. 

Dulu, sebelum pipa PDAM masuk ke rumah-rumah, aktivitas mencuci, mandi dan keperluan memasak mengambil air dari sumur tua. Saat ini pun, seingat Bu Hapo, ada 13 rumah yang menggunakan mesin dan mengambil air dari Sumur Balandayya untuk dialirkan langsung ke rumah-rumah mereka. 

Memang, saat mengamati sumur sebelum bertemu Ibu Hapo, saya melihat ada beberapa pipa yang terpasang. Dan terdengar mesin penyedot menyala menjadi penanda warga tengah mengambil air untuk kebutuhan di rumahnya.

Sementara, pipa-pipa dari PDAM Bantaeng memasuki kampung tersebut sekitar tahun 1994. Itu pun dengan debit air terbatas. Sehingga warga tak pernah beralih dari sumur tua di sana.

"Tidak pernah habis itu airnya. Kalau berkurang sedikit paling cuma beberapa menit akan terisi lagi setinggi dadanya orang dewasa," sebut dia. 

Karena vitalnya sumur itu, warga rutin membersihkan sumur. Biasanya akan muncul lumut di dasar dan dinding sumur. Setiap kali muncul, warga akan bahu membahu membersihkan. Biasanya yang turun ke dalam sumur adalah Iskandar, anak Bu Hapo yang juga berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah di Bantaeng.

"Biasanya saya turun dua bulan sekali. Bersihkan air dan lumut-lumutnya sumur," kata Iskandar yang ikut nimbrung setelah melihat saya dan ibunya bercengkerama. 

Sambil menggendong anaknya, ia menuturkan bagaimana upayanya dan wrga lain dalam menjaga kebersihan air sumur yang sudah menghidupi entah berapa banyak generasi itu.

"Saya turun cuma pakai tangga kayu, tapi sebelumnya kami sedot air sumur terlebih dahulu dengan alat penyedot yang dipinjam dari dinas Damkar," tutur pria yang berumur sekitar 30 tahun tersebut. 

Saat menguras, Iskandar bisa dengan jelas melihat sembilan mata air di dasar sumur. Diameter tiap sumber air cukup besar, berkisar 10 sentimer sampai 20 sentimeter. Tak heran jika setiap membersihkan sumur, ia harus bekerja cepat. Karena setelah disedot, biasanya tak butuh waktu lama air akan kembali mengisi sumur. 

Penunggu Gaib

Di luar manfaatnya yang sangat dirasakan warga, Sumur Balandayya ternyata menyimpan cerita berbau mistis. Seperti saya saat pertama kali menginjakkan kaki di pintu masuk sumur, aura misterius juga dirasakan oleh sejumlah warga. 

Fadlia, salah satunya. Ibu muda ini mengakui ada sensasi tertentu setiap kali melewati sumur tua. Meski hingga saat ini belum pernah melihat penampakan tertentu dari misteri tersebut. Namun ia percaya ada penunggu yang senantiasa hadir di sekitar sumur.

"Ada penunggunya, tapi ya kita kembalikan saja kepada Allah, asal kehadirannya tidak mengganggu manusia," ujar Fadlia. 

Ibu satu anak yang turut gabung pada obrolan kami di sore itu belum pernah dan tidak berharap mengalami kejadian gaib yang tidak diinginkan atau menakutkan. "Cuma auranya saja dirasakan, ya paling saya bilang permisi-permisi saja," sambung dia.

Lain halnya dengan Ibu Hapo. Sebagai tetua, ia pernah mendapat cerita dari orang-orang yang pernah melihat penunggu Sumur Balandayaa. Konon, sumur itu dijaga oleh seorang kake tua berjubah, menggunakan sorban. Dan yang khas dari sosok gaib itu adalah janggutnya yang berwarna putih dan panjang hingga menyentuh tanah. 

"Menurut cerita sosok tersebut biasa berdiri tepat di pintu masuk sumur. Dia hanya diam tapi tetap saja sangat ditakuti dan dihormati oleh mereka yang pernah melihatnya," kata dia.

Cerita lain soal wujud sang penunggu juga pernah didengarnya. Yakni sosok seperti bayangan berwujud tubuh tanpa kepala berdiri di pintu masuk sumur. Tak ada yang tahu persis alasan kehadiran mahluk-mahluk tersebut, termasuk Ibu Hapo. 

Biasa saya dengar suara telapak kaki kuda tapi kalau dilihat keluar rumah tidak ada apa-apa.

Sumur BalandayyaWarga saat membersihkan lingkungan sekitar Sumur Balandayya di Bantaeng, Sulawesi Selatan, belum lama ini. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Kesan mistis makin kental terasa ketika di waktu-waktu tertentu, Sumur Balandayya dikunjungi oleh tamu-tamu dari luar daerah. Mereka kerap membawa sesajen seperti dupa, kopi dan sepiring kue-kue tradisional. Tak ada yang tahu apa tujuan kedatangannya. Sebab setelah melakukan ritual tertentu, mereka biasanya juga langsung pergi.

"Ya kadang datang serombongan, kadang datang berdua saja suami istri, tapi tidak pernah kita tahu alasannya, kita tidak berani menegur juga," kata Bu Hapo. 

Ia pun hanya bisa menduga jika orang-orang tersebut tengah memenuhi hajat atau biasanya bermimpi tertentu untuk datang ke tempat itu. Hanya Tuhan dan mereka yang tahu maksud mengunjungi Sumur Balandayya. 

Nah, kalau cerita mistis yang satu ini pernah dialami sendiri oleh Ibu Hapo. Ia kadang mendengar suara gaib penanda kehadiran penunggu daerah tempat tinggalnya di malam-malam tertentu.

"Biasa saya dengar suara telapak kaki kuda tapi kalau dilihat keluar rumah tidak ada apa-apa," katanya.

Ibu Hapo tidak berani bertindak lebih jauh untuk mengungkap suara tanpa wujud itu. Apalagi jika sudah berhubungan dengan sumur tua. Dan tidak ada orang di kampungnya yang berani mengusik atau sekadar menyingkap misteri di balik keberadaan sumur. 

Pun demikian dengan bagaimana kehidupan zaman penjajahan Belanda kala itu. Apakah ada peristiwa luar biasa di masa lampau yang berkaitan dengan kemunculan para sosok gaib itu, tidak ada yang tahu.  

Bagi warga, mereka sudah sangat bersyukur dengan keberadaan sumur yang terbukti memberi manfaat hingga kehidupan saat ini. Dan yang pasti, di saat tempat lain meninggalkan kisah pilu, sumur tua di Kampung KB Tangnga-Tangnga menjadi jejak manis penjajahan Belanda di Bantaeng. []

Baca juga: 


Berita terkait
Pilu Hati Penjual Nasi Santan Bantaeng
Nasib pedagang nasi santan di Bantaeng, Sulawesi Selatan, tak seperti sepuluh tahun silam. Dagangannya tidak laku dan kerap basi tanpa pembeli.
Pemuda Leo Bantaeng Rela Puluhan Juta untuk Doraemon
Vando, pemuda berzodiak Leo di Bantaeng rela habis puluhan juta untuk pernak-pernik Doraemon. Rumahnya menjadi spot yang menarik untuk swafoto.
Siang yang Dingin di Perkemahan Bantaeng
Orang-orang hebat saling berbagi pengalaman suksesnya kepada peserta didik di Bantaeng, Sulawesi. Mereka memotivasi peserta untuk berkarya.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.