Siang yang Dingin di Perkemahan Bantaeng

Orang-orang hebat saling berbagi pengalaman suksesnya kepada peserta didik di Bantaeng, Sulawesi. Mereka memotivasi peserta untuk berkarya.
SUasana taman baca yang terbuat dari bambu yang kerap digandrungi anak-anak (Foto : Tagar/Fitriani AR)

Bantaeng - Udara dingin bikin merinding di perkemahan Trans Muntea di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Lokasinya berada di ketinggian sekitar 1.500 meter dari permukaan laut (mdpl). 

Saat itu, Sabtu, 26 Oktober 2019, waktu menunjukkan pukul 11.30 Wita. Berada di sana cukup menyesal kalau berpakaian agak tipis. Lokasinya sepi dan senyap. Jauh dari kebisingan deru mesin kendaraan. 

Pun dari kantong parkir ke lokasi perkemahan butuh jalan kaki sekitar 10 menit. Berpijak di jalanan berbatu dan terjal, dengan debu-debu yang tebal menutupi jalan. Butuh kehati-hatian menapaki ruas jalan itu. Jika teledor bisa tergelincir.

Rutenya memang belum cukup baik. Sempit dan diapit pepohonan pinus di kanan dan kiri. Tak heran aroma pinus semerbak menyegarkan. Suasana alam yang murni dan tanpa polusi. Bisingnya bukan dari suara kendaraan bermotor atau mesin-mesin. Melainkan suara-suara burung yang bertengger di dahan maupun yang terbang riuh. Suasananya seolah menyambut kedatangan tamu untuk berkemah di sana.

Bagi orang yang sudah tidak terbiasa jalan kaki mungkin menguras nafas. Terengah-engah dan saling memburu dengan denyut jantung yang tak karuan. Keringat mengucur dan membasahi sekujur tubuh.

Saat tiba di gerbang perkemahan, sudah memberi kesan persiapan kegiatan perkemahan yang matang. Segala hal yang dibutuhkan peserta kemah sudah terfasilitasi di sana.

Puluhan tenda berbagai warna sudah berdiri. Di antara tenda peserta terdapat pula tenda khusus panitia. Ukurannya lebih besar, digunakan beberapa orang untuk sholat. Di lokasi itu pula, ada tenda darurat untuk mereka yang butuh pertolongan pertama. Ada juga toilet atau kamar kecil.

Itu dia Si Kuning, teman spiritku

tenda kemahSuasana perkemahan KBK 2019 yang diselimuti kabut di Trans Muntea, Sabtu 26 Oktober 2019 (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

"Acara sudah dimulai sejak tadi," kata Jumaris, panitia Kemah Buku Kebangsaan (KBK) 2019 seolah menyambut sejumlah orang yang datang terlambat.

Di acara KBK 2019 ini, hadir sejumlah orang ternama di Kabupaten Bantaeng. Ada juga orang-orang Butta Toa yang bertalenta dan berprestasi. Acara KBK Jilid 3 ini digelar Aliansi Pemuda Ulu Ere. Mereka terdiri dari pemuda pemudi Kecamatan Ulu Ere yang aktif dan inovatif. Penuh kejutan dan gebrakan yang membangun negeri dengan cara mereka sendiri, pun tanpa perhatian pemerintah setempat.

Mereka sudah aktif dan telah banyak berkontribusi. Menggalakkan budaya membaca dan literasi, dan lingkungan. Satu di antaranya lewat event KBK ini.

Peserta KBK datang dari berbagai penjuru sekolah tingkat SMA atau sederajat. Tetapi anak SD dan SMP, yang tinggal di lokasi ini hadir sekedar seru-seruan, membaca, bermain dan belajar. Ada pula yang datang dari kabupaten tetangga, seperti Jeneponto dan Bulukumba. Wajah ceria tampak dari setiap kepala yang hadir di sana.

KBK hadir, bukan hanya untuk berliterasi, tapi juga menjalin silaturahmi. Sungguh sebuah aktivitas yang bikin tidak merugi. "Kita hadir di sini untuk saling berbagi agar otak kita terisi setelah kembali dari sini," kata Jumaris yang disambut tepuk tangan meriah peserta.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Bantaeng Syahrul Bayan menjadi pemateri bincang-bincang. Dia menyampaikan banyak hal tentang upaya dan peran pemerintah dalam mendukung pemerataan jaringan atau koneksi internet hingga ke daerah-daerah. Agar semua orang bisa menikmati internet demi menyongsong era 4.0 yang ada di depan mata.

Adakah mesin pendeteksi jodoh.

