Pendidikan yang Melupakan Tanah Adat dan Masa Lalu

Pendidikan Indonesia saat ini tak cuma berhasil menjadikan seorang teknokrat, tapi juga memutuskan mereka dari masyarakat adat dan sejarah leluhurnya.
Jhontoni Tarihoran (Foto: Riffi Rifzaldi)

Jakarta, (Tagar 29/3/2017) - Sistem pendidikan Indonesia saat ini tak cuma berhasil menjadikan seorang teknokrat, tapi sekaligus memutuskan mereka dari masyarakat adat dan sejarah leluhurnya.

Hal ini disampaikan Jhontoni Tarihoran, Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dalam "Rembug Kaum Muda Kebangsaan" yang dilaksanakan di Work Room, Cafe Kekini, Jakarta, Rabu (29/3).

Jhontoni memberi contoh, seorang anak petani di desa yang menyelesaikan pendidikannya di kota, akan malas untuk kembali ke kampung halamannya.

"Meski disiplin ilmu yang dipelajarinya adalah masalah pertanian juga, ia lebih memilih bekerja pada instansi di kota. Sekali pun ia mau kembali bertani, kerap daerah yang dipilihnya adalah daerah lain yang baru, bukan kembali ke kampung halamannya. Bukan kembali ke akar sejarahnya, wilayahnya, atau masa lalunya," ujar Jhontoni.

Implikasinya, tambah Jhontoni, semakin banyak yang pergi dari masyarakat adatnya, maka semakin terbelakang masyarakat adat tersebut karena yang berpendidikan pergi dan yang tersisa adalah orang-orang tua. Mereka yang berilmu tak kembali membangun daerahnya. Otomatis, sejarah adat istiadat dan wilayahnya juga hilang.

Jhontoni melanjutkan kelompoknya kini tengah berjuang mempertegas hak dan kepemilikan batas wilayah adat di seluruh Indonesia. Ia sekaligus menceritakan asal sejarah masing-masing wilayah yang didatanya.

Terkait kebijakan reforma agraria, kelompoknya berterima kasih dan menghargai niat baik Presiden Jokowi yang akan memberikan sertifikasi atas kepemilikan tanah-tanah di seluruh Indonesia. Ini memang jadi program Presiden untuk mereformasi agraria dengan menerbitkan sertifikasi dan memberikan 21,7 juta hektar lahan di Indonesia.

Ironisnya, kebijakan pemerintah pusat sering kali bertentangan atau kalah dan dikalahkan oleh peraturan daerah. Biasanya, aturan daerah yang dibuat belakangan justru memberi jalan pemilik modal untuk menguasai wilayah milik masyarakat.

Seiring dengan kebijakan pemerintah tersebut, BPAN kini memetakan semua batas wilayah adat yang ada di tiap daerah. “Ini termasuk memetakan daerah yang dilindungi oleh hak ulayat masyarakat setempat, agar tak terjadi perampasan hak oleh pemilik modal yang berniat membuka usaha di daerah tersebut dan berlindung pada aturan daerah lokal,´ jelasnya.

Upaya BPAN seolah berpacu dengan semangat melahap lahan kosong oleh para pemilik modal. Selain memberikan data batas wilayah, Jhontoni juga memberikan sejarah atas wilayah setempat.

Perjuangan Jhontoni dan rekan-rekannya bukan tanpa resiko. Ia mengakui, data dari pemetaan yang dibuatnya bisa dianggap sepi oleh pemerintah daerah.

Yang lebih menyakitkan, kerja kelompoknya bisa dianggap klaim sepihak atas wilayah dan ada niatan terselubung sebagai senjata tawar menawar dengan calon investor. “Namun, jika itu terjadi, kami siap bertemu pemerintah pusat untuk memberikan data kami,” tegasnya.

Kesejahteraan yang dicapai oleh pembangunan tak pernah dilawannya. Tapi kesejahteraan yang berkeadilan itu yang tengah diperjuangkannya.

Ya, perjuangan anak muda bernama Jhontoni Tarihoran ini memang panjang dan penuh resiko. Di jaman lalu, orang seperti ini bisa hilang oleh tuduhan klasik, melawan pembangunan. (rif)

Berita terkait
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.