Pematangsiantar - Pengamat politik Robin Samosir menyampaikan jika terjadi pasangan calon tunggal di Pilkada Kota Pematangsiantar tahun 2020 itu merupakan kemunduran berdemokrasi.
"Sejatinya pemilihan kepala daerah adalah ajang mencari sosok pemimpin yang terbaik dengan pilihan-pilihan yang ada. Jika di Siantar pada akhirnya ada calon tunggal tentu menjadi sebuah kemunduran," kata Robin kepada Tagar, Jumat, 17 Juli 2020.
Lulusan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada itu menyayangkan sikap partai politik yang kompak merekomendasi hanya satu kandidat pasangan calon di Pilkada Pematangsiantar.
Robin menegaskan, sebaiknya politik tidak hanya sebatas mencari kemenangan semata. Tetapi juga menawarkan sosok-sosok pemimpin yang ideal untuk kepentingan masyarakat.
"Inikan karena petinggi partai melihat potensi keterpilihan bukan mencari alternatif pilihan lainnya. Calon tunggal ini identik dengan pemilihan waktu orde baru, bertolak belakang dengan reformasi dan demokrasi. Dengan terjadinya hal itu di Siantar, ini menjadi kemunduran berdemokrasi," ujar Robin.
Sebaiknya pemilihan dengan calon tunggal tidak terjadi
Kata Robin hal itu juga dipengaruhi mahalnya ongkos politik, sehingga seorang calon tak cukup hanya memiliki visi dan ketokohan semata.
"Ini juga bukti jika cost politics itu sangat besar. Jadi seorang calon tak cukup punya ketokohan, namun juga biaya politik. Sebaiknya pemilihan dengan calon tunggal tidak terjadi," tuturnya.
Kemungkinan terjadinya pasangan calon tunggal di Pilkada Pematangsiantar seakan menemukan jawaban manakala PAN dan PDIP juga ikut memberikan rekomendasi kepada Asner Silalahi dan Susanti Dewayani, menyusul lima partai politik lainnya, yakni Hanura, Golkar, Nasdem, PKPI, dan Demokrat.
Saat ini hanya Partai Gerindra dengan tiga kursi di DPRD yang belum mengumumkan bakal calonnya.
Kondisi ini seakan menutup kemungkinan calon lainnya, termasuk sang petahana Hefriansyah Noor untuk dapat bertarung di Pilkada 9 Desember mendatang.
Komisioner KPU Kota Pematangsiantar Nurbaiyah Siregar mengatakan, dalam Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 diatur persyaratan calon kepala daerah.
"PKPU itu mengatur tentang persyaratan bakal calon harus mengantongi rekomendasi dari 20 persen kursi di legislatif atau 25 persen dari total jumlah suara hasil pemilu sebelumnya," ungkapnya.
Menurut dia, parpol harus tetap memiliki kursi di DPRD untuk bisa mengusung pasangan calon, baik dengan menghitung kursi 20 persen maupun akumulasi suara sah parpol dimaksud sebanyak 25 persen.
Ini aturan teknis di PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Gubernur, Bupati dan Wali Kota pada Pasal 5 Ayat 2 dan 3.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD terakhir di daerah yang bersangkutan.
(3) Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan bakal pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud ayat (2), ketentuan tersebut hanya berlaku bagi partai politik yang memperoleh kursi di DPRD pada pemilu anggota DPRD terakhir di daerah yang bersangkutan.[]