Penderita Filariasis di Aceh Tamiang dan Penyebabnya

Sebanyak 30 warga di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh menderita penyakit kaki gajah (filariasis), tiga di antaranya meningga dunia.
Nyamuk menghisap darah manusia menyebabkan demam berdarah. (Foto: pixabay/FotoshopTofs)

Aceh Tamiang - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh mencatat, sejak tahun 2000 hingga 2020, sebanyak 30 warga di Kabupaten itu yang menderita penyakit kaki gajah (filariasis).

Kepala seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang, M Nuh mengatakan, dari 30 penderita kaki gajah tersebut. Tiga orang telah meninggal dunia. Dan 27 lainnya saat ini sedang dalam penanganan.

"Ketiga orang tersebut meninggal dunia bukan karena faktor penyakit Filariasis yang di deritanya saja, melainkan umur mereka yang sudah ujur," kata M. Nuh kepada Tagar, Rabu, 16 September 2020

Nuh menyebutkan, kasus penderita kaki gajah yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang umumnya di wilayah pesisir. "Umumnya, kasus kaki gajah banyak menjangkit mereka yang tinggal di pesisir. Kecamatan Manyak Payed, Seruway, dan Rantau," katanya.

Dengan adanya kasus tersebut, Nuh mengaku pihaknya terus memberikan obat pencegahan filariasis terhadap mereka yang sedang menderita kaki gajah maupun masyarakat belum terjangkit.

"Kendati begitu, tahun ini belum ada penambahan kasus yang di temukan di Kabupaten Aceh Tamiang," katanya.

Penyakit kaki gajah ditularkan saat seekor nyamuk menghisap darah seseorang yang mengandung anak cacing Filaria yang disebut mikrofilaria.

Untuk itu, dalam upaya meminimalisir jumlah penderita filariasis, Nuh mengimbau semua pihak khususnya petugas kesehatan di puskesmas dapat bekerja secara optimal dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk meminum obat filariasis.

"Dipastikan seluruh warga yang masuk sasaran pengobatan, harus minum obat itu, serta terus menjaga kebersihan lingkungan sekitar," ujarnya.

Nuh menjelaskan, Filariasis atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit kaki gajah masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia, karena baik anak-anak maupun dewasa, baik pria maupun wanita, semua bisa tertular penyakit kaki gajah.

Filariasis atau penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing Filaria, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, yang ditularkan dengan perantaraan nyamuk sebagai vektornya.

"Berbeda dengan penyakit DBD atau Malaria yang hanya ditularkan oleh satu jenis nyamuk tertentu, penyakit kaki gajah dapat ditularkan oleh semua jenis nyamuk, baik genus Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres," katanya.

Penyakit kaki gajah ditularkan saat seekor nyamuk menghisap darah seseorang yang mengandung anak cacing Filaria yang disebut mikrofilaria, menjadi parasit di dalam tubuh nyamuk selama lebih kurang dua minggu dan berubah menjadi larva L3.

Saat nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang lain, larva L3 tersebut masuk ke dalam tubuh orang tersebut, tumbuh dan berkembang selama berbulan-bulan menjadi cacing Filaria dewasa di dalam pembuluh dan kelenjar getah bening (kelanja limfa) manusia.

Kemudian, kata dia, cacing filaria dewasa mampu menghasilkan cacing-cacing kecil mikrofilaria yang beredar aktif di peredaran darah tepi pada waktu malam hari, namun saat siang hari mikrofilaria berada di kapiler darah organ dalam.

"Itulah sebabnya mengapa survey darah jari yang dilakukan di daerah endemis kerap dilakukan pada malam hari," katanya.

Penyakit kaki gajah pada fase klinis akut ditandai dengan gejala demam berulang selama 3 hingga 5 hari, dan dapat hilang bila cukup istirahat, namun dapat timbul kembali setelah bekerja berat.

Namun, fase kronis penyakit kaki gajah dibagi menjadi beberapa stadium, yakni, stadium satu ditandai bengkak pada anggota tubuh hilang saat bangun pagi, tidak ada lipatan kulit (masih halus), dan kulit yang bengkak tetap cekung setelah ditekan selama beberapa detik.

"Stadium 2, gejala bengkak pada anggota tubuh tidak hilang saat bangun pagi, tidak ada lipatan kulit (masih halus) dan pitting edema," katanya.

Selanjutnya, Stadium 3 ditandai bengkak menetap, lipatan kulit dangkal, kulit masih halus dan normal, non pitting edema. Stadium 4 ditandai bengkak menetap, lipatan kulit dangkal, dan ada benjolan (nodul) di kulit.

Stadium 5 ditandai bengkak menetap dan membesar, lipatan kulit dalam dan ada nodul di kulit. Stadium 6 ditandai bengkak menetap dan membesar, lipatan kulit dangkal dan dalam, mossy foot gambaran seperti berlumut.

"Serta Stadium 7 ditandai bengkak menetap dan membesar, lipatan kulit dalam, nodul-nodul, mossy foot, dan penderita tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari," katanya. []

Berita terkait
Penyebab Sepinya Pembeli Emas di Aceh Tamiang
Penjualan emas di Pasar Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang, Aceh, mengalami penurunan akibat harga emas yang begitu mahal.
Seribu Rumah Miskin Tamiang Bakal Nikmati Air Bersih
Bantuan pemasangan distribusi air bersih dari Kementerian PUPR sebanyak 1.000 sambungan untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Aceh Tamiang.
Dua Sanksi bagi Warga Langgar Prokes di Aceh Tamiang
Pemerintah Aceh Tamiang mengeluarkan aturan sanksi bagi warga yang melanggar protokol kesehatan.