Penjara Nerakanya Napi Kere Surganya Napi Berduit

Penjara nerakanya napi kere surganya napi berduit. Mereka yang tertindas berteriak, minta diperlakukan sebagai manusia.
Penjara Nerakanya Napi Kere Surganya Napi Berduit | Ilustrasi. (Foto: NDTV)

Tanjungpinang, (Tagar 26/7/2018) - Penjara atau Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjungpinang, Kepulauan Riau yang dibangun sejak tahun 1867 menyimpan duka orang-orang yang ingin diperlakukan sebagai manusia.

Sejumlah terdakwa dan narapidana atau napi buka suara, bercerita tentang keluh kesahnya selama berada di penjara. Mereka merasa harus bicara agar Rutan Tanjungpinang dibenahi, tanpa pungli.

Bagi tahanan yang kere atau tidak memiliki cukup uang, penjara ini seperti neraka. Sehari-hari mereka merasa sengsara menjalani kehidupan di penjara, makan dengan lauk ala kadarnya, terkadang mandi dua hari sekali dan tidur bergabung dengan puluhan terdakwa dan napi lainnya.

Napi dari keluarga tidak mampu merasa bukan hanya fisik yang disandera, melainkan juga batinnya tersiksa.

"Stres panjang. Terkadang ingin mengamuk," kata salah seorang napi kasus pidana umum, Badu.

Kisah Badu adalah satu dari cerita miris yang dibeberkan sejumlah napi yang belum dapat bernapas lega di ruang pengap, yang serba terbatas.

Dilansir Antara satu persatu napi buka suara tentang berbagai kasus di Rutan Tanjungpinang. Nama-nama mereka yang buka suara sengaja disamarkan.

Mereka bukan meminta fasilitas bagus, karena sadar melakukan kesalahan, dan menjalani hukuman. Mereka hanya minta diperlakukan seperti manusia, dibina dan diberi keleluasaan untuk terus beribadah.

"Ini merupakan rumah sementara kami," kata Badu.

Salah seorang napi kasus korupsi, Fulan mengatakan, "dagang" fasilitas dilakukan sejak lama, namun sampai sekarang masih terjadi. Beberapa pungli tidak dilakukan lagi sejak kasus pungutan liar di Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, terkuak.

"Sebelum kasus pungli di Sukamiskin terungkap, hampir seluruh fasilitas di Rutan Tanjungpinang 'dijual' kepada kami," ujarnya.

Fulan mengatakan terdakwa dan napi kasus korupsi yang ingin tinggal di Blok Pulau Penyengat Rutan Tanjungpinang membayar uang Rp 30-60 juta. Fulan sendiri mengeluarkan uang sebesar Rp 30 juta.

Uang itu diserahkan istrinya kepada A, oknum sipir.

"Kalau napi dari luar Tanjungpinang bayar lebih mahal," ucapnya.

Hal senada disampaikan Fulan 1, warga binaan di Rutan Tanjungpinang. Warga binaan yang tinggal di Blok Pulau Penyengat setiap bulan harus membayar Rp 300 ribu-Rp 1 juta. Untuk bisa menggunakan telepon dan fasilitas internet harus membayar hingga Rp 20 juta.

Televisi hanya diaktifkan pukul 17.00-19.00 Wib. Jika ingin menambah jadwal nonton siaran di televisi juga dikenakan biaya.

Biaya lainnya dengan alasan sumbangan juga dikenakan kepada terdakwa dan napi, seperti pembangunan kandang burung, yang diselesaikan sebelum Ramadan 2018.

Keluarga atau teman-teman yang berkunjung ke Rutan Tanjungpinang melebihi 30 menit juga dikenakan biaya sebesar Rp 20.000, yang pembayarannya dibebankan kepada tahanan atau narapidana yang dikunjungi.

"Belum lagi beli rokok untuk petugas piket," katanya.

Pernyataan mengejutkan lainnya juga disampaikan Fulan 2. Ia mengatakan, kondisi yang sedikit lebih baik tidak akan diperoleh oleh tahanan di Blok Bintan. Mereka harus menumpuk di ruangan tersebut.

"Ada juga tahanan kasus korupsi di Blok Bintan, gabung dengan napi atau terdakwa kasus pidana umum. Dia dimasukkan dalam ruangan itu lantaran tidak mampu atau mungkin tidak mau membayar uang untuk tinggal di Blok Penyengat," ujarnya.

Harga barang kebutuhan yang dijual di kantin Rutan Tanjungpinang juga terlalu mahal. Harganya bisa mencapai dua kali lipat dibanding harga di luar rumah tahanan itu.

"Bagi tahanan yang tidak memiliki uang, Rutan ini seperti gambaran neraka yang sering menjadi cerita. Semuanya serba susah," tuturnya.

Seandainya sudah bebas, para tahanan akan melaporkan dugaan pungli di Rutan Tanjungpinang. Dua nama yang kerap disebut mereka dengan nada tinggi yakni Fitriadi dan Adi.

"Mereka yang bernegosiasi dengan keluarga kami untuk mendapatkan ruangan dan pungli lainnya. Kami berharap kasus ini terungkap. Kami dan keluarga siap menjadi saksi jika dibutuhkan," katanya.

Petugas Nakal

Tujuh pertanyaan terkait dugaan pungli dan perlakuan yang tidak baik kepada para tahanan dibantah pleh Kepala Rutan Tanjungpinang, Rony Dwi Wijaksono. Ketika ada pandangan mengapa para tahanan kasus tipikor dibedakan tempatnya, Rony berdalih memang menempatkan mereka dalam satu tempat (beberapa kamar khusus Tipikor) mengingat tidak ada blok khusus tahanan kasus tipikor.