Kadis BantaengKepala Dinas Kominfo Bantaeng saat membuka talkshow peran pemerintah dalam menyongsong era 4.0 (Foto : Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Syahrul menyinggung perihal akses internet di Trans Muntea. Sampai saat ini, jaringan internet di Trans Muntea masih minim. "Ini adalah catatan bagi kami selaku pemerintah daerah. Kiranya dalam waktu dekat kita sudah bisa livestreaming dari sini apalagi dengan kegiatan-kegiatan positif seperti ini," kata Syahrul.

Dia merasa tampak akrab dengan peserta kemah. Syahrul menyebut peserta ini dengan juga banyak berbagi kepada adik-adik pelajar, begitu ia menyebutnya, tentang filosofi hidup yang ia tekuni. Sebelumnya, Syahrul memperkenalkan Si Kuning yang terparkir di sisi kiri panggung. "Itu dia Si Kuning, teman spiritku," ujar dia.

Syahrul menamai sepeda kayuh dengan Si kuning. Ada makna filosofi hidup di balik sepeda kayuh. Hidup harus terus bergerak, laksana pengendara sepeda yang terus mengayuh sepedanya, jika ia berhenti maka ia bisa saja terjatuh. Seperti itulah hidup yang ia jalani. Sebuah kehidupan yang dinamis dan sangat merugi jika hanya diisi dengan berdiam diri.

"Mari kita tebarkan kebaikan, apa pun, di mana pun mudah-mudahan sekecil apa pun kebaikan itu bisa bermanfaat bagi orang lain," pesan Syahrul disambut semarak tepuk tangan peserta.

Lain lagi pemateri selanjutnya. Namanya Fina, perempuan muda yang berprestasi dari Bumi Panrita Lopi, kabupaten Bulukumba. Founder Youth Hub ini banyak berbagi tentang cara mewujudkan aksi-aksi gila berbasis aplikasi.

Fina tak lain adalah sosok pembuat mesin pendeteksi ikan. Dia mengenalkan alat yang diciptakan beserta keunggulannya. Jika sensor sudah mentedeksi ikan, maka nelayan akan dapat pemberitahuan lewat short massage service (SMS). Nelayan tidak perlu lagi menunggui ikan di lahan yang ternyata kosong. "Orang bisa menunggu pemberitahuan bahwa ada ikan di area. Barulah nelayan angkat jaringnya menuju laut," kesan Fina.

Sesi bincang-bincang selanjutnya lebih hidup. Fina banyak mendapat pertanyaan, terkait bagaimana mewujudkan ide-ide gila menciptakan mesin bermanfaat meski tanpa memiliki dasar pendidikan atau ilmu di bidangnya. "Adakah mesin pendeteksi jodoh," kata seorang peserta yang sontak disambut riuh seluruh peserta.

Andi ShernyliaPenulis asal Bantaeng Andi Shernylia Maladevi saat berbagi pengalaman di acara KBK di Perkemahan Trans Muntea Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Fina dengan enteng menjawab pertanyaan itu. Dia mengenalkan Youth Hub yang merupakan sarana membentuk kader dan membina seseorang berbuat banyak sepertinya.

Sebelum meninggalkan panggung merdeka, Fina turut memercikkan semangat lewat kata-kata yang memotivasi peserta. "Hidup itu cuma sekali dan sekali itu sangat berarti. Belajar itu adalah pekerjaan yang abadi, karena itu tidak pernah selesai," kata dia.

Fina turun dari panggung, lagi-lagi diiringi tepuk tangan. Terasa di sana kobaran semangat. Pelajar maupun peserta dari komunitas-komunitas baca tersulut motivasi dari orang-orang sukses. Motivasi dari orang-orang yang gigih dan berkomitmen untuk menjadi manusia yang berguna dengan terus menelurkan karya-karya nyata.

So, selanjutnya adalah Andi Sherniliya Maladevi yang berbagi cerita. Dia adalah penulis dari Bantaeng. "Menulislah dari hati agar tulisan kita bisa sampai ke setiap hati," ujarnya di gelar wicara itu.

Perempuan yang akrab disapa Kak Atte ini namanya menggaung lewat tiga buku karyanya. Pengalamannya bergelut di dunia olah bahasa lewat rasa itu serta merta membakar semangat peserta.

Udara dingin disertai kabut tebal perlahan merangkak dari kaki bukit. Seketika alam yang terbuka, tertutup putih kabut yang begitu tampak suci. Sebuah pemandangan yang sangat menyejukkan hati.

Suasana semakin lengkap dengan suguhan sepiring Rakang Lame-lame lengkap dengan cobek atau sambal tomat yang baru saja turun dari wajan. Warga setempat menyebut kentang dengan sebutan Lame-lame. Kentang kupas yang telah direbus lalu dibaluri kelapa dan sejumput garam. Adonan ini sangat nikmat disantap saat dingin menusuk tulang.

