Penjara Tiga Tahun untuk Orang Ajak Golput, Wiranto Sebut Itu Kata UU Pemilu

Ada ancaman penjara tiga tahun dan denda 36 juta rupiah bagi orang-orang yang mengajak golput.
Menkopolhukam Wiranto tegur anggota DPR. (Foto: Tagar/Rona)

Jakarta, (Tagar 28/3/2019) - Setelah fatwa haram golput dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) muncul lagi ke publik, kini Menko Polhukam Wiranto mengatakan bahwa  pengajak orang lain untuk melakukan putih (golput) merupakan seorang pengacau. Sebab, pengajak golput menurutnya mengancam hak dan kewajiban orang lain, seperti tertulis dalam undang-undang.

"Kan sudah kita diskusikan. Kalau mengajak golput itu yang namanya mengacau. Itu kan mengancam hak kewajiban orang lain. UU yang mengancam itu," terangnya di Hotel Grand Paragon, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).

Karena 'pengacau' dinilai mengancam hak dan kewajiban maka bisa saja, dijerat sesuai sanksi dalam undang-undang. Misalnya dengan Undang-Undang Terorisme, jika masih tidak cocok dijerat dengan Undang-Undang Informasi Transaski Elektronik (ITE), jika masih tidak cocok lagi dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Kalau UU Terorisme tidak bisa, ya, UU lain masih bisa. Ada UU ITE bisa, UU KUHP bisa. Indonesia kan negara hukum, sesuatu yang membuat tidak tertib, sesuatu yang membuat kacau, pasti ada sanksi," urai dia.

Lebih lanjut, Wiranto pun mengimbau seluruh peserta pemilih untuk tidak golput dan menggunakan hak politiknya pada Pemilu yang berlangsung lima tahun sekali itu.

Dijerat UU Berlebihan

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai sebenarnya, apa yang diutarakan terkait golput itu berlebihan. Sebab, memilih atau tidak adalah hak politik yang tak semestinya tidak dipertentangkan atau diintimidasi oleh siapapun.

"Berlebihan jika golput diancam dengan pidana. Memilih atau tidak itu hak politik yang tak mesti diintimidasi dengan ancaman UU ITE apalagi terorisme," bebernya kepada Tagar News, Rabu (27/3).

Dengan ancaman-ancaman terhadap golput jelang pemilihan 17 April mendatang, ia menganggap perlahan-lahan kehangatan dalam demokrasi pun menghilang. 

"Kita ini belakangan kok kehilangan sentuhan kehangatan berdemokrasi. Dikit dikit ancaman pidana," terangnya.

Padahal, menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini, angka golput di Indonesia masih aman. Cara golput tidak merongrong kedaulatan negara.

"Kecuali golput itu dilakukan dengan cara-cara merusak dan merongrong negara. Sejauh ini angka golput masih dalam batas normal tak mengkhawatirkan," tutupnya.

Untuk informasi, sudah ada pasal yang menjerat mengenai golput, tertuang di Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 515, "Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah." []

Berita terkait