Namun ketika ditanya mengapa salah seorang napi kasus tipikor digabung dengan napi kasus pidana umum di Blok Bintan, ia beralasan Blok Bintan fungsinya sama dengan Blok Penyengat.

"Terkait keberadaan warga lain di Penyengat memang benar, karena Blok Penyengat itu fungsinya sama dengan Blok Bintan hanya untuk memudahkan pengawasan dan lain-lain, maka di Penyengat kami fungsikan beberapa kamar yang difokuskan untuk para tahanan kasus tipikor. Dengan memfungsikan beberapa kamar tersebut untuk memudahkan pengawasan. Namun Kamar lain pun digunakan untuk napi umum, selain napi tipikor," ucapnya.

Bagaimana dengan fasilitas telepon dan internet? Rony membantah warga binaan yang ingin mendapatkan fasilitas telepon dan internet dikenakan biaya puluhan juta.

"Bagaimana mengutip pungli untuk memberikan kebebasan telepon bagi para tahanan atau napi, sementara kami memiliki wartel dengan 20 ponsel yang semua tahanan dan napi termasuk mereka yang tipikor menggunakannya setiap hari secara bergiliran, dan semua nomor telepon tersebut terdaftar di BNN dan Polri agar mudah dipantau oleh mereka," ujarnya.

Rony juga membantah dugaan pungli sebesar Rp 500.000 saat proses pemindahan napi yang dilakukan sepuluh hari sekali. Ia justru balik bertanya uang yang dikumpulkan dari proses pemindahan napi itu dipergunakan untuk apa.

"Kalau memang ada pungutan itu, peruntukannya apa ya, kami sendiri tidak paham. Sementara untuk proses tersebut tidak menggunakan biaya apa pun. Terkait penempatan tahanan baru memang protapnya, kami tempatkan di Kamar Mapenaling yang isinya memang sudah over," katanya.

Sementara terkait informasi penempatan tahanan di depan toilet, Rony mengatakan hal itu dilakukan semata-mata karena memang sudah padat. Namun pihaknya tetap mengurangi jumlah di kamar tersebut dengan mendistribusikan ke kamar lain.

Rony minta jangan berprasangka buruk terhadap fungsi kamar-kamar tipikor seolah pihak Rutan mengkhususkan kamar tersebut, karena memang seharusnya para tahanan kasus tipikor harus dipisahkan penempatannya dengan yang lain mengingat Rutan Tanjungpinang tidak memiliki blok khusus seperti Blok Narkoba.

Ia mengatakan persoalan dugaan pungli itu tahun lalu juga sempat dipertanyakan sejumlah pihak.

"Terkait semua informasi disampaikan kepada kami ini adalah informasi yang sudah kami terima berualang-ulang dari tahun kemarin sehingga kami pun melakukan perubahan dan pembenahan untuk memperbaiki kinerja kami dari waktu ke waktu," katanya.

Namun Rony membenarkan salah seorang stafnya dipindahkan lantaran melakukan perbuatan yang tidak baik kepada para tahanan.

Pemindahan sipir itu sebagai bukti pungli masih terjadi di Rutan Tanjungpinang.

"Semua informasi sudah kami lakukan perbaikan, salah satu langkah upaya perbaikan yang kami lakukan memutasikan anggota kami yang terindikasi bermasalah, dan selanjutnya kami pun terus menerus melakukan pembenahan di berbagai sektor," ujarnya.

Ia mengatakan jika menemukan bukti adanya pelanggaran seperti pungli, akan ditindaklanjutinya.

"Mohon sampaikan bukti-bukti pelanggaran kepada kami. Kami akan menindaklanjuti," katanya.

Kelebihan Kapasitas

Jumlah penghuni Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjungpinang, Kepulauan Riau, mencapai 400 orang, melebihi kapasitas yang hanya 250 orang.

"Ini bukan hanya terjadi di Tanjungpinang, melainkan juga daerah lainnya," kata Kepala Seksi Keamanan Rutan Tanjungpinang, Fajar, belum lama ini.

Fajar menjelaskan, penghuni Rutan terdiri dari 381 laki-laki dan 19 perempuan, 10 orang di antaranya masih di bawah umur.

Sejumlah warga binaan sudah divonis Pengadilan Negeri Tanjungpinang dengan hukuman tidak melebih 3 tahun.

"Kalau hukumannya lebih dari tiga tahun ditempatkan di Lapas Tanjungpinang di KM 18, Bintan," tuturnya.

Paling banyak warga binaan terlibat kasus narkoba, sedangkan anak-anak terkait pidana umum seperti penjambretan dan pencurian.

"Anak-anak menghuni sel ruang Bintan, salah satu ruangan yang berisi warga binaan yang rajin beribadah," katanya.

Rutan Kelas I Tanjungpinang terbagi dalam dua ruang tahanan, yakni Bintan dan Pulau Penyengat. Tahanan lebih banyak menghuni ruang Bintan.

Berdasarkan pantauan, warga binaan yang paling banyak menghuni ruang Pulau Penyengat terlibat kasus korupsi. Jumlah warga binaan yang terlibat kasus korupsi sekitar 30 orang.

Fajar membantah penetapan ruang tahanan berdasarkan negosiasi.

"Pemilihan ruang tahanan untuk warga binaan berdasarkan pertimbangan kami," ucapnya. (af)

Berita terkait