Ada banyak stan di sana. Tapi ada satu yang terkesan beda, Stan SMK 4 Bantaeng. Stan itu dijaga gadis manis bernama Mawar. "Ada Roti Labu, Kripik Talas, Jahe siap seduh dan Kopi Jahe," kata Mawar mempromosikan lapaknya.

Menulislah dari hati agar tulisan kita bisa sampai ke setiap hati.

FinaFounder Youth Hub asal Bumi Panrita, Bulukumba saat berbagi pengalaman di Perkemahan Trans Muntea Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Sekolah yang lebih dikenal dengan sebutan SMK Pertanian ini mengenalkan potensinya. Apa yang dipamerkan di sana tidak lain merupakan pengelolaan hasil pertanian yang dikelola secara langsung oleh peserta didik. Kebetulan di sekolah itu ada salah satu mata pelajaran mengeloha hasil pertanian.

Siswa-siswi dituntut mahir dalam mengolah hasil pertanian menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai lebih. "Guru mengarahkan pembuatannya. Ini memang masuk dalam kurikulum pembelajaran," kata Mawar.

Siswi kelas 12 jurusan Agrobisnis Pengolahan Hasil Pertanian (APHP) itu mengaku sangat senang dengan adanya KBK jilid 3 iniya. Selain bisa bertemu dengan teman-teman dari sekolah dan kabupaten lain, juga menjaadi ajang mengenalkan hasil karya. "Kita bisa saling sharing satu sama lain," ujarnhya.

Di area perkemahan itu, ada bangunan dari bambu yang membentuk semacam teras lengkap. Ada rak buku di dalamnya. Koleksi bacaannya juga banyak. Datang tiga anak kecil usia SD di sana. Lalu memilih salah satu buku dan membacanya. Dia membacanya dengan keras-keras, namun masih mengeja. Pertanyanaannya, mengapa begitu lambat membaca meski sudah mengenyam klas 5 SD?

"Anak-anak di sini banyak yang belum lancar membaca. Kami berharap taman baca yang kami kelola bisa membantu mereka semua," ujar Aby, salah satu panitia KBK.

Ternyata memang banyak alasan yang membuat pemuda dan pemudi Ulu Ere gencar dalam berbuat kebajikan. Sebuah ketulusan membangun sesama, membantu pemerintah yang cukup sulit mengakses hingga kepada hal-hal terkecil semacam itu.

"Tadi ada yang bertanya, kak kita simpanji ini bukuta (kamu simpan bukumu)? Jadi nanti bisakah membaca tiap hari di sini," kata Aby menirukan si anak SD.

Salah satu siswa dari sekolah dasar setempat memintanya untuk tetap menyimpan buku-buku tersebut agar ia bisa senantiasa datang berkunjung dan melatih kemampuan membacanya di sana. Sebuah pertanyaan polos yang terlontar dari mereka, siswa SD yang ingin dibina kakak-kakaknya. Sebuah kebaikan yang bersambut dan menyentuh hati.

Perhelatan KBK ini bukan sekadar kegiatan yang baik untuk otak. Melainkan sebagai nutrisi untuk menyuplai batin, seperti makanan yang baik untuk hati. Dibalut dalam aktivitas yang banyak berliterasi di tengah alam yang membuat peka terhadap lingkungan.

Event KBK jilid 3 ini berlangsung selama 3 hari sejak jumat 25 Oktober sampai Minggu 27 Oktober 2019. Mengusung tema "Kolaborasi Inovasi dan Kreativitas Pemuda Menghadapi Era Industri 4.0".

Ketua DPRD Kabupaten Bantaeng, Hamsyah mengapreasi kegiatan ini. Dia mendukung sepenuhnya. "Kegiatan ini adalah hal yang sangat baik. Kita upayakan dulu dan disesuaikan dengan regulasi yang ada," kata dia. []

Baca Juga:


Berita terkait
Remaja Bantaeng Sulap Jalan Tanpa Pemerintah
Remaja di Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, mengecat jalan secara swadaya tanpa bantuan pemerintah.
Penjual Poteng Bantaeng Rindu Nurdin Abdullah yang Dulu
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dirindukan penjual poteng di Bantaeng. Dahulu suka bersedekah kepada pedagang, kini mengacuhkan.
Stasiun Tugu Yogyakarta Ramah Disabilitas
Stasiun Tugu Yogyakarta kini disediakan kursi roda, guiding block, toilet khusus dan lainnya bagi penyandang disabilitas.