Jakarta - Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta tanggapi sikap politisi Duo F, yakni Fadli Zon dan Fahri Hamzah soal pernyataan Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto yang menyebutkan, pihaknya sudah mengantongi siapa sponsor dalam demonstrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta.
Stanislaus mengatakan, di era demokrasi ini lembaga intelijen perlu menjaga hubungan baik dengan publik, dan salah satu caranya adalah berkomunikasi.
Wajar jika BIN berkomunikasi dengan masyarakat, yang penting bukan membuka informasi intelijen
Namun, menurutnya, konten yang disampaikan Wawan sangat terbatas mengingat lembaga intelijen seperti BIN mempunyai single client dan end user yaitu Presiden.
Kepada Tagar, kata dia, Juru Bicara BIN pasti sudah memilah mana yang akan disampaikan kepada publik dan mana yang menjadi informasi intelijen untuk disampaikan.
"Dalam peristiwa-peristiwa tertentu, terutama yang memerlukan peran BIN seperti ketika ada ancaman bagi negara, maka wajar jika BIN berkomunikasi dengan masyarakat, yang penting bukan membuka informasi intelijen," kata Stanislaus dihubungi Tagar, Senin, 12 Oktober 2020.
Tak hanya itu, alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia ini juga menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi BIN mempunya Juru Bicara yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada publik.
Pasalnya, beberapa negara juga menerapkan hal yang sama dalam melakukan interaksi kepada masyarakat terkait informasi terkini.
- Baca juga: Fadli Zon Akui Omnibus Law Cipta Kerja Didominasi Pemerintah
- Baca juga: Airlangga Bicara Sponsor Demo, Pemerintah Cari Kambing Hitam?
"Beberapa lembaga intelijen milik negara lain juga mempunyai juru bicara untuk berkomunikasi dengan publik. CIA contohnya, mempunyai juru bicara wanita bernama Nicole de Haay. Bahkan lembaga intelijen di negara lain juga mempunyai akun media sosial yang cukup aktif berinteraksi dengan publik," ucap Stanislaus.[]